Hollaa!! Ketemu lagi ㅎㅎㅎ
Jangan lupa vote sama spam komennya ya
Harus!! WkwkHappy Reading luvv
=====
Minggu pagi yang sangat cerah. Secerah wajah Adi yang berdiri di samping sepedah roda duanya. Menatap para abangnya yang menatapnya dengan wajah yang tidak bisa Adi artikan.
Anak umur 11 tahun itu menatap senang ke arah abangnya yang menatapnya penuh lelah dan khawatir. Lelah karena lagi dan lagi harus mengajari si bungsu bermain sepeda. Serta khawatir jika si bungsu terluka. Apalagi wajah khawatirnya Nanda yang begitu terlihat kentara.
"Ayo!" katanya semangat dengan kedua tangan yang memegang stang sepeda.
Jevano yang menjadi penanggung jawab hari itu tertawa pelan melihat wajah semangat si bungsu. Laki-laki itu ikut membuntuti Adi dengan tangan yang menjinjing sebuah tas yang isinya adalah makanan buatan Nanda. Untuk mereka makan di lapangan yang akan mereka tuju sebagai tempat latihan Adi bermain sepeda.
"Kalau jatoh jangan nangis lagi," ucap Nanda di belakang Jevano dengan suara agak keras agar terdengar oleh
Adi yang berada di depannya.
"Udah sepuluh kali abang bilang gitu. Gak capek?" balas Adi dengan suara agak keras juga agar terdengar oleh sang Abang. Tanpa menoleh kebelakang.
Sementara yang lain tertawa atas balasan itu, Nanda malah mendengus kesal. "Gak akan di obatin baru tau rasa!" desisnya marah.
Seketika pudaknya berat sebelah. Hanendra sebagai pelaku menampilkan giginya lebar. Dengan kekehan pelannya, ia berucap, "masa adeknya sakit gak di obatin, sih, Na. Jahat banget jadi abang."
"Diem!" sentak si anak kelima sembari menyentak tangan sang Abang dengan kasar.
Si sulung yang berjalan paling belakang sembari memperhatikan keenam adiknya hanya tertawa saja. Ini adalah latihan ke 5-nya si bungsu untuk bermain sepeda. Dan selama itu tak sekalipun dari ajaran mereka yang berhasil membuat Adi minimal bisa menggauyuh sepedanya barang 3 kali gayuh. Si bungsu itu hanya berhasil 2 kali gayuh lalu gagal. Selalu seperti itu.
Mereka sudah sampai di sebuah lapangan luas. Terpantau sedikit penuh, tentu saja. Ini hari minggu. Para kaum tidak mageran memanfaatkan weekend mereka untuk berolahraga. Jangan tanyakan bagaimana kondisi para kaum mageran. Gak weekend pun mereka akan betah berjam-jam di dalam kamar. Beradu mesra dengan seperangkat tempat tidur dan juga handphonenya.
"Ayo, Bang!" seru Adi sudah menaiki sepedanya.
Jevano segera berdiri di samping Adi terlebih dahulu untuk menjaganya. "Naikin kakinya," titah sang Abang yang langsung di turuti oleh Adi.
"Gayuh," lanjut Jevano perlahan bergerak ke belakang badan sepeda.
Dua kali gayuh, sepeda oleng ke kiri. Membuat kaki kiri Adi otomatis turun ke bawah. "Jangan kebawah kakinya," perintah Jevano.
"Jatoh, lah nanti!"
"Abang di belakang. Naikin lagi kakinya!"
Adi mulai kembali meluruskan stang sepeda, lalu menaikkan lagi kedua kakinya pada pedal sepeda. Bersiap menggayuh sepedanya lagi.
Sementara Adi yang sedang berlatih bersama Jevano. Di lain sisi ada Marka yang sedang asik bermain basket dengan Caraka. Serta ada Rafa, Nanda dan Hanendra yang cuma duduk liatin mereka. Oh, tidak! Rafa tengah melukis. Laki-laki itu membawa buku gambar serta penghapus dan pensilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
Fiksi PenggemarWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...