Tidak terasa sudah dua minggu Marka berada di kota yang di gadang-gadang sebagai kota kembang itu. Menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan yang memang sudah menjadi tugasnya.
Lelah pastinya. Disaat ada pekerjaan yang perlu ia kerjakan dengan segera sampai ia harus pulang larut. Beruntunglah ada Lingga yang menjadi teman susah senangnya selama di sana.
Jauh dari hal itu, Marka begitu menikmati prosesnya. Apalagi saat sampai ke kosan sudah ada Baba yang berdiri di depan gerbang. Memperbolehkannya masuk meskipun sebenarnya ada jam malam di sana. Baba pun mana tega jika tidak membiarkan Marka dan Lingga masuk kedalam kosan, setelah semua yang terjadi di kantornya.
Sore di hari Sabtu.
Jika, di Jakarta ada Rafa yang menemaninya menikmati senja. Maka di Bandung ada Baba sebagai penggantinya.
Langit sudah berubah menjadi oren. Sang surya mulai mengucapkan kalimat perpisahannya sebelum bulan datang sebagai penggantinya.
Di temani kopi panas. Kedua insan itu begitu menikmati pemandangan di depannya. Roftoop kosan lebih cantik saat ini.
"Gak kerasa udah dua minggu, Bang."
Marka menatap sekilas persona di samping kanannya. "Waktu cepet banget jalannya, ya, Ba?"
"Saking cepetnya. Baba sampai gak sadar kalau sekarang Baba udah tua. Udah waktunya gendong cucu. Tapi cucunya gak dateng-dateng."
Marka terkekeh kaku. Mau beribu kali ia menghindari topik ini, akan selalu ada kesempatan di mana topik ini menjadi topik satu-satunya untuk di bahas. "Tunggu sebentar lagi, ya, Ba."
"Dua tahun yang lalu juga kamu bilang yang sama, Bang."
Bisa di pastikan bahwa topik ini akan menjadi lebih detail dari sebelumnya. "Kamu, tuh, sebenernya nunggu apa?" tanya Baba lebih lanjut.
"Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?"
"Baba cuma pengen tau. Alasan kamu nunda cari jodoh di umur kamu yang sekarang, Bang."
Marka mengusap wajahnya kasar. Sungguh demi apapun ia sampai bingung harus merespon seperti apa untuk obrolan satu ini. "Abang gak trauma karena Ibu, kan?"
Deg!
Ucapan itu membangkitkan ingatan yang sudah ia kubur lama kembali mencuat. Episode dimana ia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri. Seorang wanita paruh baya yang ia panggil Ibu tengah beradu mesra dengan laki-laki yang ia ketahui bahwa itu bukanlah Babanya. Marka yang sudah kelas 3 SMA saat itu begitu terkejut melihatnya.
Saat itu Baba belum tahu. Hanya Marka yang melihatnya. Marka berpikir bahwa setelah ketahuan olehnya, mungkin Ibunya akan berubah. Tapi ternyata tidak.
Beberapa bulan kemudian. Saat Marka lulus ujian persamaan perguruan tinggi, ia kembali memergoki Ibunya melakukan hal yang sama. Hanya saja tidak di lakukan di rumah. Tapi, di mobil. Marka yakin bahwa Ibu dan lelaki selingkuhannya itu tak mengetahui bahwa ada Marka di sana yang melihat hal itu.
Hari yang harusnya menjadi hari bahagianya malah menjadi hari terburuk dalam hidupnya. Karena tepat malam itu juga Baba memutuskan untuk bercerai dengan Ibu. Semua kebisingan yang terjadi di rumah. Adu pembelaan yang terdengar basi di telinganya menggema pilu di dalam rumah. Ia bahkan sampai lupa mengabari bahwa dirinya lulus ujian persamaan.
Marka membawa semua adiknya di dalam kamarnya Rafa yang letaknya cukup jauh dari ruang tamu di mana pertengkaran itu terjadi. Memberikan pengertian sederhana bahwa orangtuanya hanya tengah berbicara dengan suara keras. Kala itu hanya Caraka dan Adi yang mengerti dengan polosnya akan alasan itu. Sementara saudaranya yang lain langsung cepat mengerti bahwa orangtua mereka bukan hanya berbicara biasa. Padahal Hanendra dan Nanda saat itu baru berusia 8 tahun dan 7 tahun. Mereka seolah dewasa secara tiba-tiba atas tragedi hari itu. Hanya saja mereka tak mengetahui dengan pasti penyebab perceraian itu terjadi. Apalagi tentang Ibunya yang memiliki selingkuhan. Semua itu hanya Marka yang mengetahuinya. Bahkan Baba sekalipun tak pernah tau bahwa Marka menjadi saksi pertama perselingkuhan itu terjadi. Ketika saudaranya dewasa pun Marka hanya berkata bahwa Ibunya memiliki laki-laki lain. Tidak kurang dan tidak lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanficWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...