"Baba drop."
Berita itu membuat lutut Jevano lemas seketika. Tuhan sedang menguji keluarganya akhir-akhir ini. Nanda yang baru datang dari dapur dengan membawa nampan berisi makanan seketika menegang. Untung saja nampan itu tidak sampai jatuh dari tangannya. Hanendra memejamkan matanya kuat. Menghela nafas dengan perlahan. Emosinya begitu membuncah di otaknya. Ini apa lagi ya Allah?
Sementara mata Adi mulai memerah. Ia mencoba menahan tangisnya dengan sekuat tenaga. Dengan Caraka yang mengusap punggungnya dengan sayang. Padahal semenit yang lalu keduanya baru saja bertengkar perihal gitar. Tapi mendengar ini Caraka kembali menempatkan dirinya sebagai abang bagi Adi. Caraka tentu saja ikut kalut mendengar berita yang di sampaikan Rafa. Tapi ia tak mau menambah beban orang-orang di sana dengan kekhawatirannya.
"Terus gimana?" tanya Jevano yang segera tersadar atas situasi yang terjadi.
"Abang bakal ke Bandung," kata Rafa.
"Kalau gitu Jevan ikut."
"Nanda juga."
"Caraka sama Adi juga mau ikut."
Rafa menggeleng pelan. "Jangan, Ehsan gak ada yang jaga."
Alis Hanendra menukik tak suka. "Ehsan gapapa, Bang. Ehsan masih kuat. Ehsan juga mau ikut!" Pandangannya lurus menatap netra Rafa yang terlihat tegas kala itu. Tapi Hanendra gak mau kalah. Dia tetap bakal ikut. Gimanapun caranya.
Anak-anak Gamaka serta Karin yang berada di situasi genting itu juga bingung harus seperti apa. "Maaf nyela. Tapi kalau boleh lebih baik kita aja yang bawa mobilnya. Kalian semua lagi gak dalam keadaan baik buat bawa kendaraan." Fathur menyela di balik suasana hening kala itu. Menarik perhatian semua orang di sana. Fathur tau bahwa ini bukan ranahnya. Mau sedekat apapun seorang teman. Urusan keluarga itu kadang sensitif. Tapi Fathur gak bisa ngebiarin kekacauan itu terjadi di depan matanya. Apalagi jika ia membayangkan Rafa, Jevano atau Nanda yang menyetir kendaraan dalam keadaan hati dan pikiran yang tak tenang. Fathur tidak mau hal-hal yang tidak di inginkan terjadi.
"Ehsan setuju. Biarin temen Ehsan aja yang bawa mobil. Jangan bang Rafa ataupun bang Jevan."
"Kita mau ke Bandung, Tur."
"Fathur tau. Makanya biarin kita yang bawa mobil."
Rafa terdiam. Ia memang tak bisa membawa mobil sekarang. Jujur tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Di tambah kabar Baba membuatnya kalut seketika. Rafa juga tak bisa membiarkan Jevano yang menyetir. Karena mereka dalam kondisi yang sama. Sama-sama tengah kalut. Begitupula Nanda.
"Ya, udah." Rafa melempar kunci mobilnya pada Fathur yang untung saja refleksnya bagus. Sehingga kunci mobil itu dapat ia tangkap dengan baik.
Semuanya langsung bersiap-siap. Caraka, Adi dan Nanda langsung membawa beberapa perlengkapan yang mungkin saja mereka butuhkan. Sementara Rafa mempersiapkan perlengkapan Hanendra. Karena adiknya itu begitu keras kepala untuk bisa ikut. Fathur sedang mengeluarkan kembali mobil milik saudara temannya itu. Sedangkan mobilnya yang satu lagi di bawa oleh Ihsan.
Karin yang sedari tadi menjadi pemerhati sedikit bingung harus membantu apa? Ia duduk di samping Jevano yang tengah melakukan chat dengan rektor bahwa ia akan mengambil cuti selama beberapa hari ke depan. Beruntunglah Jevano memiliki ordal agar cutinya bisa langsung di proses. Tak lupa mengabari teman-temannya bahwa ia tidak akan ada di Jakarta selama beberapa hari ke depan. Gadis itu memegang tangan Jevano pelan. Berhasil menarik fokus laki-laki itu.
"Everything's gonna be okay," katanya dengan tersenyum manis.
Hati Jevano menghangat. Ia tersenyum tipis. "I hope," balasnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanfictionWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...