"Gue gak nyangka moment pernikahan pertama di antara anak Baba ternyata harus di rumah sakit. Bahkan harus secara siri dulu."
Gisel melirik ke arah kirinya dimana Hanendra berada yang baru saja berucap seperti itu. Kemudian gadis itu menghembuskan nafasnya perlahan. "Takdir gak ada yang tau, Han. Kita cuma ngisi apa yang pengen kita isi. Pada akhirnya tetep Tuhan yang pegang kuasa buat menghapus atau bahkan nambahin dari apa yang udah kita isi," balas Gisel yang langsung mendapatkan tawa kecil yang berasal dari Ihsan yang duduk di sebelah kanannya.
"Apaan ketawa?!" sentak Gisel memukul lengan Ihsan yang malah makin kenceng ketawanya.
"Gue bahkan gak tau kalau temen gila gue ini bisa ngomong kata-kata permata kaya gitu," sindir Ihsan di ikuti tawanya.
"Mutiara! Apaan anjir kata-kata permata." Fathur ikut nimbrung.
Ihsan hanya tertawa mendengar balasan dari Fathur.
"Bajingan!" bentak Gisel kesal.
"Heh! Bahasa lu kontrol! Ini ada dua bocil denger." Nanda menyahut dari ujung kiri.
Sontak anak-anak Gamaka tertawa. Begitupula Hanendra yang tertawa kecil karena melihat Nanda yang marah sembari memeluk Adi dan Caraka. Lebih tepatnya menutup telinga kedua adiknya. Karin yang ikut menyaksikan juga terbawa arus atmosfer yang mulai membaik. Tidak se-sendu saat mereka pulang dari rumah sakit tadi.
Sementara Caraka dan Adi yang di tutup telinganya hanya menatap Nanda malas. Nanda tak tau saja berapa banyak kosakata kasar yang masuk ke dalam telinga mereka dari teman-temannya di sekolah. Atau bahkan tak jarang Adi dan Caraka menggunakan bahasa itu di sekolah.
Dari layar laptop terlihat ranjang Baba sedang di atur agar Baba bisa duduk dengan nyaman selama menyaksikan acara akad anak sulungnya.
Di sana Pak penghulu sudah memulai acaranya. Melakukannya sesuai dengan rundown yang sudah dipersiapkannya. Pembukaan acara sudah di buka. Saat ini Rafa tengah membaca ayat suci Al-Qur'an sebagai langkah selanjutnya setelah pembukaan. Laki-laki itu membaca surat An-Nisa ayat 1 dan surat Ar-Ruum ayat 21, yang di dengarkan dengan khidmat oleh semua orang di sana termasuk orang-orang yang ada di hotel.
Setelah melalui beberapa rundown acara. Akhirnya tiba pada puncaknya. Yaitu ijab kabul.
"Saya sudah buat contekannya kalau-kalau calon pengantin pria lupa, ya." Sang penghulu memberikan secarik kertas kepada Marka.
"Sudah siap?" tanya Sang penghulu memastikan.
Marka mengangguk mantap di susul oleh kata siap dari mulut ayahnya Anaya.
"Baik. Bapak bisa di pegang tangan calon pengantin prianya."
Marka menggenggam erat tangan ayahnya Anaya. Jantungnya semakin tak karuan saat tangan itu berjabatan dengan sosok laki-laki yang akan segera menjadi mertuanya.
"Bismillahirrahmanirrahim. Sebelum mulai alangkah baiknya kita beristighfar, memohon ampun. Berharap Allah mempermudah acara baik saat ini."
"Astagfirullah... Astaghfirullah... Astagfirullah."
"Baik, seperti latihan tadi, ya, Pak."
Ayah Anaya mengangguk mengerti. "Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Ananda Marka Fatih Mahanta bin Estu Ganendra dengan anak saya yang bernama Anaya Talika Vina dengan maskawinnya berupa uang tunai 25 juta rupiah dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanfictionWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...