"Wa'alaikumussalam. Abang!!"
"Hahahaha. Gimana sekolah?"
"Lancar! Adi ada kuis tadi."
"Dapet poin berapa?"
Adi tersenyum sungkan. "Cuma 89," katanya pelan.
"Woah! Hebat, dong. Susah gak?"
"Ya gitu." Adi tertawa kecil.
"Yang lain pada kemana?"
Adi terlihat menatap menatap sekelilingnya dan memang tak menemukan siapapun malam itu. "Semuanya lagi pada sibuk."
Marka tersenyum kasihan. "Sepi?"
"Sepi."
"Adi gapapa?"
"Gapapa. Lagipula Adi ngerti, kok."
Marka mengangguk. Lalu handphone yang di pegang Adi layarnya menjadi buram dan tidak menentu. Seperti tengah terombang-ambing. "Bang?" panggil Adi memastikan.
"Anak Baba!!"
Netra si bungsu membulat sempurna. Sosok yang sangat ia rindukan setengah mati. Kini berada tepat di depan matanya. "Baba!!"
"Halo, Adi."
"Baba!!! Adi kangen~"
Baba mendecih pelan kala mendengar suara rengekan Adi yang di sertai wajah memelas. "Baru kemarin siang video call-an."
Senin malam. Baru pukul setengah delapan malam, tapi para penghuni rumah sudah tidak ada yang berkeliaran di luar kamar; ruang tamu. Karena selepas Shalat Isya dan makan malam semua anggota Mahanta langsung pergi menuju kamarnya masing-masing. Menyisakan Adi yang mau melanjutkan makan ronde keduanya dengan cemilan yang biasa ada di meja tamu. Dan saat itulah handphone yang biasanya tak ia bawa bergetar. Menandakan panggilan masuk. Yap! Marka melakukan video call selepas urusan ringannya selesai.
"Bang Marka jahat banget, Ba."
Lantas wajah Marka kembali terpampang di kamera. Bersebelahan dengan wajah Baba yang kini tengah mengerutkan alisnya bingung atas ucapan Adi barusan. "Mau ngadu apa, kamu?" Marka cepat-cepat mengantisipasi apa yang akan di bicarakan oleh si bungsu.
"Jahat gimana, Di?" tanya Baba kemudian.
"Masa, Abang pergi ke Bandung Adi gak di ajak. Mana lama banget masa, Ba di sananya. Adi, kan juga pengen ikut."
Marka menghembuskan nafasnya berat. Hal ini lagi yang di bahas rupanya. "Adi kan masih sekolah. Gak boleh bolos, tau! Kalau bolos nanti gak bisa naik kelas."
"Gapapa kalau Adi gak naik kelas biar bisa pindah sekolah di Bandung."
Marka yang menggeleng kepala taluk begitu kontras dengan Baba yang tertawa ngakak. "Dapet rencana kaya gitu dari siapa, Di?"
"Dapet ilham dari bintang."
"Jangan kebanyakan main sama bang Rafa, Di. Otaknya jadi eror gini."
Di layar terlihat Baba menepuk pelan tangannya Marka yang membuat si bungsu tersenyum puas karena mendapat pembelaan secara tidak langsung. "Adi lagi ngapain di ruang tamu sendiri?" tanya Baba.
Adi tak menjawab namun tangannya mengangkat sesuatu dari sana. Dan, ya itu setoples makanan ringan. Marka dan Baba hanya bisa tertawa.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanficWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...