seneng, deh liat respon kemarin ㅋㅋㅋ
voment lagi dong 😚 💚anw
Happy Reading 💚=====
Bangunan dengan di dominasi cat putih ini selalu menjadi tempat yang tak menyenangkan bagi siapapun itu. Tempat di mana orang-orang terlihat khawatir, kecewa bahkan sampai yang putus asa. Tempat dimana lantunan doa paling tulus terdengar. Tempat dimana orang-orang terkadang salah menempatkan harapan. Dan tempat dimana nafas terakhir berhembus.
Nanda selalu tak suka rumah sakit. Ia tak pernah merasa senang jika datang ke tempat dengan bau ethanol itu. Dulu dia punya masa lalu yang kelam di rumah sakit.
Nanda kecil yang terlalu sering keluar masuk bangunan putih itu. Nanda kecil yang selalu terlihat putus asa setiap dokter akan menjelaskan situasi yang terjadi pada tubuhnya. Nanda kecil yang paling sering mendengar suara tangis saudara dan Babanya. Nanda kecil yang terlalu sering bersikap baik-baik saja meskipun tubuhnya tak menunjukkan hal yang semestinya.
Dan kini untuk yang kesekian kalinya lagi Nanda harus berurusan dengan rumah sakit. Bukan dengannya. Tapi saudaranya. Kejadian tadi benar-benar membuatnya sulit berekspresi. Karena terlalu banyak emosi yang menguasainya. Ditambah keadaan adik kecilnya yang masih perlu pelukan untuk meredam tangisan.
Kondisi malam yang mulai kondusif. Hanendra yang sudah terbaring di ruang rawatnya. Gisel yang juga sudah mendapatkan kamar karena kondisinya yang down. Jevano dan Rafa juga sudah mendapatkan perawatan atas luka-lukanya. Dan seperti yang Adi prediksi. Lengan kiri Rafa perlu di jahit. Karena luka yang terlalu panjang juga cukup dalam. Tak banyak yang terjadi pada tubuh Jevano selain lebam di wajahnya serta goresan tipis tepat di keningnya.Mereka semua sudah berada di dalam kamarnya Hanendra. Hanya Nanda yang berada di kamarnya Gisel. Karena ia takut sesuatu terjadi. Sementara Gisel tidak ada wali yang bisa di hubungi. Karena semua barang gadis itu sudah di ambil oleh laki-laki berengsek tadi.
Tak perlu waktu yang lama untuk Gisel sadar. Gadis itu sudah mulai membuka kelopak matanya. Nanda bangkit dari kursi untuk memastikan bahwa Gisel memang sudah siuman. "Sel," panggilannya pelan.
Gisel menautkan alisnya bingung melihat keberadaan Nanda juga lingkungannya. "Na, gue—
"Lo pingsan."
Tiba-tiba Gisel terduduk dengan tegak hingga Nanda kaget di buatnya. "Kenapa?"
"Han! Han, gimana?" Gisel bertanya dengan wajah paniknya.
"Dia udah di ruang rawatnya."
"Gue mau liat." Nanda dengan cepat membaringkan kembali gadis itu sedikit dengan paksaan.
"Lo bisa liat Han kalau tubuh lo udah baik-baik aja."
"Gue baik-baik aja, Na! Jauh lebih baik dari pada kondisi Han sekarang!"
Seketika mata Nanda terpejam atas suara tinggi Gisel yang memaksanya untuk bisa melihat Hanendra. "Fisik lo baik. Dalemnya diri lo gak baik. Jadi, sekarang nurut sama gue. Lo bisa liat Han besok pagi."
Gisel diam. Air mata itu kembali menetes. Seketika rasa menyesal kembali menyeruak dalam dadanya. "Harusnya gue usir Han aja saat itu. Harusnya gue gak sibuk minta tolong, supaya Han gak masuk ke dalam gang itu. Harusnya gue—
Suara Gisel terhenti. Teredam isak tangisnya yang semakin besar. Ia benar-benar menyesal telah menjadi alasan atas apa yang terjadi pada Han saat ini. "Gue minta maaf, Na. Karena gue Han jadi kaya gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanfictionWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...