Semilir angin malam menerpa wajahnya. Meniup halus rambut-rambutnya. Menikmati angin segar katanya. Tapi Nanda mungkin lupa bahwa dia yang sering mengomel tentang bahayanya angin malam kepada saudaranya. Tapi kini malah dirinya sendiri yang melakukan hal itu.
Sejak selesai sholat Isya Nanda berdiam di sana. Mengerjakan job descnya. Mengomel sendiri karena beberapa hal. Meski sudah di suruh masuk ke sekre beberapa kali oleh teman-temannya yang lain. Nanda tetap menolak. Katanya ia butuh suasana yang kondusif untuk mengerjakan beberapa kekacauan yang terjadi.
Tak di pungkiri pula. Meski tangannya mengerjakan sesuatu, tapi kepalanya begitu penuh. Pikirannya bercabang kesana kemari. Banyak sekali yang ia pikirkan. Dan salah satunya adalah kondisi Caraka juga Adi. Mengapa pula ia sangat pelupa? Ah, dia jadi pengen marah lagi. Marah ke diri sendiri karena gak bisa memenuhi janji.
"Na."
"Na!"
"Nanda!"
Tubuh laki-laki itu terperanjat kaget. Lantas mendesis pelan. "Apaan, anjir!?" tanya kesal karena merusak acara melamunnya.
"Lo dari tadi di panggil gak nyaut! Mikirin apaan?"
Nanda diam sebentar. "Gapapa," jawab Nanda pelan.
"Ya, udah terserah, lo. Tapi tugas divisi lo udah selesai, kan?"
Nanda mengangguk. "Udah, dari Magrib juga udah selesai."
"Syukur, lah. By the way, lo udah makan?"
"Belom, lah. Lo liat dari tadi gue di sini."
"Lah, belom ternyata. Sekre dulu, lah. Si Abi bawa gorengan sama bajigur."
"Iya nanti gue nyusul." Nanda beneran lagi di fase magernya. Yang beneran gak mau ngapa-ngapain.
"Gak bisa nanti! Kalau sakit, semua repot!" Tangan Nanda lantas di tarik paksa untuk segera masuk kedalam sekre.
"Masih ada gak?"
"Dateng-dateng langsung nanyain masih ada apa engga."
"Nih, si Nanda belom makan."
"Lah, anjing. Dari tadi kemana aja?"
"Di luar," jawab Nanda malas. Lantas duduk melingkar dengan gorengan dan bajigur sebagai porosnya.
"Untung masih nyisa, su! Udah mau di lahap abis tadi sama si Pentung."
"Anjing!" teriak laki-laki melemparkan bukunya karena disebut Pentung.
Nanda tak lagi ikut campur berucap setelahnya. Karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Memberi makan anak-anaknya yang sedari tadi terus meminta jatah; cacing. Meski pada faktanya Nanda sangat malas untuk bahkan sekedar membuka mulutnya. Tapi apa yang di ucap oleh kahimnya tadi ada benarnya juga. Ia tak bisa sakit dalam jangka waktu dekat ini. Karena acara mereka akan segera terlaksana.
"Abis ini gue mau tidur dulu sebentar. Ada kelas pagi juga entar," ujar Nanda kemudian menyeruput bajigur panasnya.
"Pak Wili?"
Nanda mengangguk sebagai jawaban. "Bukan kelas pagi anjir! Itu mah kelas subuh. Belom jam 7 udah otw kelas." Nanda tergelak karena ucapan temannya telak sekali kebenarannya. Mungkin karena rumah si dosen berada di dekat kampus. Sehingga bisa dengan cepat sampai di lokasi.
Setelah mencerna dengan baik gorengan dan bajigur, Nanda segera merangkak masuk lebih dalam menuju sudut sekre. Mencari posisi nyaman yang ia bisa tempati untuk sejenak mengistirahatkan kepalanya. Tapi tak semudah itu rupanya. Karena kepalanya terus saja memikirkan pembicaraan dirinya dengan sang adik, Caraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanfictionWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...