"Lo! Ikut gue!"
Adi menatap 3 laki-laki yang ada di hadapannya. Laki-laki dengan tatapan tajam menatapnya. Adi yang notabenenya adalah anak baru di sekolahan tersebut jelas merasa cukup takut dan khawatir. Tapi di datangi secara tiba-tiba apalagi dengan kekacauan yang mereka buat di kelas, membuat Adi cukup emosi dibuatnya. Bukan apa. Mereka bertiga datang dengan menendang pintu kelas. Lalu mendang apapun yang sebenarnya tak menghalangi jalan mereka. Semua anak kelas sudah keluar kelas dari pertama kali pintu di tendang dengan keras.
Drama!
"Maaf, ya, Kak. Gue gak ada urusan," kata Adi tak peduli lalu kembali melanjutkan acara menulisnya.
"Wah, belagu. Baru kelas 10 udah berani jawab omongan gua!?" Salah satu diantaranya menggebrak meja. Yang lainnya menarik paksa buku dan alat tulis Adi lalu melemparnya ke sembarangan arah.
Adi takut. Sungguh. Tapi ucapan Nanda dan Rafa tentang menjaga diri terus saja berputar di otaknya. Ia akan buktikan bahwa ia pun bisa menjaga dirinya sendiri. "Mau apa, sih!?" tanya Adi kesal. Menatap ketiganya.
"Gua bilang. Lo ikut gua!"
"Mau apa? Gue gak merasa ada urusan."
Laki-laki yang sedari tadi diam memperhatikan langsung menyingkirkan kedua temannya lalu menarik kerah Adi sampai anak itu bangkit secara paksa. Diluar sudah teriak heboh melihat kejadian itu.
"Lo apain cewe gua?" tanya laki-laki itu dengan suara yang menekan. Mencoba menciutkan mental anak laki-laki yang kini malah menatapnya nyalang sembari terkekeh meremehkan.
"Oh, yang kemarin gue bawa ke rooftop?"
Bugh!
Satu tinjuan melayang ke pipinya. Tubuhnya mundur beberapa langkah ke belakang. Seketika pipi terasa kebas. Bibirnya perih. Mungkin robek.
Adi lantas tertawa pelan kembali. Bibirnya terangkat sebelah. "Kenapa? Panik? Padahal lo yang bikin dia nangis. Tapi malah nunjuk gue seolah gue yang bikin dia nangis."
Laki-laki yang meninjunya itu kembali tersulut emosinya. Ia bersiap melayangkan kembali bogemnya sebelum akhirnya sebias suara bercampur teriak memberhentikan niatnya.
"Kak Ardi!"
Seorang laki-laki yang di panggil Ardi itu lantas tertawa pelan. Tatapannya meremehkan gadis itu. Tiba-tiba ia bertepuk tangan. "Liat. Pemeran utama kita datang."
Gadis itu berjalan mendekat, lalu diam di samping Adi yang tengah menatapnya. Sekilas melihat luka itu membuat hatinya merasa bersalah. "Kak Ardi, tuh apa-apaan, sih!? Kenapa malah cari ribut sama orang lain gini!?"
"Lo tanya kenapa? Harusnya gue yang nanya. Udah ngapain aja lo disana? Di bayar berapa sih? Sampai mau sama anak cupu kaya dia!?"
Gadis itu menganga tak percaya atas ucapan laki-laki yang digadang-gadang adalah kekasihnya itu. Tapi belum sempat membalas ucapan kekasihnya. Adi sudah lebih dulu melayangkan satu pukulan penuh pada wajah laki-laki itu. "Kalau brengsek. Brengsek aja. Gak usah sama bejadnya juga di embat," ucap Adi dingin.
Adi menatap sekilas gadis itu. Lalu pergi keluar tanpa mempedulikan teriakan laki-laki yang baru saja ia tinju wajahnya.
•••••
"Kenapa?"
Sudah pasti dan sudah jelas. Akan ada pertanyaan seperti ini jika orang-orang melihat bibirnya yang sobek serta lingkaran lebab di sekitarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]
FanficWARNING!! NOT B×B AREA!! Cerita dengan konflik-konflik klise di dalamnya. Ini pure terinspirasi sama rasa kekeluargaan anak-anak Dream dengan bagaimana takdir bermain bersama mereka. "Kenapa topik ini lagi, sih, Ba?" - Marka "Cinta...