15. Yang di Takuti

4.4K 392 26
                                    

     Ingat tentang kejadian Adi yang bermasalah dengan geng kakak kelas yang katanya di takuti di sekolah? Sejak adu jotos kala itu Adi berusaha untuk tidak kembali berurusan dengan gengnya atau bahkan dengan gadis yang membuatnya harus memukul orang lain.

     Ia berusaha untuk tak ambil pusing untuk setiap kejadian yang terlihat oleh matanya. Meskipun hatinya tak bisa bohong. Ia selalu ingin membantu.

     Tapi entah sejak kapan, Adi tak ingat. Yang jelas Ardi dan kawan-kawannya lebih sering membully orang lain. Dan itu terjadi selalu tepat di depan matanya. Jika Caraka bilang bahwa ia lebih di takuti di sekolah. Maka, Adi akan menyimpulkan, bahwa Caraka hanya akan turun tangan jika itu adalah problematika besar.

     Karena bukannya apa. Adi pernah sekali tidak sengaja melihat Caraka yang hanya lewat begitu saja. Padahal ada seorang laki-laki dengan kacamata tebal yang tengah di olok-olok oleh temannya yang lain. Hingga akhirnya Adi bertanya. Mengapa abang beda satu tahunnya itu hanya melewatinya begitu saja? Dan jawaban yang di berikan Caraka cukup membuatnya tercengang.

     "Hidup ini punya banyak aturan. Gak semua hal akan berakhir menyenangkan. Sesekali teriak karena kesakitan itu gak masalah. Bukannya gue gak peduli. Tapi dia bakal mikir dengan sendirinya. Kalau sebenernya dia mampu ngelawan orang-orang yang ngebully dia. Tapi karena dia punya rasa takut yang tinggi akhirnya dia cuma diam."

     Tentu Adi merasa sangat tidak setuju atas statment tersebut. Ia mengerutkan alisnya tak terima. "Gak bisa gitu, lah! Emang lo tau dari mana kalau orang yang lagi di bully itu mampu ngelawan? Kalau dia mampu ngelawan, dia gak mungkin di bully!"

     "Ya, justru karena itu!—"

     Caraka menjeda ucapannya. Sementara pandangannya mengarah pada seorang pengamen kecil yang tengah berusaha mendapatkan uang dari sebrang jalan sana. "Dunia itu keras, Di. Kalau kita di bully diem aja. Kita gak akan mampu ngehadapin kerasnya dunia luar. Kita perlu dorongan buat kuat. Dan jadi kuat bagi setiap orang itu beda-beda. Ada yang perlu di jatuhin dulu baru mau bangkit. Ada yang baru di senggol dikit udah ngamuk kaya yang lagi PMS

     "—kita emang perlu pendorong supaya bisa berubah. Tapi kalau mind yang kita punya gak mau berubah. Gak akan ada yang bisa berubah."

     Dan itu menjadi kalimat penutup sore itu. Ketika mereka baru saja pulang sekolah. Adi tak mampu mendebat lagi ucapan Caraka. Ia hanya diam. Meski banyak hal yang berkecambuk dalam kepalanya, ia tak mampu mengutarakan hal itu.

     "Woi!"

     Adi tersentak. Ia kaget bukan main karena suara yang datang tepat dari arah depan wajahnya. "Kaget!"

     Teman kelasnya yang tadi iseng mengagetkannya tertawa pelan. "Lagian dari tadi ngelamun terus. Ngapain, sih?"

     "Kepo banget jadi orang."

     Zain temannya Adi itu mendesis pelan. Lantas ia membuka bekal makan siangnya yang membuat Adi mengalihkan eksistensinya. "Apaan, tuh?"

     "Lontong."

     "Lontong? Mana kuahnya?"

     Zain mengangkat sebuah plastik bening dengan kuah kuning di dalamnya. Membuat Adi lantas tertawa. "Ada aja idenya."

     Ngomong-ngomong. Zain ini adalah satu-satunya teman Adi yang memang satu frekuensi dengannya. Punya kakak yang protektif. Selalu di bawakan bekal makan siang, tak punya banyak teman dan yang jelas adalah anak yang mageran. Hanya bedanya kakaknya Zain adalah kakak perempuan sedangkan ia adalah kakak laki-laki.

Dear Mahanta || 7 Dream [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang