-12-

61.5K 5.8K 23
                                    

Riana melangkah memasuki kelas, ya kelas yang selalu rusuh.

Ia meletakkan tas warna beige nya ke kursi, lalu menoleh ke arah Rea yang terus menunduk, sembari mencoret abstrak bagian belakang buku nya.

"Heh sayang tuh tinta, habis cuman nyoret-nyoret nggak jelas," ujar Riana membuka suara.

"Baru datang udah ngomel, ngajak berantem?" tantang Rea, tentunya ia hanya bercanda.

"Idih, gaya Lo, eh tunggu-tunggu, itu muka Lo kenapa? habis perang dari mana?" tanya Riana tiba-tiba, ia menutup mulutnya menahan tawa.

Rea lupa, akhirnya kembali ia menunduk dalam-dalam, lalu menaruh rambutnya di kedua sisinya, berniat untuk menutupi wajah nya.

"Ooh, gara-gara itu Lo nunduk mulu?" Tanya Riana.

"Kamu nenye?" gerutu Rea pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Riana.

Tawa yang ditahan Riana akhirnya pecah, hanya dengan dua kalimat itu, entah kenapa sukses membuat ia tertawa terbahak-bahak.

"Iii, Riana, udah jangan ketawa lagi, makin diliatin orang tuh," peringat Rea lalu menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan nya.

"Lagian Lo dari tadi becanda mulu, tiba gue ketawa Lo nggak terima, gimana sih?" tanya Riana dengan sisa tawa nya.

"Ini tuh aku mau pakek make up lagi kayak yang kamu buat, udah liat tutorial di YouTube juga, awalnya kayak cantik jadi aku terusin, eh lama-lama hasilnya malah jadi kayak gini, terus, terus, pas aku mau hapus nggak ilang-ilang, malah makin lebar, nggak bisa dihapus juga, karena takut telat, yaudah aku biarin deh," jelas Rea dengan nada yang lesuh.

"Emang lo ngehapus nya pakek apa sih? kok nggak hilang? walaupun itu waterproof bisa ilang juga kali, bukan langsung jadi permanen," tanya Riana bingung.

"Aku ngehapus nya pakai air galon," jawab Rea mengangkat wajahnya.

Riana menutup wajahnya, rasa ingin tertawa kembali lagi, namun dicampur juga dengan rasa kesal atas jawaban Rea.

"Reaaa, astagaaa, sabar banget gue kalok ketemu sama Lo," Riana melihat ke seluruh penjuru arah, lalu menghela nafas, untung saja tidak ada yang peduli dengan pembicaraan mereka, kalau tidak, pasti Rea sudah diolok-olok.

Ia meraih sesuatu dari dalam tas nya, lalu memberinya kepada Rea, micellar water. Entah kenapa belakangan ini ia terus membawa benda itu.

"Noh pakek ini baru bisa, udah
Lo ke toilet sana, bersihin sampe bersih, udah kayak tentara mau perang aja Lo," ledek Riana.

"Oh iya, jalan nya jangan nunduk mulu, entar nabrak orang susah cerita nya, mending yang Lo tabrak cogan, lah kalau yang Lo tabrak modelan nya kayak si kawin gimana?" peringat Riana memelankan suaranya.

"Ketemu malaikat dong berarti," jawab Rea yang membuat Riana kebingungan.

"Malaikat pencabut nyawa tapian," lanjut Rea lagi, mereka berdua tertawa pelan menganggap pembicaraan mereka sangat lucu, padahal tidak ada yang lucu, jatuhnya malah aneh.

***

"Re," panggil Riana, setelah lonceng istirahat sudah berbunyi.

"Hm," jawab Rea berdehem, masih tetap fokus mencatat yang ada di papan tulis, dia ini tipe orang yang lambat menulis, orang sudah di Sabang dia masih di Papua Nugini sangking lamanya.

"Lo nggak risih apa pakai kacamata segede gaban kayak gitu?" tanya Riana penasaran.

"Hah? Kamu dulu juga pakai ini kan? Pasti kamu tau lah rasanya, kalau udah biasa sih, ya nyaman-nyaman aja," jawab Rea tanpa menoleh sedikitpun, melanjutkan catatan nya dengan kepala yang naik turun.

"Ye itumah dulu, sekarang gue udah beda, udah ah Lo pakai softlens yang gue beli kemarin aja, Lo nggak liat nih gue udah kayak eonni eonni Korea?" ujar Riana lalu bergaya seolah-olah ada kamera di depan nya. Narsis emang. Tindakan nya itu juga menarik perhatian para kaum Adam yang ada dibelakang mereka.

Rea meringis pelan, lalu menggeleng kecil.

"Nggak ah, aku nggak paham makenya, nanti kayak tadi pagi, tapi bedanya bukan orang yang mau perang tapi orang yang setelah perang, mata nya merah," jelas Rea sedikit terbelit-belit.

"Aelah Lo semua nya kagak bisa, yang Lo bisa apa sih?" Riana memutar bola matanya kesal.

"Mencintai kak Ken," jawab Rea malu-malu.

"Hadeh mulai nih mulai," balas Riana malas, lalu siluet seseorang yang melewati kelas mereka menarik perhatian nya, ia tersenyum penuh arti.

"KENN!!" teriak nya cepat, tepat sekali laki-laki itu lewat.

"Dih nggak percaya, aku itu nggak mudah dikibulin, panggil aja panggil, aku nggak takut," ujar Rea, namun ia menyesali perkataan nya itu setelah melihat ke arah pintu kelas mereka.

Dan yah, laki-laki itu benar-benar ada, dan melangkah ke arah mereka, Riana terpekik kegirangan melihat wajah panik Rea.

"Hm?" tanya Ken langsung. Bertanya ke Riana tapi pandangan nya ke Rea yang sedang menunduk. Dasar!

"Sini deh gue mau nanya, Rea cantikan pakai kacamata atau enggak?" tanya Riana antusias ingin menjebak Rea.

Ken mendekati Rea, lalu memandang lekat wajah gadis itu.

Dahi nya menyerngit, lalu semakin mendekat ke wajah Rea.

Rea menahan nafas nya terkejut, lalu perlahan kacamata nya di lepas oleh
Ken.

"Sama aja,"

"Sama-sama cantik," lanjutnya sembari tersenyum, ya senyuman nya sangat tampan.

Riana melongo, ini namanya peluru makan tuan.

Niat ingin menjebak Rea, eh malah dia yang terjebak.

Ia ingin seperti di novel-novel, dan itu benar-benar terjadi, tapi kenapa tidak ada romantis-romantis nya seperti yang ia bayangkan.

Sekarang ia hanya menyaksikan adegan ala-ala novel di depan nya,  jatuhnya ia hanya menjadi cameo disini, yang hanya membantu si pemeran utama wanita untuk menjalin hubungan dengan si pemeran utama pria.

Tak tahan dengan ke-uwwan itu, ia memilih pergi ke kantin meninggalkan kedua insan itu dengan teman sekelasnya yang memandang iri ke arah Rea.

"Daripada jadi nyamuk mending makan." ujar Riana lalu melangkah pergi, makan tetap nomor 1.


Tbc.

Spesial, 600 view, 600 aja nggak ada K nya')

Si Culun Glow Up [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang