-36-

29.2K 3.5K 18
                                    

10 tahun yang lalu

Seorang anak laki-laki tampan memerhatikan rintik-rintik hujan yang awalnya hanya satu persatu lalu mulai beramai-ramai jatuh membasahi bumi.

Ia berlari cepat ke arah saudara laki-laki nya.

"Bang Arkan! Diluar hujan!" Pekik anak laki-laki itu, Aldreano nama nya.

"Terus?" Laki-laki yang masih duduk di bangku kelas 1 SMP memandang datar adiknya, ia malas berbicara, tubuhnya drop lagi.

"Hayuk main hujan?" Ajak Al.

"Mager," jawab Arkan singkat.

"Iss, jadi cowok itu jangan mager-mager, liat Al, selalu semangat," cibir Al.

"Lo nya aja yang Hyperaktif," ledek Arkan tak mau kalah.

"Alahh bilang aja Bang Arkan takut hujan," balas Al sembari bersedekap dada.

"Heh bocil, gue tuh lagi sakit, ya kali malah main hujan, nanti kena semprot bunda," tolak Arkan lalu kembali fokus dengan bukunya, bahkan saat sakit pun ia masih sanggup membaca buku.

"Mending Lo belajar, biar nggak dapet ranking terakhir mulu," lanjut Arkan lagi

"Bang Arkan sih sakit mulu, padahal makanan kita beda, bang Arkan selalu makan yang sehat, yang enak-enak, kalau Al mah makan apa aja yang dikasih Bunda, nggak sakit tuh," balas Al dengan wajah cemberut.

Arkan menatap wajah adik nya itu lagi, hati nya teriris mendengar ucapan polos adik nya itu.

"Oke ayo main, Abang temenin," putus Arkan, ia tak ingin adik nya bersedih, setidaknya ia anak yang penyakitan ini berguna bagi keluarga nya terutama adik nya ini yang jarang ia ajak bermain.

"Nggak ah, Al baru inget, terakhir Bang Arkan kena hujan karena telat pulang, Bang Arkan langsung drop terus masuk rumah sakit, 2 Minggu baru pulang, Al nggak mau,"

"Nggak apa-apa deh kita nggak main hujan, yang penting Bang Arkan selalu disamping Al, kalau Bang Arkan sakit lagi, aku bosan nggak ada yang bisa diajak ngobrol," lanjut Al.

Arkan menatap wajah adik satu-satunya itu, mata nya memanas memandang wajah polos itu, adik tampan nya yang baik dan ceria, ia ingin melihat tumbuh kembang anak nakal ini, walaupun itu terdengar mustahil baginya.

Tapi apa salahnya berkhayal?

"Kok Bang Arkan nangis?" Tanya Al dengan mata bulatnya, sesekali ia memandangi hujan yang masih mengguyur kota nya, ia benar-benar sangat ingin bermain di bawah cairan yang berjatuhan itu.

"Nggak nangis, cuman ngantuk aja, Yaudah jadi nggak nih main hujan nya? Kebetulan Abang ngantuk biar seger dulu," kali ini ia harus menuruti permintaan adik nya, siapa tau ini yang terakhir.

"Seriusan nggak apa-apa? Tapi Abang lagi sakit, kecuali tadi Abang lagi vit, pasti Abang nggak bakalan sakit, jadi aku berani mainnya," ujar Al dengan tatapan ragu.

"Iya seriuss Al bocelll," balas Arkan sambil mengunyel-unyel pipi adik kecilnya itu.

"Nggak ah, nanti aku kena marah Bunda kalau Abang kenapa-napa, iss tapi ini seriusan?" Ujar Al bimbang.

"Ah lama," balas Arkan langsung membuka pintu rumah dan berlari membiarkan tubuhnya diterpa air hasil penguapan itu. Ia melompat-lompat memanggil adik nya yang masih mematung di ambang pintu.

"Ayo bocel kejar gue kalok bisa," ajak Arkan.

Al yang ditantang itu pun tak bisa menolak, ia paling tidak bisa di tantang, dengan segera ia melupakan keraguan nya tadi.

Asik bermain, tidak memperdulikan apa yang akan terjadi ke depan nya, mumpung orang tua mereka tak ada dirumah.

Mereka berlari sambil tertawa, momen yang hangat bagi Arkan sebelum pandangan nya mengabur, nafas nya semakin memberat, rasa nyeri di dada nya membuat ia menghentikan langkahnya.

Kepala nya sangat sakit, rasanya seperti ditusuk-tusuk, cairan merah keluar dari hidung nya, dan perut nya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu.

"Huekk," akhirnya ia memuntahkan cairan merah dari mulutnya, ia melemah, kaki nya seperti jelly tak tahan lagi menahan berat badan nya yang tak seberapa.

Akhirnya ia pun tumbang, batu hias yang ada di halaman rumahnya pun sukses menjadi bantalan kepala nya.

Cairan merah bertambah semakin banyak, dan bercampur dengan air hujan yang masih deras membentuk kubangan berwarna merah.

"BANG ARKAN!!" Pekik Al ketakutan.

Ia berlari setengah mati, raga nya seakan melayang, mata nya memanas, pemandangan mengerikan yang tak seharusnya dilihat anak berusia 7 tahun seperti nya.

"Bang Arkan! Bangun! Al takut Bang! Bunda sama Ayah belum pulang, nggak ada yang bisa nolongin, pagar dikunci Abangg! Jangan bikin Al takut, Al cuman sendiri disini,"

"ABANG!" Teriak Al frustasi, anak polos itu menjauh ia tidak berani, warna merah itu membuat kepala nya pusing, bau anyir pun menyeruak menusuk penciuman nya.

"Abang, nanti Al kenak marah Ayah Bunda, Abang nggak kasian sama Al? Al takut Abang," lirih anak laki-laki itu, ia menangis sesenggukan.

"Tolong! Tolong Abang nya Al, Tolongin Bang Arkan, siapapun tolong," teriakan nya yang tak seberapa teredam dengan suara deras nya hujan.

Meskipun ia tau sekuat apapun suaranya, tak akan ada yang datang, tinggal di komplek perumahan mewah dengan penghuni pengusaha-pengusaha besar itu sangat mustahil ada yang di rumah di jam yang terlampau dini, seperti sekarang.

Semua nya gila kerja.

Ia melihat Abang nya itu, tak ada lagi pergerakan, dunia nya hancur, apa Abang kesayangan nya akan meninggalkan nya?

"ASTAGA ARKAN!" pekik seseorang, ia membalikkan tubuhnya, disana ada bunda nya yang baru saja membuka pagar rumah.

Tak lama sesudahnya, tamparan kuat dari ayah nya menghantam pipi nya, sehingga ia terjatuh hingga beberapa meter.

"Kan? Abang aku belum siap menerima kebencian dari mereka, tapi Abang tega ninggalin Al sendirian."









Satu bulir bening jatuh dari mata Aldreano yang terdiam menatap hujan yang tak kunjung reda sedari tadi.

Setelah hati nya tadi menghangat karena masih ada ocehan Riana yang menemani nya di mobil tadi.

Kini ia kembali merasakan sakit di dada nya, setiap ia melihat hujan, mustahil ingatan menyakitkan itu tidak muncul di kepala nya.

"Bang, kalau bisa, biar Al aja yang disana, Al nggak sanggup disini, Al sendiri disini, disini cuman Abang Arkan yang dicari, jadi apa alasan Al buat tetap disini?" Monolog nya, ia sudah tak tau sudah berapa kali ucapan itu terlontar dari mulutnya.

Air mata nya semakin mengalir deras, mengikuti deras nya hujan diluar sana.

Dunia ini suka sekali bermain dengan nya.




Dia hanya lelaki dengan tawa yang sering mengudara namun ada luka yang ditutupi nya



Tbc.

Si Culun Glow Up [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang