2

3.2K 422 11
                                    


     Seulgi memilih untuk putar balik motornya untuk pergi ke apartemen saja. Ini sudah malam dan mungkin akan menganggu neneknya yang baru saja terlelap tidur.

Begitu sampai, tubuh Seulgi sedikit bergidik. Udaranya cukup dingin tapi dia malah memberikan jaketnya pada orang asing.

Tapi tidak apa, Seulgi senang bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Meskipun ia tidak yakin orang itu benar-benar bertahan hidup atau tidak.

Seulgi membuat secangkir kopi untuk membantunya bangkit dari suhu dingin itu. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang dan ditemani sebuah buku novel. Seulgi sudah merasa lebih nyaman sekarang.

Beberapa halaman sudah selesai Seulgi baca, tiba-tiba saja ponselnya berdenting dengan nyaring.

Seulgi mengambilnya dan membaca pesan yang ternyata dari nomor tidak dikenal.

'Semicolon, kau sudah tidur?'

Sebuah senyuman terukir dibibir Seulgi, sepertinya wanita yang sudah ia tolong itu benar-benar akan melanjutkan hidup.

'Belum'

'Kau ingin bercerita?'

'Tidak'

'Aku hanya ingin kau tahu aku masih melanjutkan cerita hidupku.'

Seulgi tersenyum simpul. Bayangan wanita cantik itu kembali terlintas. Sayang sekali jika wanita itu menyianyiakan wajah cantiknya dengan bunuh diri bukan?

'Itu bagus. Aku jadi ingin mendengarnya.'

Seulgi menunggu beberapa menit sembari mengesap kopinya, tapi pesan itu tidak kunjung terbalas.

"Aku bahkan tidak tahu siapa namanya." gumam Seulgi.

Karena tidak kunjung dibalas akhirnya Seulgi memilih untuk menaruh ponselnya dan bersiap untuk tidur.

~

Pagi harinya Irene merasakan kepalanya sangat pusing. Dia menginap disebuah motel dan tidak peduli dengan teleponnya yang berdering sejak satu jam yang lalu.

Pria itu menelponnya, Irene bahkan tidak mau mendengar suara pria itu lagi.

Irene bangkit untuk mencuci wajahnya. Terlihat kebiruan disalah satu pipinya. Irene masih bersyukur tidak dua-duanya yang berwarna.

Saat kembali ke ranjang, Irene menatap sebuah jaket yang menemani tidurnya. Tidak ia sangka ternyata aromanya sangat menenangkan sampai Irene bisa tertidur dengan pulas.

Atensinya teralihkan pada ponselnya yang kembali menerima panggilan masuk. Kali ini bukan ayahnya, melainkan pimpinan produksi teater.

Dengan malas Irene mengangkat panggilan tersebut.

"Yeoboseyo?"

"Kau dimana?
Kenapa tidak mengangkat panggilan ayahmu?"

Irene menghela napas, seharusnya ia ingat kalau kedua pria itu adalah rekan kerja. Ia menyesal sudah mengangkat telepon itu.

"Aku sedang tidak ingin diganggu."

"Yha! Kau harus latihan.
Aktingmu memburuk beberapa hari ini."

"Keluarkan saja aku dari tim. Kita sudah tidak ada ikatan apa-apa lagi."

Semicolon || SEULRENE ✔ COMPLETE ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang