[12] -*KBL*-

245 16 8
                                    

Aku benar-benar menyesal karena sudah membuat mereka kecewa meski sebenarnya aku menjadi korban di sini, tapi mau bagaimana lagi, ini semua resiko yang harus aku terima.

Melihat mama dan kakak-kakak ku yang sudah menangis, lalu bapak yang diam, suami dari kakak-kakak ku berusaha untuk tidak memukul dan mengusir Kenzo membuatku frustasi bukan main.

"Jadi apa yang harus saya lakukan?" Lirih bapak

"Saya menjaga dia layaknya saya menjaga sebuah harta yang hampir punah, lalu harta itu hilang begitu saja tanpa sepengetahuan saya."

"Bohong jika saya tidak marah, apalagi kecewa, tapi saya bisa apa sekarang? Semuanya sudah hancur. Ketakutan saya selama bertahun-tahun mendidik seorang anak perempuan akhirnya gagal juga, Seberusaha apapun saya melindunginya, kehancuran itu datang dengan sendirinya"

Tangisku pecah mendengar perkataan bapak yang pelan namun penuh penekanan. Dia benar-benar kecewa padaku.

"Bapak maafin lala"

Aku berusaha menggenggam tangannya tapi tidak bisa, ia terus menghindar membuatku takut "Apa dengan cara meminta maaf masa depan kamu akan tetap sama seperti harapan bapak?"

Aku terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan darinya "Bapak tau kamu punya keinginan, punya banyak harapan, cita-cita, sampai akhirnya bapak dan mama tidak melarang kamu dalam hal apapun, mama dan bapak tidak memaksamu untuk melakukan kemauan kami selayaknya orang tua lain di luar sana pada umumnya untuk anak mereka karena cara mendidik anak di jaman sekarang tidak semudah dan sekeras mendidik anak jaman dahulu"

"Semakin kami melarang, semakin juga kalian memberontak. Tapi lihat sekarang, semuanya tetap terjadi. Harus bagaimana lagi cara mendidik anak? Semuanya serba salah"

Perkataan bapak seakan menusuk diriku, memang benar mereka tidak pernah melarangku dalam segala hal, malah sebaliknya, mereka selalu mendukung apapun keputusanku tapi sekarang aku malah menghancurkan kepercayaan mereka semua.

Aku melihat Kenzo yang meringis karena sempat terkena pukulan dari kak Satya serta orang tuanya yang masih diam seakan semuanya baik-baik saja.

"Berapa usia kandungan kamu?"

Pertanyaan dari kak Rizky membuat suasana semakin sunyi dan menakutkan untukku.

"Kata Dokter-nya 8 minggu" Ucapku dengan tangis

Tangis mama semakin kencang membuatku khawatir "Mama...."

Mama menghempaskan tanganku dan mendorongku agar tidak terlalu dekat dengannya, hal itu membuat hatiku sesak bukan main, sangat sakit.

Lalu setelah itu mama pingsan membuat orang rumah panik. Kak Aryo dan kak Lina membawa mama ke dalam kamar, ketika aku akan beranjak dari duduk di lantai kak Aryo melarangku "Kamu gak usah khawatir, soal mama biar kakak yang urus. Sekarang kamu selesaikan masalah ini dulu, setelah itu baru temui kami"

Aku tau mereka kecewa karena selama ini aku menutupinya sendirian, belum lagi aku dan Kenzo melakukannya tanpa ikatan pernikahan.

Aku juga tau jika mereka semua menahan emosi terutama kak Satya. Sebenarnya aku dan suami dari kakak-kakak sangat dekat. Apalagi kak Satya dan aku sangat dekat, dia selalu ada untukku, membantu aku ketika kesulitan ataupun lainnya. Dia menanggapku seperti adik kandungnya sendiri.

Kenzo berusaha mendekati ku yang masih bersimpuh namun bapak melarang pria itu dengan suara yang cukup tegas. Bapak bertanya padaku tentang apa yang terjadi meski Kenzo sudah menjelaskannya. Dengan bergetar dan suara yang sulit terkontrol karena tangisan aku berusaha menjawab setiap pertanyaan dari bapak.

Kenangan Bersama LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang