[30] -*KBL*-

253 20 3
                                    

"Sampai kapan kamu akan terus berpura-pura?"

Aku menoleh ke samping, menatap Alexandre yang menyetir "Pura-pura gimana?"

Alexandre memegang tangan kananku dengan tangan kirinya "Kamu lagi nyetir Alex, bucinnya di tunda dulu"

Dia malah tertawa "Ini bukan pertama kalinya aku pegang tangan kamu waktu lagi nyetir mobil"

"Iya, tapi kan tetep aja bahaya"

"Are you okay?"

Sebenarnya bisa saja menjawab pertanyaan itu, tapi entah kenapa itu terasa sulit untuk aku jawab.

"Kamu gak baik-baik aja kan?" Aku lebih memilih diam dan menatap jalan yang di lalui.

"Salanza, Mungkin saat ini banyak orang tau tentang apa yang kamu alamin, tapi kemungkinannya kecil untuk mereka mengerti. Makannya masih banyak orang yang berpikir apa yang kamu laluin gak ada apa-apanya dibandingkan apa yang pernah mereka rasain"

"Karena yang mereka lihat kamu baik-baik aja, kamu terlalu pintar untuk menutupi apa yang kamu rasakan. Bahkan kita aja yang tau secara detail soal hidup kamu, masih susah untuk mengerti kamu baik-baik aja atau gak?"

"Gak ada salahnya untuk menjaga privasi. Tapi kamu juga harus tau solusinya untuk mengeluarkan semua perasaan kamu yang ada. Dengan cara nangis? Boleh ko. Tapi setelah itu kamu harus janji sama diri kamu sendiri kalau besok semuanya akan kamu jalanin. Entah itu baik atau buruk, entah itu nyakitin atau bikin kamu tenang. Semuanya ada di tangan kamu Salanza"

Air mataku menetes mendengar semuanya. Jika boleh jujur, aku juga sudah sangat lelah karena ini semua.

Aku sudah melakukan segala cara untuk melupakan semuanya tapi tidak bisa. Mungkin mengurangi perasaan yang ada memang iya, tapi jika soal melupakan itu belum tentu, karena aku yang mengalami dan merasakan secara langsung akan tekanan serta rasa takut sehingga membuatku kesulitan untuk kembali menjalani hidup yang akibatnya aku berpikir apapun yang sudah terjadi akan berimbas pada apa yang akan terjadi.

Rasa trauma di masa lalu adalah ketakutan paling besar untuk menjalani hidup di masa depan.

Aku tau penyampaian kalimat itu sangat rumit tapi sudahlah, mungkin hanya orang-orang tertentu saja yang paham akan maksudnya.

"Kita makan di restoran kesukaan aku ya. Kamu harus coba, makanannya enak-enak. Beda dari yang lain" Aku hanya mengangguk sebagai respon.

"Dari pada bengong gitu, mending benerin make up kamu yang udah berantakan. Air mata kamu udah berubah jadi hitam"

Mendengar air mataku berubah menjadi hitam membuat ku panik dan buru-buru mencari cermin dalam tas kecil yang selalu aku bawa.

Aku berdecak dan langsung memukul lengan Alexandre "Bisa-bisanya aku percaya kalau air matanya jadi hitam, padahal make up yang aku pake itu udah paling mahal, gak mungkin luntur" Pria itu malah tertawa kencang membuatku semakin kesal.

"Kamu mau tau satu hal gak?" Kata Alexandre sambil menatapku

"Apa" Jawabku dengan sewot

Alexandre tersenyum "Kamu keliatan lebih cantik kalau senyum"

Secara tiba-tiba aku langsung tersenyum saat dia berkata seperti itu. Mungkin sekarang pipi ku sudah terlihat merah.

Mereka benar, jika Alexandre adalah pria yang penuh dengan ketulusan dan itu terkadang membuatku terharu saat melihatnya.

Dia juga sudah sering menyatakan soal perasaannya padaku tapi aku masih enggan untuk menanggapinya secara serius. Rasa trauma akan di tinggalkan oleh seseorang karena terlalu cinta dan percaya membuatku sedikit merubah pandangan pada orang lain. Oleh karena itu, saat ini aku tidak ingin berharap lebih pada setiap orang karena aku takut mereka pergi meninggalkan ku.

Kenangan Bersama LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang