Orangnya ga cakep, tapi bentuk badannya lumayan kekar. Khas perawakan pria pekerja keras. Kang Obing, tukang ojek langgananku jika aku sedang berkunjung ke rumah nenekku di desa, telah mencuri perhatianku.
Awal ketemu dulu, aku hanya bisa curi-curi pandang. Karena aku dibonceng oleh temannya. Sedang Kang Obing membonceng mamaku.
Sejak kejadian itu, aku jadi ingin lebih sering bertandang ke rumah nenekku. Sekedar melihat dan memandangi pria typeku, dan kebetulan profesinya sebagai tukang ojek di jalanan desa.Di akhir pekan ini, kembali aku memutuskan liburan di rumah nenekku. Setelah turun dari bus kota,hari sudah beranjak sore menjelang maghrib.
Kebetulan ada 3 tukang ojek yang sedang menunggu di pos ujung jalan. Segera aku menuju ke pos itu.
"Somad, sekarang giliranmu tu,"teriak tukang ojek yang memakai topi.
Aku langsung menunjuk ke Kang Obing. "Udah langganan ama Bapak yang itu",tunjukku ke arah Kang Obing.
"Oh, langgananmu Bing", teriak Kang Somad, sambil duduk lagi membatalkan beranjak.
Kang Obingpun baru menyadari dan buru buru berdiri serta mengambil kunci motor dan helm. Dia tersenyum dan memberikan helm kecil padaku. Segera dia menstarter motor Supra-X nya. Kuperhatikan tangan-tangan dan kaki Kang Obing ini penuh bulu. Warna kulitnya yang coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.
Segera aku membonceng di sadel belakang motor ojek Kang Obing. Motor itupun akhirnya mlaju menyusuri jalanan desa yang belum di aspal. Akupun berusaha menjaga keseimbangan dan berpegangan ke arah pinggang Kang Obing.
Saat itulah, khayalanku melayang jauh. Menyentuhi pinggang kokohnya dengan hidungku membaui keringat khas Kang Obing, membuat khayalan mesumku menerawang jauh. Agar tidak kaku aku membuka obrolan basa-basi. Dan Kang Obing menimpali seperlunya. Setelah hampir 2 km dari pos ojek. Kang Obing berpamitan dan minta izin untuk berhenti sejenak mau buang air. Segera dia meminggirkan motornya dekat jalan. Lalu Kang Obing turun sambil membuka resleting celananya. Lalu tangannya merogoh ke celana dalam dan mengelurkan kontolnya. Nafasku secara tiba tiba menjadi sesak melihat adegan itu. Kang Obing kencing di dekat pohon pinggir jalan. Aku berusaha mencuri pandang ke arah selangkangannya. Namun tertutupi oleh tubuhnya. Hanya semburan air kencingnya yang cukup kencang saja nampak olehku. Hal ini membuatku semakin penasaran ingin tau sumber pancuran air kencing itu.
Aku amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liurku menetes keluar, dan jakunku naik turun. Darahku sejenak tersirap. Dan tanpa bisa menahan diri, aku elus selangkanganku yang terbungkus celana jeansku. Muncul ide agar aku juga pura pura kencing di sebelahnya. Dengan agak berlari, aku segera mengambil tempat di sebelah Kang Obing. Segera kukeluarkan batang kontolku yang sedikit tegang. Kang Obing hanya memandang sekilas ke mukaku sambil tersenyum.
"Kebelet juga ya",tanyanya tanpa ekspresi, lalu memalingkan mukanya lagi menatap pohon didepannya.
Justru arah pandanganku yang turun ke arah pusat semburan kecingnya. Aku intip batang kontol Kang Obing. Wow..cukup besar juga. Padahal dalam keadaan tidak tegang.
"Punya Kang Obing gede juga ya. Padahal tidak sedang tegang",komentarku lirih karena menahan rasa malu.
Rupanya omonganku yang setengah berbisik itu terdengar jelas. Lalu Kang Obing memalingkan mukanya dan mengamati batang kontolku yang tak kunjung mengeluarkan air kencing.
"Punya kamu juga gede gitu kok. Trus juga kok malah setengah ngaceng",komentarnya sambil menyimpulkan senyum.
Aku jadi kelabakan dan dengan dorongan yang kuat, berusaha kukeluarkan air kencingku.
Bisa berabe jika aku mengambil posisi kencing tapi air kencingku justru tidak keluar.
Untunglah, tak berapa lama dengan sedikit mengejan, air kencingku muncul juga walau tak seberapa deras.
Lalu aku semakin berani berkomentar. "Kang, kok bisa gede gitu rudal Akang. Diapain aja?",tanyaku semakin jauh.
Kang Obing Cuma senyum "Ga diapa-apain kok. Emang dari sononya".
"Beneran kah? Kok punyaku kecil",desakku.
Lalu kang Obing menutup resletingnya sambil emmasukkan kembali batang kontol itu.
Lalu dia meneruskan omongannya "Tapi dulu sempat aku merendamnya dengan air the hangat".
"Hah? Itu biar apa Kang",tanyaku lebih serius.
"Kata orang-orang, kalo dilakuin secarsa rutin sejak kecil, emang bisa bikin gede barang kita. Tapi ga tau juga seh",kata Kang Obing sambil menyalakan sepeda motornya kembali.
Dan akupun telah menyelesaikan buang airku dan kini kembali naik ke motor ojek Kang Obing.
Cerita itu terus terang membuat aku dipenuhi setumpuk obsesi. Kapan aku bisa menjamah batang kontol besar milik pria yang secara fisik sangat kukagumi, karena my type ini. Dan dari kepalaku mengalir berbagai gagasan untuk menjebak tukang ojek lugu ini. Dan kalau sudah begini, mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu.. nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Kang Obing terus menggeber sepeda motornya lebih kencang. Agar tidak jatuh, tanganku berpegangan pada pinggang dan perutnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya lebih dalam. 'Emang beneran rendaman air the bisa bikin gede barang kita ya",tanyaku kembali.
"Wah kok ngebahas rendaman teh lagi",ujar Kang Obing.
"Peasaran neh Kang. Soalnya punyaku kecil. Ebih besar punya Kang Obing,'seruku.
"Tapi kan yang penting fungsinya",jelas Kang Obing.
"Emang fungsinya apa Kang?"tanyaku menyelidik. Kang Obing tidak menjawab.
"Apa punya Kang Obing sudah berfungsi dengan benar",tanyaku lebih jauh.
"Udah menikah, belum?",ucapanku keluar beruntun.
"Belum!",jawab Kang Obing singkat.
"Berarti belum berfungsi dong",jawabku kurang ajar.
Kita ketawa bersamaan.
Saat itulah tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Kang Obing. 'Jadi barang Kang Obing yang gede tadi, masih belum difungsikan?", mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi.
'Aahh, Adek ini, ntarr dilihat orang lhoo', sepertinya dia menegor aku. Kepalang basah, 'Habiiss.., aku penasaran banget ama barang Kang Obing ini ssiihh..', aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggeber sepeda motor. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
'Penasaran kenapa..??', dia balik tanya tapi nggak lagi ada tegoran dari mulutnya. Dan tanganku yang sudah berada di bagian depan celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang membonceng sepeda motor agar tidak terlempar dari boncengannya.
Cerita selengkapnya
https://karyakarsa.com/ACDC