Sebulan sudah aku menetap di daerah Petitenget, Seminyak. Dua puluh tahun lalu tempat ini begitu sepi dan mungkin sebagian besar orang tidak tertarik berkunjung kesini. Tapi Petitenget kini berubah menjadi surga kaum pelancong bule kelas atas. Coba saja lihat Potato Head, W Hotel, Metish, Sardin, Bali Bakery dan semua tempat yang terbilang mahal ada di lokasi ini. Banyak hotel dan villa-villa sedang dibangun di Petitenget, harga tanah melambung begitu cepat. Tidak heran orang-orang berduit segera menanamkan usaha di daerah yang sangat menjanjikan ini, berbagai bangunan baru dengan cepat berpindah milik, jual beli tanah terjadi setiap saat.
Dampak menyenangkan dari berbagai kesibukan ini tentu saja membuat para pemburu kenikmatan mendapat peluang lebih besar. Tonaas si pemuda Manado setiap hari memuaskan hasrat seksualnya dari para surfer Brazil atau Australia. Si Rachmat yang pedotan pesantren di Jawa Barat girang setiap hari bisa disedot dan menyedot alat vital turis-turis Taiwan, Korea Selatan atau Jepang. Zulkifli yang asal Lombok boleh merasa aman hidupnya karena digundik seorang homo tua asal Belanda. Roberto si Italy gila setiap minggu punya pacar baru, ia gonta ganti pacar semudah orang mengganti ban mobil.
Bila senja tiba, kerumunan orang dari pantai Petitenget dan Batubelig sontak bubar, usai matahari tenggelam dan macetlah jalan raya Petitenget. Ramai klakson mobil dan motor, riuh rendah orang bercanda tawa di jalan. Di luar-luar bangunan proyek, ramai para tukang bangunan yang baru selesai bekerja atau selesai mandi. Sambil berjongkok mereka mengamati orang lalu lalang dan kendaraan yang kena macet. Bagi mereka yang datang dari udik di Jawa sana tentu luar biasa menyaksikan hal semacam ini. Aneka perempuan manca negara dengan pakaian super tipis menampak celana dalam dan kutang yang bergoyang-goyang menadah tetek kegedean. Bahkan bule-bule itu tak segan hanya bercelana renang sliweran naik motor.
Hal semacam itu membuat para tukang berceloteh, Paimin berkomentar : “Oalah biyuuuungggg……gelem aku dikon ngeloni” (aduh emak…..maulah aku disuruh meluk dia-bahasa orang Jawa dusun). Sementara si Parjo sambil cekikikan berteriak tidak sopan pada seorang gadis Jepang yang ramping langsing yang sedang digandeng pacarnya : “Mreneo cah ayu….manukku luwih manteb…” (sini anak cantik…burung saya lebih mantab)
Sungguh berbeda dengan orang Bali yang sopan-sopan dan selalu menjaga perasaan manusia lain, orang-orang Jawa kampung sungguh tidak punya tatakrama, mulut mereka kotor dan mereka merasa lebih unggul dari orang Bali. Bagiku tukang-tukang dari Jawa itu tidak lebih dari sekedar orang tidak terpelajar yang sungguh-sungguh bikin jijik.
Di salah satu sudut Jalan Petitenget sedang dibangun sebuah hotel, persis berseberangan dengan Cubana Bar. Bar tersebut mempertunjukan The Salsa atau Zumba dance yang meriah hampir setiap malam, penarinya meliuk sensual dengan pakaian yang khas Latin, sexy dan tentu saja menggiurkan. Tapi jangan buru-buru nafsu…..karena penari yang tampil sengaja dipilih yang gaek, rata-rata umur mereka 65 tahunan. Dengan penuh guyon teman-teman saya berseloroh :”oooh penari-penari itu sangat terkenal di Cuba, mereka teman dekat Fidel Castro……” maksudnya : penari yang terlalu senior !
Setiap sore tukang-tukang Jawa mejeng di pinggir jalan, bersarung dan kopiah. Mulut mereka yang kotor siap memberi komentar orang yang berlalu lalang. Agak malam sedikit mereka jalan beriring-iringan dengan gaya khas orang udik mencari jajan. Dan malam, kira-kira di atas jam 21.00, tukang-tukang Jawa berderet duduk di lantai 2 bangunan tempat mereka bekerja menatap tajam Cubana Bar yang berada di seberangnya. Ketika pertunjukan Salsa dimulai, mata para tukang melotot seperti kucing melihat ikan asin ! mereka hanya memperhatikan penari itu meliuk, menghentakkan kaki dan pinggul dan bergerak erotis seusai irama lagu. Para tukang tidak pernah menyadari wajah keriput para penari yang dipoles make-up super tebal. Pada pertengahan pertunjukan tukang-tukang mulai tersihir dan mulai bangkit hasrat seksualnya. Tangan mereka mulai merayap masuk ke dalam sarung masing-masing dan mengelus atau mengocok alat vital mereka yang sudah berdiri. Tidak jarang tukang senior memanggil juniornya agar duduk minggir menjauh sedikit dari rombongan teman lain. Dalam kegelapan bangunan, tukang senior meminta juniornya mengocok kemaluannya sampai muncrat. Beberapa tukang yang malu-malu hanya mengelus alat vital mereka, nanti…….ketika saat malam tiba dipembaringan tukang-tukang itu merancap sambil tiduran, bahkan mereka yang sudah sangat akrab saling mengocok bergantian dalam gelap malam.