56. Pretty Monsters

1.6K 62 3
                                    

56. Pretty Monsters
.
.
.

Kursi bar dengan empat kakinya yang panjang Roby tendang sampai kursi jatuh tak berguna. Diego dan Ruby yang melihat itu memutar malas matanya, emosi menyelimuti kepala Roby sejak kemarin karena sejak kemarin Dakota juga belum di temukan, tanda-tanda kehidupan Dakota lenyap ingin melapor kepolisi tapi itu tak mungkin karena Dakota pergi sendiri bukan di culik. Mencari seseorang yang sengaja menghilang tidak mudah.

"Tenangkan dirimu Roby, kau tahu harga kursi itu." Cetus Diego, ia merasa heran kenapa Roby harus sampai menggila hanya karena di tinggal Dakota.

"Kau budak cinta ya." Cibir Ruby. "Biarkan saja Dakota pergi mungkin dia ingin menenangkan pikiran yang acak-acakan. Tunggu saja nanti juga pulang."

"Kapan? Kapan Dakota akan pulang? Sampai kapan aku harus menunggu Dakota?" Roby menatap tajam Ruby, adiknya ini tidak ada takut-takutnya.

Ruby mendengus kasar. "Ucapanmu seakan-akan kau di tinggal satu tahun, baru kemarin Dakota hilang."

Tangan Roby terangkat menunjuk Ruby. "Jika kekasihmu hilang tanpa kabar kau akan tahu rasanya."

Ruby mengedikkan bahunya, "Aku tidak punya kekasih."

"Kau!--"

"Shutt hentikan." Alice datang ibu ini baru bangun dari tidur pastinya. Alice menarik kursi bar di samping Diego, "Jangan bertengkar, Ruby jangan berkata seperti itu pada kakakmu dan Roby jangan menunjuk-nunjuk adikmu. Coba pikirkan ke mana Dakota suka pergi, mungkin di sana ada Dakota."

Diego mengecup pelipis Alice dengan cepat sebelum mendapat pukulan maut dari sang istri. "Pintarnya istriku."

"Tidak ada, aku sudah menyuruh orang untuk mencari Dakota di tempat-tempat kesukaanya." Kata Roby.

"Memang kau tahu di mana tempat-tempat kesukaan Dakota? Jika Calvin ya jelas Calvin tahu." Cibir Ruby.

Roby hendak menunjuk Ruby dan marah-marah tapi karena ada Alice itu semua Roby urungkan, Roby hanya mengepalkan tangannya dengan hati yang mendumel mengata-ngatai Ruby.

"Jika di Chicago ini tidak ada, mungkin Dakota di luar Chicago." Ucap Alice.

Diego ikut menimpal. "Bagaimana jika di luar negeri?"

Tanpa adanya Alice di sini Ruby berani berkata menyebalkan apa lagi dengan adanya Alice di sini Ruby semakin-makin berani. Berani menaik turunkan emosi kakaknya, Ruby berkata. "Ya sudah angkat tangan saja, Dakota tak akan di temukan dengan mudah jika sudah lari dari Chicago."

"Ruby, jangan berkata seperti itu." Tegur Alice, dia tak kau kakak adik ini ribut hanya karena adu mulut penuh omong kosong.

Ruby benar jika Dakota sudah lari dari Chicago akan sulit bagi Roby menemukannya. Ke mana Dakota pergi? Dengan siapa dia pergi? Mau apa dia pergi?. Jika Roby bertemu Dakota semua pertanyaan itu akan Roby lontarkan. Tidak tahukah Dakota kalau Roby begitu mengkhawatirkannya, Roby bahkan nyaris gila karena tidak menemukan Dakota.

Roby mengusap kasar wajahnya, setelah di tinggal calon anaknya apa harus Roby di tinggal Dakota.

...

Di sini langit sangat cerah dengan angin yang berembus lembut, suasana ini begitu pas untuk berjemur di kolam renang yang besar. Kursi kayu panjang yang layaknya berada di pantai di tempati oleh Alina dan Calvin lalu di tengah-tengah mereka terdapat meja sebagai pembatas.

Keputusan Calvin untuk mengundurkan diri dari perusahaan Roby cukup di sayangkan oleh Alina, Alina merasa menjauh dari Roby bukan solusi tapi mau bagaimana lagi ini adalah keputusan Calvin.

"Alina?" Panggil Calvin, Alina berdeham pelan matanya di balik kacamata hitam sedang terpejam. "Kau sudah tahu soal ini belum? Dakota kabur dari rumah sakit dan sampai saat ini masih belum di temukan."

"Huh!" Refleks Alina duduk dan melepas kacamatanya. "Benarkah? Dari mana kau tahu?"

"Mamaku, semalam dia bercerita soal Dakota, mama bertanya apa aku tahu ke mana Dakota pergi atau tempat-tempat apa yang Dakota sukai."

"Lalu kau bilang apa?"

Calvin menggeleng pelan, "Aku katakan kalau aku tak tahu ke mana Dakota pergi, dan soal tempat kesukaan Dakota Roby juga pasti tahu."

Alina mengangguk-angguk kecil lalu sepintas pertanyaan muncul di benaknya, pertanyan yang sejak kemarin-marin berputar di kepala. Alina harus bertanya apa pun risikonya, dia tak bisa menebak-nebak sendiri. "Calvin, apa kau marah, menyesal, atau dendam terhadap Dakota dan Roby."

Setelah bertanya selang beberapa detik Calvin diam saja, Alina menggigit bibirnya karena merasa canggung.

Marah, menyesal, dendam? Bahkan Calvin tidak memikirkan itu semua. Berpisah dengan Dakota tidak menimbulkan efek apa-apa untuk Calvin, karena hubungan tanpa cinta yang tulus tak ada penyesalan atau perasaan apa pun mengenai Dakota.

"Calvin."

"Tidak. Aku tidak ada dendam atau penyesalan untuk Dakota, mungkin kemarin aku marah dengan Dakota tapi sekarang aku sudah menerima semua yang terjadi, aku dan Dakota tidak di takdirkan bersama untuk selamanya. Dan aku rasa kau pernah bertanya soal ini entah kapan."

Alina menunduk menghela lelah nafasnya dan kembali menatap Calvin. "Aku lupa kalau aku pernah bertanya soal ini atau tidak. Aku merasa bersalah dengan Dakota, semua yang terjadi dengan Dakota karenaku bukan?"

"Kita mau menyesal pun tidak bisa Alina. Semua sudah terjadi."

"Lalu kau mau apa? Setelah semua ini terjadi. Diam dan diam."

"Menikahimu."

Hanya satu kalimat pendek tapi kalimat itu bisa membuat hati Alina membeku, aliran darah di tubuh seolah berdesir pelan membuat Alina bergetak kecil. Alina tertawa canggung, "Kau bicara apa, omong kosong. Aku bisa di cap wanita perebut--"

"Bagaimana mau di cap perebut kalau aku saja sudah bukan milik siapa-siapa."

"Nevermind, let's just say this is just a joke."

Calvin melirik Alina melihat mata wanita itu yang tengah menatap ke bawah. "Aku akan terus berusaha sampai kau tahu bahwa ini bukan candaan."

Alina menatap kosong ke depan, satu sisi dia merasa senang, tersipu tapi sisi lain terasa dia menjadi wanita paling jahat.

Haruskan Alina menerima Calvin, menjadi wanita egois. Bagaimana dengan Dakota? Alina terbayang jika nanti dia menikah dengan Calvin lalu Dakota akan datang mengamuk dan membakar dekorasi pernikahan.

Dakota, bisa menjadi monster saat marah. Monster cantik yang sempurna.

------------------

# To be Continued..

Aku kehilangan ide, maafkan aku jika alurannya berantakan atau kacau. I'm sorry.

Playing With FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang