11. The Wrong Way

4.1K 144 12
                                    

11. The Wrong Way
.
.
.

Calvin membawanya pada tempat Tailor, jas dan dress yang di pesan sudah hampir seratus persen selesai hanya perlu di kecilkan sedikit lalu semua sempurna.

Dakota wanita paras cantik itu masih menatap pantulan dirinya pada kaca besar rasa tidak percaya, senang, dan tidak sabar meledak-ledak di hati Dakota. Bahkan Dakota terlihat enggan untuk beranjak meninggalkan pantulan dirinya di kaca. Ini terlalu indah untuk di tinggalkan. Tapi walau sesuatu yang membahagiakan meledak-ledak di hati, Dakota masih saja merasa ada setitik rasa tidak nyaman jika mengingat Calvin yang tidak mencintainya, tidak mencintainya! Tidak bukan tidak hanya belum.

Tidak hanya itu kini Dakota juga mulai memikirkan soal kenangannya bersama Roby, kejadian panas yang tak seharusnya terjadi.

Ini salah! Malam itu salah!

"Dakota?"

Panggilan itu menyadarkan Dakota dan melihat Calvin yang sudah berpakaiannya bukan jas hitam yang di pesan. Calvin menyilangkan tangannya di dada menatap Dakota, "Kau lama sekali aku sudah menunggumu sendari tadi, ayo kita pulang." Ucap Calvin.

Dakota menarik panjang nafasnya, "Yeah ayo."

...

Kali ini Dakota terlihat berbeda, Dakota menjadi diam seribu bahasa. Mulutnya benar-benar tertutup rapat, matanya hanya menatap ke depan melihat jalanan. Tak ada satu pun kata yang keluar dari bibir Dakota setelah pulang dari Tailor.

Bahkan sampai di rumah pun Dakota masih diam dan berjalan masuk ke kamar tanpa berkata apa pun, tapi Calvin ia terlihat tidak peduli pria itu sama sekali tidak memikirkan ada apa dengan Dakota.

Di dalam kamar Dakota hanya duduk di sisi kasur dengan kepala yang menunduk lesu, bibir yang biasa menampilkan senyum manis kini pudar tak ada senyum, Dakota benar-benar terlihat tidak bersemangat berbanding balik dengan Dakota yang beberapa jam lalu yang terlihat bahagia bersama Calvin.

"Besok kita pulang ke rumah mamaku, beberapa barang sudah mulai di rapikan." Ucapan Calvin bahkan membuat Dakota sedikit terkejut, wanita itu tidak sadar kapan Calvin masuk. "Dakota, aku perlu bicara."

Dakota melirik Calvin melihat pria itu tengah menggulung lengan kemejanya, Calvin juga mendekat pada Dakota dan berakhir bersandar pada meja rias. Sorot mata Calvin terlihat sangat serius itu membuat Dakota merasa akan ada pematik emosi di sini.

"Kau yakin? Kau yakin dengan langkahmu. Aku menurut padamu, melangkah atau mundur aku akan menurut tapi aku meminta satu hal kau harus yakin."

Dakota tahu maksud ucapan Calvin, lagi wanita itu menunduk lesu dan mengusap wajahnya. "Aku sedang tak ingin membahas itu."

"Kalau tak di bahas sekarang lalu akan di bahas kapan. Hari terus berjalan kau tak bisa memberhentikannya, kau harus pikirkan baik-baik. Aku takut kau salah melangakah."

"Maka sekarang kau yang melangkah!" Tak di sangka Dakota berdiri menatap Calvin dengan kesal dan emosi, Dakota sudah tidak menunduk lesu. "Sekarang kau melangkah Calvin, sekarang kau yang menggantikan jalanku, sekarang kau yang mencoba melangkah di jalan panas! Sekarang kau melangkah jika kau merasa aku membuatmu takut untuk mengikutiku." Wanita ini terlihat marah, emosinya meledak-ledak. Dakota bahkan tak tahu kenapa dirinya marah, mungkin ini efek memikirkan dosanya bersama Roby dan berbohong pada Calvin.

"Kau terlalu kekanak-kanakan." Ini adalah kelebihan Calvin yang sangat bagus, di mana saat Calvin menghadapi lawan bicaranya yang emosi maka Calvin tak akan ikut terbawa emosi. Calvin benar-benar tenang bahkan sorot matanya tak pernah menunjukkan amarah. "Tenangkan dirimu lalu berpikir baik, ini masa depanmu. Kau mau aku yang melangkah, tapi aku tak mau karena aku yakin kalau aku yang melangkah kau akan marah dan kecewa." Ucap Calvin yang masih tenang.

Dakota mengusap kasar wajahnya ia juga menarik panjang nafasnya, "Maafkan aku, aku akan pikirkan baik-baik. Tapi aku minta satu hal padamu."

"Apa?"

Dakota melangkah mendekat pada Calvin sampai berada dua langkah di hadapan Calvin. "Coba belajar mencintaiku, seperti aku mencintaimu." Ucapan Dakota sangat dalam.

"Kau mengerti bukan, beberapa pelajaran terkadang tak bisa di kuasai. Lalu bagaimana jika aku tidak bisa menguasai pelajaran yang kau berikan, bagaimana jika aku masih tidak mencintaimu?"

...

Ingin Dakota pulang ke rumahnya dan menangis di pangkuan sang mama tapi Dakota terlalu malas bertemu Matthew atau lebih benarnya Dakota takut bertemu sang ayah. Berakhir Dakota hanya mampu menangis di kediaman Ellen, menangis melampiaskan semua yang dia rasakan hari ini.

Ellen bahkan setia mengelus punggung Dakota yang memeluknya, "Kalau sudah jangan lupa cerita padaku." Ellen sudah biasa menjadi sandara bagi Dakota begitu juga sebaliknya tapi walau begitu Ellen masih belum mengetahui secara jelas mengapa Dakota dan Matthew tak pernah akur, Ellen juga tak pernah tahu mengapa Dakota tak dekat dengan keluarganya. Masa lalu Dakota begitu gelap dan Ellen tak bisa berjalan di masa lalu Dakota.

Dakota melepas pelukan Ellen ia menatap Ellen dengan lesu, "Aku menemuimu sudah mendapat izin dari Calvin, aku berkata akan menginap di sini untuk memikirkan ucapannya."

"Calvin mengucapakan apa?"

"Dia kembali mempertanyakan apa aku siap menikah dengannya, apa aku siap menerima semua ini, apa aku yakin dengan pilihanku. Apa aku yakin sanggup hidup bersama Calvin yang tidak mencintaiku." Di akhir kalimat Dakota sangat terlihat lesu.

"Kau tahu jawaban semuannya?"

Dakota, wanita menggeleng ia benar-benar bingung. "Aku tak tahu, aku hanya melangkah sesuai apa yang kakiku pijak."

"Kau harus yakin dengan pilihanmu." Ellen menyentuh bahu Dakota, Ellen menyemangati dan memberi penopang agar Dakota mampu berdiri. "Kau harus yakin kalau kau tidak yakin maka semua tak akan berjalan dengan baik."

Dakota menunduk sesaat. "Satu sisi aku selalu ingin menyerah, aku berusaha menyerah karena Calvin tak pernah melirikku, tapi satu sisi lainnya mendukung aku untuk terus bersama Calvin, Calvin tidak mencintaiku mungkin ini ujian untuk perjuangan cintaku." Dakota menggeleng kali ini, "Kakiku tak pernah berhenti melangkah mendekat pada masa depan bersama Calvin."

"Aku tak tahu bagaimana masa depanmu, aku juga tak bisa memberimu nasihat, tapi aku selalu ada untukmu dalam segala situasimu, aku akan selalu mendukung apa yang kau lakukan. Ikuti pikiranmu, ikuti logikamu terkadang kita para wanita selalu mengikuti kata hati dan berakhir penyesalan karena tidak memakai logika saat memilih."

------------------

# To be Continued...

Playing With FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang