☔'27

302 60 7
                                    


Ada yang kangen ga? Wkwkkw

Happy Reading🌼

"Kamu sudah yakin dengan keputusan kamu?" tanya Kyai Mushab saat Gus Faqih mengutarakan hasil dari istikhoronya.

Sebenarnya dia bukan tidak yakin akan keputusannya, tapi dia hanya riskan jika ternyata keputusannya malah akan membuat hubungan dua keluarga itu menjadi renggang.

"Kalau sudah yakin, nanti Abah yang bilang sama mbahkungmu. Tapi nanti kalau ditanyakan alasannya, kamu sendiri yang harus menjelaskan."

"Tapi, apa ndak pa-pa, Bah? kalau nanti hubungan Mbah Kung sama Kyai Nawawi pecah, bagaimana?"

"Haha, memangnya hubungan bisa pecah hanya karena masalah begitu? Kyai Nawawi dan mbahkungmu berteman sejak mereka di Mekkah dulu. Masa cuma karena masalah cucunya mau ngorbanin persahabatan yang sudah berpuluh-puluh tahun."

Gus Faqih menggaruk pelipisnya, tapi itu bisa saja, batinnya.

"Ya sudah, kamu siap-siap sana! Kita ke rumah mbahmu sekarang."

"Apa? Mau ke mana?" Nyai Zainab tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar sembari membawa beberapa baju Gus Faqih yang baru saja selesai di setrika.

"Ke rumah abah," Kyai Mushab menjawab.

"Mau ngapain?"

"Mau ngasih tahu hasil istikhoro Faqih."

"Emangnya kenapa istikhoronya? Ndak aneh-aneh 'kan?"

Gus Faqih membantu membukakan pintu lemari miliknya saat melihat sang umi berjalan ke sudut kamar. Ekor mata wanita paruh baya itu mengarah pada Gus Faqih yang berusaha menampilkan wajah lucu di depannya.

"Kamu tuh, ya!" Nyai Zainab menepuk lengan Gus Faqih dengan keras setelah baju-baju di tangannya berpindah ke dalam lemari.

"Aduh ...!" Gus Faqih meringis, sementara Kyai Mushab malah terkekeh melihat putranya terkena gempuran dari sang ummi.

Rih︠♡

Kyai Maksum menghela nafas panjang. Cerutu ditangannya ia lepas perlahan. Sementara Gus Faqih dan Kyai Mushab terdiam di sampingnya.

Dua cangkir batik berisi kopi panas tersaji di depan mereka, lengkap dengan pisang goreng hangat yang juga masih mengepul. Setelah mengutarakan hasil istikhoronya, kerongkongan Gus Faqih terasa kering. Ingin sekali ia menyesap kopi hitam yang juga masih nampak mengepul itu. Namun, melihat ekspresi dari lelaki sepuh di depannya, membuat keinginannya mengkerut seketika.

"Besok kita ke sana." Suara berat milik Kyai Maksum terdengar.

Gus Faqih tahu, apa yang dikhawatirkannya tadi pasti juga tengah dikhawatirkan oleh kakeknya itu. Hanya abahnya saja yang nampak sangat santai menyikapi masalah itu.

Rih︠


Nuri berdiri di balik gorden pembatas ruangan tengah dan ruang tamu saat mendengar penuturan Kyai Maksum tentang hasil istikhoro dari Gus Faqih. Ada yang menusuk di dalam hatinya. Tertancap dalam hingga membuat sesak.

Ia tak menyangka, secepat itu Allah mengirim karma padanya. Rasa sakit di hati serta pikiran negatif mulai bersarang di otaknya. Mungkinkah Gus Faqih mengatakan hasil istikhoronya tidak bagus hanya karena dirinya adalah saudara dari wanita di masa lalunya?

Sarah sudah mengikhlaskan semuanya, tapi kini keadaan malah balik menyerangnya. Masalah yang dia pikir sudah menemukan jalan keluar, nyatanya malah tertutup. Bahkan sebelum dia berusaha mengetuk pintu dari rumah yang ingin ia tempati itu.

Rindu Itu Hujan༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang