E P I L O G

349 13 2
                                    

Turin, Piedmont, Italy.

Kedua tangan Fernando terangkat guna melepaskan helm yang semula menutupi wajah tampannya. Manik hazel indah itu mengawasi area parkir yang masih cukup sepi. Waktu baru menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh lima. Fernando tidak akan terkejut jika nantinya lapangan sepak bola masih dalam keadaan kosong. Ia datang terlalu pagi.

Belum sempat Fernando turun dari atas motornya, ponsel lelaki itu berdering terlebih dahulu. Senyumnya mengembang, melihat nama Gracelyn tertera di atas layar.

"Kau sudah menyelesaikan tugasmu?" tanya Fernando di awal percakapan.

"Belum, sedikit lagi. Kau jadi pergi bermain sepak bola hari ini?"

"Aku bahkan sudah tiba, tetapi sepertinya terlalu pagi."

"Tidak apa-apa, kau bisa melakukan pemanasan terlebih dahulu. Mungkin setelah ini aku akan langsung mandi lalu tidur. Semalam aku hanya tidur selama tiga jam."

"Istirahatlah dengan cukup, Sweetheart. Jangan sampai kau sakit."

"Tentu, Daddy. Aku sudah dewasa, jangan terlalu mencemaskanku."

Fernando tertawa pelan merespons terhadap candaan Gracelyn. "Kau menyebalkan," gerutunya.

Gracelyn ikut tertawa setelahnya. "Sekarang aku mengerti kenapa Alessandra selalu menyebutmu cerewet."

"Mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa kulakukan ketika kita dipisahkan oleh jarak."

Menjalani hubungan jarak jauh memang tidak akan pernah mudah. Belum lagi ada perbedaan waktu antara Turin dan Seattle yang cukup signifikan. Tidak jarang Fernando merasa frustrasi karena terlalu rindu pada Gracelyn. Gadis itu pun terkadang merasakan hal serupa. Akan tetapi, Fernando cukup beruntung karena Gracelyn sangat membantu untuk melewatinya sehingga terasa lebih mudah. Mereka menguatkan satu sama lain, selalu terbuka dalam berbagai hal, di kala sibuk pun selalu berusaha untuk memberi kabar walau hanya satu kalimat.

"Kalau begitu, saat kita bertemu nanti, kau tidak boleh banyak bicara. Jatah bicaramu sudah habis sebelum waktunya, Mr. Peterson."

"Itu hal mudah. Aku tidak perlu banyak bicara, karena jika kita bertemu, hal yang akan kulakukan adalah menatapmu, memelukmu, dan menciummu seperti tidak ada waktu lagi. Jadi jangan mencoba kabur dariku, Sugar," ujar Fernando dengan suara rendahnya. "Sudah dulu ya, temanku baru saja tiba. Selamat istirahat," sambungnya.

"Selamat bersenang-senang. Kita bicara lagi jika Seattle sudah memasuki pagi hari."

Sebenarnya tidak ada teman Fernando yang baru tiba. Kondisi area parkir juga masih sama seperti sebelumnya. Namun, bukan tanpa alasan Fernando harus segera mengakhiri panggilan ini. Meskipun terkesan sepi, ia merasakan jika seseorang sedang mengawasinya.

Fernando turun dari atas motornya. Berjalan menuju lapangan seolah sedang tidak terjadi apa pun. Ketika kakinya menginjak anak tangga bangku tribune, langkah Fernando terhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang, tetapi tidak mendapati siapa pun di sana. Namun, Fernando jelas tahu bahwa ada yang tengah mengikutinya.

"Jika memang ingin bicara, maka bicaralah denganku. Jika ingin menyerang, maka lakukan sekarang. Jangan kekanakan, Matias," tukas Fernando sambil sedikit berteriak.

Tidak lama kemudian, Matias sudah menampakkan diri di hadapannya. Laki-laki itu menatapnya dengan wajah datar dan ekspresi yang sangat kaku.

"Aktifkan kembali kamera pengawasnya atau mereka akan curiga," tambah Fernando sambil memberi isyarat agar Matias ikut duduk di tribune bersamanya. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali kita bicara, sepertinya saat aku menjadi bagian dari FDI. Setiap kali keluarga Peterson dan Westenberg bertemu, kita tidak pernah bertegur sapa sedikit pun."

The Lost Puzzle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang