13. Siapa dia?

42 39 57
                                    

***

Aku terpekik kala tubuhku di tarik oleh seseorang. Ia mendekapku erat, sembari menghirup dalam-dalam wangi dari tubuhku.

Walaupun sekuat tenaga aku memberontak, tapi tetap saja jika tubuhku kalah saing dengan tubuhnya yang besar.

"Abang!!!!" Pekikku kesal, kala Bang Gara beralih mengigit gemas pipiku.

Bang Gara terkekeh, dengan tangan yang masih mendekap erat tubuh kecilku, "Kangen banget, banget, banget!!" ucapnya dengan riang

"Siapa suruh sibuk!!" sentakku dengan tangan yang berusaha melepaskan diri.

"Abang juga sibuk buat masa depan. Emangnya Cana, cuma sibuk makan sama tidur doang!" sangkalnya begitu menyebalkan

"Tapi abang jahat, ga inget kalo punya adik yang di tinggal sendirian di rumah!!" cibirku dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"Hari ini abang mau fokus buat Cana, udah lama kita gak keluar berdua. Mau keluar ga?" Aku yang memang sudah bosan di rumah, langsung tergiur dengan tawaran Bang Gara.

"Mauu, mauuu!!" seruku heboh. Bang Gara tertawa, "Siap-siap Sana!!" Aku bergegas berlari, meninggalkan Bang Gara yang masih tertawa di lantai bawah.

Dan disinilah aku berada, di kedai kopi yang cukup terkenal di kalangan remaja. Aku memesan dua cup kopi untukku dan Bang Gara.

Oh ya, Bang Gara tengah berada di toilet, jadi dengan sedikit terpaksa aku yang harus memesan, untungnya Bang Gara memberikan dompetnya.

Setelah membayar, Aku memperhatikan keadaan sekitar, tempat duduk di halaman depan terlihat penuh dan sesak.

Aku several berjalan ke lantai dua, semoga saja masih ada tempat untuk aku dan Bang Gara nantinya.

Mataku menyipit, saat melihat seseorang yang sudah tidak lagi asing dimataku. Ia tengah duduk santai bersama tiga orang lainnya. Aku berjalan menghampirinya, dengan tangan yang masih menggenggam erat dua cup kopi.

"Lala?" Lala menoleh, menatapku terkejut, begitupula orang yang duduk di sampingnya.

"Loh, Cana?" Aku mengangguk dengan senyum tipis menatap Agam "kalian disini juga rupanya?"

"Kamu kok bisa ada disini?" Lala berbalik tanya, dengan pandangan yang masih menatapku bingung.

"Bang Gara yang ngajak" jawabku.

Mataku menyipit, menatap seseorang yang kini tengah memperhatikan diriku. "Oh iya, ngomong-ngomong dia siapa?" tanyaku

"Ahh, kenalin dia Sesil, temen gue!" jawab Agam

"Oh, haii!! Cana" sapaku, dengan tangan yang terjulur di depan dirinya.

"Cyelinsia, panggil aja Sesil." ucapnya, menyambut tanganku

"Sorry, lama. Toiletnya penuh tadi" Aku membalikkan tubuhku, lalu menegang saat melihat Orion yang kini berdiri tepat di hadapanku.

"Gapapa io, kalau gitu ayo lanjut lagi!" Aku mengalihkan perhatianku, menatap Cyelinsia yang kini tengah menyodorkan gitar ke arah Orion.

Orion mengangguk, lalu duduk di samping Cyelinsia, tangan Orion mulai memetikkan senar gitar hingga menghasilkan alunan melodi, kemudian di sambut dengan suara Cyelinsia yang mengalun merdu, tubuhku kembali menegang dengan nafas yang mulai memburu.

Mataku menoleh sekilas ke arah Lala, yang kini malah membuang pandannya ke arah jendela luar.

"Can, kenapa?" Aku menatap Agam yang kini menatapku dengan sebelah alis yang terangkat.

"Aku gapapa, kalian ga latihan?" tanyaku yang di jawab dengan gelengan kepala

"Gue Sama Lala udah kok, tinggal Orion yang lagi bantuin Sesil buat tugas nyanyi solo." jelas Agam

Aku tertawa miris di dalam hati, sedikit kecewa dengan Orion yang lebih mementingkan orang lain di banding tugasnya sendiri. Aku duduk di damping Agam, tepat di depan Orion dan Cyelinsia yang masih fokus.

Aku meremat tali slingback dengan kuat, dadaku bergemuruh saat melihat Cyelinsia menatap Orion dengan binar. Petikan gitar Orion terhenti, Agam bertepuk tangan riang menatap dua orang yang duduk tepat di hadapanku

"Lo selalu aja keren, kalo bareng Orion kaya gini" puji Agam

Cyelinsia terkekeh, "Kaya baru pertama kali liat aja!" Agam hanya tertawa

Aku meringis, merasakan dadaku terasa nyeri saat mendengarnya. Apa mereka berdua, sering bernyayi bersama? Aku tersenyum paksa saat melihat keduanya.

Sebenarnya, Siapa dia? Aku menjadi penasaran saat baru pertama kali melihat wajah Cyelinsia, terlebih jika ia terlihat begitu akrab dengan Orion apalagi Agam.

Tidak sengaja, aku menatap mata Orion yang kini memperhatikan diriku, Aku langsung menunduk, menyembunyikam wajahku.

"Canaaa!!" Aku tergelonjak, saat melihat Bang Gara berdiri di hadapanku dengan nafas yang memburu.

Aku mengusap belakang leherku gugup, saat lupa jika aku datang bersama Bang Gara, "Abang cariin kamu dari tadi!" kesalnya membuat aku kembali menunduk.

"Loh, loh kalian??" Bang Gara menunjuk Lala, Agam dan Orion secara bergantian.

"Sini Bang, join!" ajak Agam yang di angguki Bang Gara

"Abang, Kita harus ke Toko Roti, sekarang!!" Bang Gara menatapku dengan bingung, "Katanya, belinya nanti malam?" Aku menggeleng

"Sekarang Bang, kalo malam takut variant rotinya tinggal sedikit!!" jawabku dengan nada tinggi, Aku mengalihkan perhatian kearah empat orang yang memperhatian diriku dan Bang Gara secara bergantian.

"Oh ya, aku pamit duluan ya, masih ada urusan. Bye, semua!!" tanganku langsung menyerahkan cup kopi milik Bang Gara, setelahnya menarik tangannya menjauh dari meja Orion.

Selama di perjalanan pulang, aku hanya terdiam, sudah tidak selera menikmati jalan-jalan hari ini bersama Bang Gara. Semenjak tadi bertemu Orion di kedai kopi, aku jadi memikirkan Banyak hal, dimulai dari tugas seni, dan juga Orion yang acuh dan lebih mementingkan orang lain.

Aku juga sedikit tidak menyangka, jika Lala tidak memberiku kabar untuk hal ini, di kedai kopi tadi, gadis itu hanya diam. Setiap kali aku menatapnya, Lala langsung membuang pandangannya ke arah lain, seperti enggan menatapku.

Aku memaksa Bang Gara untuk cepat pulang, setelah membeli beberapa box kue untuk Mama dan juga cemilan di rumah. Aku sadar jika sedari tadi, Bang Gara menatapku khawatir, hanya saja aku enggan untuk bercerita padanya.

Mobil memasuki halaman rumah, aku bergegas turun terlebih dahulu, karna Bang Gara akan memarkirkan mobil di garasi.

Aku menghempaskan  tubuhku di atas sofa, dengan tangan yang sedikit memijat kepalaku yang berdenyut.

"Kamu ada masalah?" Bang Gara mask dengan tangan yang menenteng beberapa plastik belanjaan

"Sini, Cana bantu!" Bang Gara menggeleng, dan melenggang pergi ke arah dapur.

"Kamu kenapa si?" Bang Gara kembali, dengan tubuh yang sengaja di hempaskan ke sofa tepat di samping tubuhku.

"Cana gapapa bang, cuma sedikit pusing aja" jawabku

Bang Gara menarik tubuhku ke dalam dekapannya, tangannya bergerak mengelus kepalaku dengan sayang, "kalau ada masalah, cerita ke abang ya!! abang siap jadi tempat Cana curhat!!"

Aku mengangguk kecil di dalam dekapan Bang Gara, menikmati sapuan lembut tangannya yang masih setia mengelus kepalaku.

"Ngantuk bang" lirihku, Bang Gara tertawa dengan tangan yang semakin mendekap erat tubuhku, "Abang udah nyaman gini. Udah tidur aja, nanti abang pindahin."

Aku hanya diam menikmati dekapan hangat Bang Gara, dengan elusan tangannya yang berada di kepalaku. Mataku menjadi tambah berat, rasa kantuk mulai menyerang, hingga akhirnya aku terlelap di dekapan Bang Gara.

Jarak Titik ke Koma [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang