***"Aku menulis kembali untuk hari ini. Cerita tentang Titik dan Koma. Hari ini, Titik begitu dekat, Tersenyum cerah menghadap koma yang terdiam kaku, dengan pipi yang bersemu."
"Koma menyukai segalanya, terlebih saat menatap mata yang tengah menyipit lucu, dengan senyum lebar yang terukir di wajah Titik. Degup jantung kembali tak berirama, Namun Koma menyukai segalanya."
"Tentang perasaan nyaman saat bersamamu, Tentang senyummu dan segala tentang dirimu. Walau aku sadar jika aku belum mengenali dirimu, mengenalmu lebih dalam lagi, Aku tau jika aku tidak berhak masuk, hanya saja aku menginginkan untuk bisa jadi bagian dari titik. Melengkapi setiap deretan sajak yang telah berhasil di buat"
"Aku akan tetap disini, Menemanimu, walau koma akan selalu terhalang sebuah kata untuk sampai di dekatmu, titik."
"Untuk kali ini, aku kembali gagal untuk belajar melupakanmu. Merelakan semuanya, jika aku dan kamu tidak akan bisa bersatu. Tapi angan dan harapku begitu besar saat kamu duduk bersamaku."
"Senyum itu seakan membuatku bangkit, untuk terus menyukaimu, dan kembali berharap jika kamu dan aku bagikan Bintang dan Rembulan."
Aku tersenyum, sesekali membaca tulisanku kembali. Aku menggigit kecil bibirku, saat wajah Orion terlintas di benak pikiranku.
Ternyata, mencintai seseorang segila ini. Tanganku dengan cepat menutup buku diary biru. Hari ini, cukup sampai disini, aku harus fokus untuk ujian kelulusan beberapa Minggu lagi.
Orion...
Aku hanya berharap jika kamu sadar.
Jika kamu adalah bagian dari sebuah cerita. Cerita tentang sajak rasa yang ku buat dengan sepenuh hati, hanya untukmu.***
"Kamu ngerangkum apa?" Lala menggeser kursinya jadi di sebelahku
Saat ini, Aku dan Lala sedang berada di perpustakaan kota. Mencari beberapa buku latihan soal untuk di pelajari di rumah, Tapi aku dan Lala sudah sejak tadi siang berada disini untuk belajar berdua.
"Rumus matematika, biar gampang buat belajar" jawabku
"Aku nyerah deh kalo soal matematika" keluh nya, aku hanya tertawa
"Kamu harus rajin belajar matematika, Buat persiapan ujian nanti!"
Lala mendengus, "Liat angka nya saja udah bikin perutku mual!"
Aku menggeleng, Lala memang selalu begitu, "Terserahmu saja deh. Oh iya ngomong-ngomong kita perpisahan dimana?"
Lala mengotak-atik ponselnya, lalu menyerahkannya padaku, Aku menerimanya lalu mengernyit bingung
"kamu kasih referensi pulau?" Lala mengangguk sambil tertawa ngakak
"Aku pengen banget ke pulau, Aku jadi kasih referensi tempat bagus buat acara perpisahan nanti" jawabnya
"Bukannya tempat di tentuin pihak sekolah ya?" tanyaku bingung
Lala menggeleng kuat "Tidak juga, nanti ada pilihan beberapa tempat yang di rekomendasikan para murid. Vote paling banyak yang akan di pilih, setelahnya pihak sekolah akan kordinasi dengan para orangtua" jelas Lala
"Aku baru tau, kamu kasih referensi ke osis kah?" tanyaku, Lala mengangguk semangat
"Kamu punya gambaran tempat yang bagus?" aku menggeleng membuat Lala mendengus, Aku hanya tertawa melihatnya.
Aku kembali fokus dengan buku matematikaku, begitu juga dengan Lala yang sibuk dengan bukunya. Aku harus bisa lulus, dengan nilai yang tinggi agar bisa masuk universitas negeri.
Aku sudah punya tujuan dari dulu, jika setelah lulus nanti aku akan tinggal di Bandung. Sesuai janjiku juga pada Nenek dan Deri. Sebenarnya aku ragu untuk kuliah disana, meninggalkan Mama dan Bang Gara disini, begitu juga akan meninggalkan Lala dan Orion.
Tapi aku tidak boleh pupus sampai disini, Ini mimpiku sejak kecil, aku harus bisa meraihnya walaupun banyak hal yang aku harus tinggali.
Lagipula sudah cukup aku tinggal di Jakarta, belajar banyak hal disini, dan aku harus kembali ke Bandung, tempat dimana aku di lahirkan.
Aku menutup buku ku, kala senja sudah muncul di atas langit, Menyuruh Lala untuk cepat merapikan alat tulisnya.
Kita harus kembali pulang karna hari sudah sore. Aku juga takut jika Mama akan marah, karna aku izin tidak akan sampai pulang malam.
Maka dari itu, Aku dengan cepat mengajak Lala pulang, Untuk menghindari macet yang akan membuat kami berdua pulang telat, tapi yang lebih utamanya menghindari omelan Mama yang bagiku cukup mengerikan dan juga menakutkan.
Aku berjalan beriringan keluar dari perpustakaan. Lala memintaku untuk menemaninya sebentar, gadis itu ingin membeli minuman di Caffe depan. Aku hanya mengangguk saja, lagipula akupun juga ingin membeli
Aku menunggu, sedangkan Lala yang memesan. Keadaan Caffe minuman ini lumayan ramai pengunjung, aku hanya bisa melirik sana sini hingga tepukan di bahu membuat aku terkejut
"Maaf mengagetkanmu!" Aku menoleh dengan dahi yang mengkerut, aku seperti mengenali seseorang yang kini berdiri di depanku
"Aku Sesil!!" Ah ya, Gadis itu adalah Cyelinsia
"Oh, haii! duduk dulu!!" ujarku mempersilahkan Cyelinsia untuk duduk di sampingku
"Sudah lama tidak bertemu" ucapku, berbasa basi memulai topik pembicaraan, ia tersenyum kecil dengan kepala yang mengangguk
"Kebetulan ketemu disini, Aku sekalian ingin pamit padamu dan juga Lala!" ujar Cyelinsia
Aku mengernyit "pamit?" ucapku mengulai perkataannya
"Ya, aku akan ke Amerika. Menetap di sana untuk selamanya!" jelasnya, aku membelalakkan mataku.
"Kenapa harus pergi, lalu bagaimana dengan Orion?" ucapku hati-hati
Cyelinsia tersenyum miris, "Aku memang mencintai Orion, namun aku harus belajar merelakan segalanya, Cinta butuh pengorbanan kan? dan ya, ini pengorbananku untuknya!"
Aku terpaku, menatap Cyelinsia dengan terkejut, jadi, selama ini ia mencintai Orion? Aku meremas jariku gugup.
"Aku dan Orion adalah teman kecil, kami tumbuh dewasa bersama. Setelah beranjak dewasa, aku malah menyukai dirinya, dan berakhir dengan rasa cinta yang begitu besar untuknya. Tapi Orion, ia menyatakan jika aku hanya obsesi padanya, Aku sadar jika perasaanku untuknya memang terlalu berlebihan" jelas Cyelinsia
"Aku juga mengetahui jika kamu menyukai Orion, sama sepertiku" pernyataan Cyelinsia kali ini membuatku tersedak ludahku sendiri.
Cyelinsia tertawa kecil menatapku, "Pancaran matamu yang membuatku paham, Cana. Saat kamu menatap diriku dan Orion saat pertama kali kita bertemu, aku sudah mengetahui apa isi hatimu."
Aku menunduk malu, dengan rasa tegang yang berangsung menghilang, "Ahh, ya–"
"Cana, Loh– Sesil?" Lala datang, memotong ucapanku. Setelahnya, dua gadis itu saling berpelukan sebentar, lalu kembali duduk.
"Kebetulan banget kita ketemu disini, La aku ingin pamit" ujar Cyelinsia
"Pamit? mau kemana dah?" tanya Lala bingung
"Aku mau ke Amerika, menetap disana. Oh ya, maaf aku harus pamit, seseorang sudah menunggu sedari tadi di mobil, La maafkan aku ya!!" Lala menatap kepergian Cyelinsia dengan tatapan yang sulit di artikan
"Kamu tau ia kenapa?" Aku menggeleng, lalu segera mengajak Lala pulang, karena senja sudah datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Titik ke Koma [END]
Teen FictionCerita ini di ambil dari sudut pandang seorang gadis bernama Clarissa Nadhirva, yang menyukai teman sekelasnya sendiri. Cana menyukainya, walaupun laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suaranya untuk Cana. Hingga akhirnya, ucapan selama...