***Orion berjalan tertatih-tatih menuju kamar Rigel, Mengetuk pintu kamar dengan lemah.
"Apa sih!" sentak Rigel saat melihat Orion mengetuk pintunya.
"Anterin ke rumah sakit!"
"Lo punya kaki, bisa jalan sendiri!"
brakk
Pintu kamar tertutup kembali, Orion menghela nafas, lalu kembali ke kamarnya. Orion hanya bisa meringkuk, menahan rasa sakit yang sudah beberapa bulan ini ia rasai.
***
Orion menatap kaku, kertas yang tengah ia genggam. Lembaran kertas hasil pemeriksaan di rumah sakit.
Hasil yang membuat dirinya kaku untuk seperkian detik, Orion merasa jika dirinya selalu di hantam ribuan duri.
Orion hanya bisa pasrah, dan menerima semuanya dengan ikhlas. Karna di dalam kertas tersebut menyatakan, jika Orion mempunyai kanker otak stadium dua.
***
"Lo apain gitar gue!!!!" pekik Orion, kala melihat Gitar kesayangannya sudah patah dan hancur.
Rigel hanya diam, sembari memainkan ponselnya.
bughhh
"Sialan!!" desis Rigel
Keributan di dalam rumah kembali terjadi seperti biasanya. Rigel menghantam tubuh Orion ke dinding, Lalu menonjok rahang Orion.
"Suara gitar lo bikin telinga gue sakit!"
"Apa hubungannya nya? gue main gitar di belakang rumah, sialan!" maki Orion.
***
Rigel menatap nanar bingkai foto yang berada di atas meja belajar Orion. Foto ia dan Orion semasa kecil dulu, bersama sang Bunda. Rigel sadar jika ia terlalu membenci Orion yang sebenarnya tidak melakukan kesalahan apapun.
Ia membenci Orion karna sang Bunda meninggal di laut, saat berlibur waktu itu. Rigel benci Orion, karna Bunda sangat menyukai lautan.
Rigel selalu menyalahkan Orion yang ia anggap sebagai pembawa sial, tapi nyatanya, semua itu hanyalah musibah yang terjadi bukan karna Orion.
Rigel sadar, Begitu banyak kesalahan yang ia buat. Saat Orion di nyatakan sakit kanker, namun Rigel berharap jika sang adik akan mati secepatnya.
Dan akhirnya, Tuhan mengabulkan doanya, Orion juga mengabulkan permintaannya. Rigel mengusap wajahnya dengan kasar, lalu kembali menatap foto-foto yang berada di dalam laci kamar Orion.
Rigel ingat, saat Orion menyuruh dirinya untuk mengabari sang Ayah, Rigel hanya acuh dan tidak perduli, lalu meninggalkan Orion dengan rasa sakit yang bertubi-tubi. Rigel juga sadar, Jika ia dalang dari semuanya, yang membuat Orion membenci Ayah.
Nyatanya, Ayah selalu memberi kabar padanya jika ia merindukan Orion, hal yang selalu Ayah tanyakan hanyalah Orion. Itulah yang membuat Rigel muak dengan segalanya, kedua orangtuanya selalu memperhatikan Orion yang paling utama.
Namun Rigel selalu mengatakan, Jika Ayah tidak pernah mengabari dirinya, dari situ Orion selalu menganggap jika Ayah tidak perduli dengannya lagi.
Rigel membuka laci meja belajar Orion paling bawah, di dalamnya hanya ada foto-foto lama, saat dimana sang Bunda masih ada.
Rigel kembali mengamati kamar Orion. Nuasansa hitam di kamar Orion membuat Rigel sadar jika sang adik selalu terjebak di dalam kegelapan. Rigel berjalan ke arah rak buku yang berjejer rapi di surut kamar, Rigel akui jika Orion adalah anak yang cerdas.
Sebuah Buku di antara kumpulan buku tebal milik Orion membuat Rigel penasaran. Rigel membukanya, Matanya mengernyit kala melihat nama dirinya tertera di halaman utama. Rigel membuka lembar demi lembar kertas halaman buku.
Matanya melebar, lalu menangis...
Ternyata, selama ini. Ginjal yang selama ini ada di tubuh Rigel, adalah milik Orion. Rigel menangis... Membayangkan betapa sakitnya Orion saat itu.
"Rigel kecelakaan saat mabuk, Dokter bilang jika salah satu ginjal Rigel tidak berfungsi, dan harus melakukan operasi. Ayah sibuk mencari pendonor untuk Rigel, namun sangat sulit, sekalinya ada tidak cocok. Aku dengan ikhlas menyerahkan ginjalku padanya, Ayah marah, tapi aku memberikan pengertian hingga Ayah setuju"
"Rigel sudah sembuh, Namun berulah lagi."
"Gara-gara si Rigel, Cana harus kembali mengobati luka lebam yang berada di mukaku, aku yakin jika saat ini Cana menatapku dengan aneh, karna sekarang mukaku jelek karna ulah si Rigel"
"Asli, ini badan rasanya sakit banget, si Rigel mukulnya terlalu pake tenaga dalem. apa dia ga tau, kalo Adenya penyakitan!"
"Aku suka musik, tapi Rigel benci musik. Satu-satunya gitar kesayanganngku rusak karna Rigel merusaknya. Padahal hari ini aku dan Cana akan bernyanyi berdua, di atas panggung nanti"
Rigel Menutup buku harian Orion, lalu mengusap wajahnya dengan kasar, Air matanya turun begitu saja.
Liam datang bersama Cyelinsia yang tengah hamil besar. Berjalan menghampiri Rigel yang masih terduduk di atas kasur milik Orion, tangan keduanya saling mengusap bahu Rigel dengan lembut
"Adikmu sudah memaafkan kesalahanmu Rigel. Belajarlah dari sebuah kesalahan, Orion pasti bangga jika kamu berubah menjadi yang lebih baik lagi!" ujar Liam
"Kini, kita semua harus belajar, hidup tanpa hadirnya sosok Orion dan juga Bunda." jelas Liam kembali, Rigel mendekap tubuh sang Ayah, Lalu menangis.
"Orion.. Maafin gue. Gue nyesel..." batin Rigel
***
Cyelinsia berjalan memasuki area pemakaman. Padahal, keluarganya sudah melarang dirinya untuk datang ke tempat Orion dengan keadaan yang tengah hamil besar.
Tapi rasa rindunya sudah tidak kuat ia tahan, Cyelinsia menatap makam Orion dengan tatapan yang nanar. Bunga mawar putih kesukaan Orion ia letakkan, berharap Orion akan mengucapkan terimakasih dengan binar keceriaan.
"Hallo Orion... Aku sudah berhasil merelakan cintaku yang tidak terbalas olehmu. Aku sudah belajar untuk mencintai orang yang kini sudah masuk menjadi bagian hidupku." Cyelinsia tersenyum, mengelus papan nisan dengan lembut
"Orion, setelah aku merelakan cintaku, apa aku harus merelakan kepergian dirimu? Apa aku bisa sekuat itu? Merelekan dua hal yang menyakitkan sekaligus!" lirihnya dengan air mata yang mulai terjatuh
"Aku akan selalu mengingat segala hal tentangmu, Kamu selalu punya tempat tersendiri di ruang hatiku. Orion, aku meminta izin padamu, untuk menggunakan namamu, untuk melengkapi nama anakku nanti!!"
Cyelinsia tersenyum dengan tangan yang kini beralih mengusap lembut perut buncitnya."Ah ya, aku lupa meminta maaf padamu. Dulu, aku selalu bergantung pada hidupmu, hingga kamu tidak bisa mengejar cintamu. Aku tau kamu dan cintamu berbeda, tapi apa dengan cara kamu pergi semuanya akan membaik secara tiba-tiba?"
"Jawabannya tidak Orion, Cana selalu menangis dan meraung. Binar matamu yang menyejukkan terganti dengan mata memerah yang selalu mengeluarkan air mata."
"Orion, Terimakasih dan Maaf, untuk segala hal yang telah terjadi, dan telah kita lalui. Aku harus pergi, sama sepertimu yang telah pergi meninggalkan diriku, Aku tetap mengingatmu, dan akan berkunjung lagi kesini, untuk beberapa tahun yang akan datang. Aku pasti datang tidak sendiri, namun bersama keponakanmu yang nantinya akan mempunyai nama yang sama denganmu!!" Cyelinsia terkekeh gemas, Lalu bangkit berdiri
"Selamat tinggal, dan selamat jalan Bintangku!!" lirih Cyelinsia, lalu berjalan menjauh dari makam Orion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Titik ke Koma [END]
Teen FictionCerita ini di ambil dari sudut pandang seorang gadis bernama Clarissa Nadhirva, yang menyukai teman sekelasnya sendiri. Cana menyukainya, walaupun laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suaranya untuk Cana. Hingga akhirnya, ucapan selama...