***Hari yang di tunggu Cana telah tiba, Cana berjalan di samping Gara dengan tatapan bingungnya. kini, Cana tengah berada di pemakaman. Cana menoleh menatap Gara, Gara yang di tatap hanya diam tanpa bersuara.
"Kita mau ngapain?" tanya Cana untuk kesekian kalinya, setau Cana makam papa ada di Bandung.
"sampai!!" ujar Mama
Cana menoleh, badannya terasa kaku. Matanya teralihkan ke arah Mama dan Gara, Keduanya hanya tersenyum tipis sembari mengangguk kecil.
Cana mendadak lemas, berjongkok di samping makam yang membuatnya tidak bisa berkata-kata. Cana menangis, Isakannya terdengar begitu pilu, membuat Gara hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Ga mungkin!!!" pekiknya histeris. Cana meraung dengan Isak tangis yang kini bertambah kencang.
"Cana, ini kenyataannya!" ujar Mama.
Cana menoleh, menatap Mama dengan sendu. "Mata ini, milik Orion?" tanya Cana dengan Isak tangis yang masih lolos dari bibirnya.
Mama hanya bisa mengangguk, Cana memukul tanah yang berada di sampingnya. Ia tidak menyangka jika semua ini terjadi, Banyak hal yang ia tidak ketahui selama dirinya koma.
Namun, tidak ada satupun orang yang mengabari dirinya tentang hal ini. Pertanyaan Cana mengenai Orion, yang tidak pernah mengunjunginya sudah terjawab.
Kini, Bintangnya telah pergi.
Cana hanya bisa meratapi nasibnya sendiri, Cintanya belum terbalas namun sang rasa telah jauh terbang meninggalkan lara yang begitu menyakitkan.
Apa takdir selalu mempermainkan dirinya? Duka selalu hadir menghias hidupnya, Dua Bintang yang selama ini ia cintai begitu dalam, dengan cepat pergi menjauh dari dirinya.
Padahal, banyak hal yang belum ia lalui bersama Orion, tentang keinginan laki-laki itu yang ingin menatap laut bersamanya. Namun, semuanya sirna begitu saja, harapan tinggallah harapan. Tidak ada lagi Orion disisinya, tidak ada lagi yang bisa ia obati lukanya.
Sekarang, Cana lah yang harus belajar, mengobati luka hatinya sendiri. Karna Orionnya, telah pergi.
***
Cana menatap kosong langit-langit kamar miliknya, Sudah tiga jam lamanya, yang di lakukan hanyalah diam dengan jejak air mata yang masih membekas di wajahnya.Sangat sulit bagi Cana untuk menerima keadaan, semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Suara ketukan pintu membuat Cana tersadar dari lamunannya, Menatap Mama yang tengah berjalan sembari membawa kotak besar yang tengah ia pegang.
Mama duduk di samping Cana, menyerahkan kotak yang tadi di bawa, membuat Cana bingung .
"Buat Cana?" Mama mengangguk, lalu pamit pergi.
Cana membuka kotak yang di berikan Mama. Matanya mengernyit, menatap flashdisk dan beberapa buku Diary.
Cana berjalan mengambil laptop miliknya, memasukkan Flashdisk yang ada di dalam kotak. Cana kembali bingung, menatap heran ruangan yang sekarang ia lihat. Ini adalah ruangan rumah sakit.
"Haii Cana!!!"
Cana terkejut, saat wajah Orion muncul di layar laptop miliknya, Laki-laki itu tersenyum dengan wajah yang begitu pucat.
"Kaget ya??" Orion tertawa, membuat Cana melengkungkan bibirnya.
"Maaf ya?" Cana menggeleng dengan kuat
"Kamu nyebelin!!" ucapku menunjuk layar laptop.
Orion menarik nafasnya, lalu membuangnya dengan pelan.
"Cana, ada banyak hal yang aku ingin ceritain ke kamu, tapi rasanya semuanya akan sia-sia jika aku nunggu kamu bangun."
"Cana, kamu harus tau satu hal. Jika kamu gapernah berjuang sendirian!" Cana mengerutkan dahinya
"Aku mencintaimu, Cana!"
Cana menutup mulutnya syok, ternyata perasaannya tidak sia-sia. Ucapan cinta yang sejak lama ia tunggu, kini terucap dari bibir sang pujaan. Namun, Cana menangis pilu, saat menyadari semuanya telah terlambat untuk di rasai.
"Maaf jika aku baru mengungkapkannya padamu, Aku selalu takut dan ragu, karna aku tau jika kamu dan aku berbeda Cana!"
"Aku mencintaimu, tapi aku lebih mencintai Tuhanku. Maka dari itu aku menjauh, mencoba belajar melupakanmu tapi ternyata gagal, tiga tahun aku berusaha namun semua sia-sia. Perasaan itu malah semakin bertambah"
"Aku ingin memilikimu, tapi aku sadar jika tembok itu terlalu tinggi untuk ku. Aku tidak bisa memaksakan diriku untuk lebih mencintaimu di banding tuhanku"
"Cana, Ada banyak hal yang ingin aku lalui bersamamu. Bernyanyi berdua denganmu seperti hari itu, Menikmati langit senja di atas menara, Lalu bercerita banyak hal di bawah cahaya Rembulan"
"Aku pernah berjanji padamu, untuk menikmati indahnya laut saat semua telah usai. Kini, semuanya telah usai. Tapi aku tidak akan bisa menikmati indahnya laut bersamamu."
"Setelah ini, Kamu harus kembali berjalan menggapai mimpimu. Kamu tau? Hal yang selalu aku ingin lihat adalah senyummu! Aku tau kamu penasaran saat di taman hijau waktu itu"
"Sekarang, Senyum itu semakin jauh untukku. Ah... bukan senyum itu yang menjauh, Hanya saja aku yang akan pergi nantinya!"
"Cana, Aku berharap bisa hidup lebih lama lagi, tapi nyatanya aku tidak bisa. Kanker ganas ini meminta lebih tubuhku, Maafkan aku karna aku kamu juga merasakan sakit!"
"Aku selalu berdoa agar kamu bangun, tapi aku malah mendapat kabar jika matamu tidak lagi berfungsi. Cana... Aku ikhlas mendonorkan mataku untukmu, Semoga kamu terus bisa menjalani kehidupanmu, dan terus bisa melihat hal yang kamu sukai, walaupun aku berharap jika mataku bisa melihat laut saat hari ulangtahunku."
"Cana, Maaf jika aku sudah membaca semua puisi yang ada di buku Diary mu, Maka dari itu aku memberikan buku diary baru. Karna lembar itu sudah habis tertulis tentang diriku."
"Cana, terimakasih telah menjadi cinta pertama dan terakhir untukku. Selamat tinggal Cana!!"
Cana meraung, mantap laptop yang kini telah menampilkan layar hitam. Cana menangis, tangannya bergerak membuka kotak tadi
Mengambil salah satu buku yang menarik perhatiannya , Cana membukanya, lalu kembali meraung. Dadanya begitu sakit, merasakan hal yang telah di alami untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Titik ke Koma [END]
Teen FictionCerita ini di ambil dari sudut pandang seorang gadis bernama Clarissa Nadhirva, yang menyukai teman sekelasnya sendiri. Cana menyukainya, walaupun laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suaranya untuk Cana. Hingga akhirnya, ucapan selama...