Pov Orion***
Aku melihatnya dari kejauhan, kala ia bermain bola di tengah lapangan, mencoba memantulkan bola walaupun dengan gerakan yang salah.
Aku terkekeh geli saat ia mulai praktek bersama sahabatku sendiri, sangat lucu ketika ia menatap sedih kepada bola yang tidak masuk ke dalam ring.
Aku lihat ia tidak menyerah, masih sibuk bermain dengan bola walaupun hanya di mantul-mantulkan saja, tapi tiba-tiba bola itu menggelinding tepat di depan kedua kakiku, dengan cepat aku mengambilnya.
Gadis itu berlari kecil menghampiri bolanya, aku juga sadar jika gadis itu terdiam kaku saat sampai di depanku.
kepalanya sedikit demi sedikit mulai terangkat, menampilkan wajah yang lucu, walaupun raut wajahnya terlihat sedikit berbeda dari seperti biasanya.
Aku bergegas memberikan bolanya dengan cepat, lalu berbalik pergi saat ia menatap wajahku dengan serius.
Namun siapa sangka jika gadis itu akan mengejarku, Menarik tanganku, lalu membawaku keruang UKS
Ia begitu serius ketika mengobati lukaku, walau terkadang tangannya terlalu menekan lebam di wajahku hingga aku meringis ngilu.
Aku terenyuh, gadis itu begitu baik, walau aku sadar jika sejak dulu aku tidak pernah berbicara padanya. Mengacuhkan dirinya, bahkan tidak pernah menganggap dirinya ada.
Kotak P3K tertutup rapat, gadis itu sudah menyelesaikan semuanya, Aku masih menatapnya dengan diam
Saat kakinya pergi melangkah menjauh, Aku mulai sadar dari lamunanku.
"Cana" ku lihat ia berbalik, dengan mata yang menatapku, dadaku bergemuruh, saat menatap manik matanya, hanya saja Aku menepis semuanya karna aku harus fokus terhadap Cyelinsia
"Terimakasih, Cana!"
Senyum itu tercetak lebih jelas, ia mengangguk kecil sambil tersenyum menatapku, lalu pergi, membuat aku sedikit kecewa akan kepergiannya.***
Aku berdiri, menatap diriku di pantulan cermin. Mengamati dalam diam pantulan wajahku sendiri. Aku tersenyum miris, melihat kehidupanku saat ini.
Semua orang, menatapku dengan tatapan kagum, mereka menatapku dengan tatapan sempurna, namun nyatanya, hanya ada kesedihan dan luka di dalam seseorang yang mereka anggap sempurna.
Aku ingin menyerah, namun Orion harus terus bersinar terang di tengah gelapnya malam.
Berkat pertengkaran kemarin malam, Wajahku kembali di penuhi luka lebam. Rigel pulang dengan keadaan mabuk, lalu memukulku tanpa ampun.
Panggilan kata Bunda dari mulut Rigel begitu lirih, Aku tau jika Rigel yang paling kehilangan. Tapi aku juga merasa kehilangan.
Suara ketukan pintu di kamar, membuat aku berjalan menjauhi cermin. Membuka pintu, rupanya seorang gadis cantik tengah berdiri dengan senyum lebar di bibirnya.
"Katanya mau temani aku pergi, jadi tidak?"
Suara itu mengalun dengan nada merajuk, suaranya terdengar begitu merdu dengan bibir yang mengerucut lucu. Melihatnya, Aku tak dapat menolaknya, hanya bisa menangguk menyetujuinya dengan senyum simpul.
Gadis itu berjingkrak girang, membuat aku sedikit terkekeh di buatnya.
Aku mengajaknya turun ke lantai satu, ingin cepat keluar dan membawa gadis itu segera pergi ke tempat tujuannya.
"Tunggu!!"
Kami berdua dengan terpaksa menghentikan langkah, membalikkan badan, rupanya Rigel tengah berdiri di bawah anak tangga. Ia menatap heran ke arah kami berdua, lalu tatapannya jatuh ke arah gadis yang kini berdiri di sebelahku
"Mau kemana?" tanya Rigel kepada kami berdua, mungkin lebih tepatnya ke arah gadis di sebelahku.
Aku hanya diam, menatap kesembarang arah, malas melihat wajah Rigel yang menatapku dengan pandangan sinisnya, Aku masih teringat jelas saat Malam itu Rigel mengahajarku dengan membabi buta.
"Aku mau ke toko kue yang kemarin baru saja buka kak!!" jawab gadis di sebelahku dengan riang
Tatapan Rigel mengeras dengan tangan yang mengepal di kedua sisi tubuhnya, lalu kembali menatap gadis di sebelahku dengan senyum lebarnya.
"Wahh, kebetulan kakak juga mau kesana, mau bareng sama kakak?" tawar Rigel
Gadis itu menggeleng dengan cepat, "Aku maunya sama Orion kak!" ujarnya sedikit meninggi, yang mampu membuat Rigel menatapku dengan benci, dan aku menatap gadis di sebelahku dengan terkejut.
"Kalau gitu, kami pamit pergi dulu kak!!" Rigel hanya mengangguk kecil kala gadis itu menarik kasar tanganku.
Selama di perjalanan, Aku hanya menyimak celotehan gadis di sampingku. Gadis itu dengan semangat menceritakan kesehariannya walaupun aku tidak meminta ia bercerita.
Dari membahas sekolah, teman-temannya, barang branded ternama, alat makeup, dan yang membuatku terdiam kaku saat ia menagih jawaban dari pernyataannya waktu itu.
"Maaf Sesil, aku belum bisa jawab untuk hal itu" sesalku
Gadis yang bersamaku, adalah Cyelinsia. Semalam ia menghubungiku, meminta diriku untuk menemeninya pergi ke toko kue baru.
"Ahhh, begitu ya?" lirihnya dengan kekehan kecil yang membuatku menatapnya sendu.
Cyelinsia, gadis yang selama ini menjadi kebanggaan Rigel, justru malah menyatakan perasaannya padaku.
Gadis yang sejak kecil selalu bersama diriku hingga kami tumbuh dewasa menjadi remaja, dan ia masih senantiasa berada disisiku.
Aku hanya bimbang sama segala perasaan yang tertanam di dalam lubuk hatiku, menerima yang sudah bersamaku sejak dulu, atau menatap lurus kedepan, meraih seseorang yang memang benar-benar adalah cintaku.
Dengan Cyelinsia, Aku selalu merasakan senyum yang mengembang, tapi jauh dari itu semua, aku mempunyai perasaan yang jauh lebih besar untuk seseorang.
Cyelinsia mampu membuatku nyaman dengan segala sikapnya, namun ia tidak pernah berhasil membuatku jatuh cinta.
Aku hanya ingin mengikuti apa kata hatiku, menerima Cyelinsia adalah sebuah hal yang tidak harus aku lakukan. Aku tidak ingin mengambil hal yang di sukai Rigel, kakakku sendiri.
Sudah cukup Rigel menyalahkanku atas kematian Bunda, Aku tidak ingin membuat Rigel kecewa dengan aku yang tiba-tiba mencintai Cyelinsia.
Aku harap rasa ini tidak pernah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Titik ke Koma [END]
Teen FictionCerita ini di ambil dari sudut pandang seorang gadis bernama Clarissa Nadhirva, yang menyukai teman sekelasnya sendiri. Cana menyukainya, walaupun laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suaranya untuk Cana. Hingga akhirnya, ucapan selama...