***
Orion menatap Cana dari balik kaca. Air matanya sudah tidak bisa lagi di bendung, saat mengingat, jika Cana terluka karna menyelematkan dirinya.
Gadis yang selama ini selalu mengobati lukanya, kini terbaring lemah dengan berbagai alat yang menempel di tubuhnya. Sedangkan Orion tidak mampu mengobati luka Cana, seperti gadis itu mengobati lukanya.
Mama mengusap lembut bahu Orion, Membuat Orion menjatuhkan air mata yang sejak tadi ia tahan.
"Bukan salah kamu, Orion!" ujar Mama. Mama sudah mengetahui semuanya, jika Cana menyelematkan Orion dari tragedi hari itu.
Mama dan Gara tidak bisa menyalahkan Orion, karna baginya kejadian ini adalah musibah dan ujian dari sang maha kuasa.
Sudah terhitung satu bulan lamanya Cana tertidur, Orion hanya berharap jika Cana bisa bangun sebelum semuanya terlambat. Ada banyak hal yang harus Orion ceritakan, namun Orion sadar jika semua itu memang sudah terlambat
Orion pamit, tidak kuat berdiri menatap Cana dari balik kaca, kakinya melangkah menjauh, menuju tempat yang menjadi saksi bisu perjuangannya selama ini.
"Orion?"
Orion menoleh menatap Lala, gadis itu berlari kecil menghampiri dirinya, sambil membawa sebuah buku bersampul biru.
"Aku cuma mau ngasi ini, untukmu!" Orion menerima buku yang di sodorkan Lala.
"Aku tau jika ini rahasia terbesar Cana, tapi kamu harus tau Orion!" Jelas Lala
"Rahasia?" Orion mengernyit
Lala mengangguk, "Kamu harus bisa sembuh, Orion!!" Orion hanya bisa menghela nafas, lalu mengangguk kecil
"Aku duluan ya, sudah di tunggu Ka Lulu!" pamit Lala lalu berlalu pergi.
***
Orion termenung, menatap apa yang saat ini tengah ia baca, deretan rangkaian kata yang membuat hatinya bagaikan teriris benda yang begitu tajam.
Orion menangis, Rasanya sangat sakit. Mengingat apa yang selama ini ia lakukan, bagaimana semuanya terjadi begitu saja tanpa ia sadari.
Orion bangkit dari duduknya, berjalan menuju ponsel yang tergeletak di atas nakas. Tangannya membongkar case yang menjadi pelindung ponselnya, mengambil secarik kertas lalu membawanya kembali ke tempat ia duduk sebelumnya.
Sebuah robekan sajak puisi yang pernah ia temui di sekolah berada di genggamannya, Orion menyatakan rangkaian kata yang ada di genggamannya dengan buku biru milik Cana.
Orion kembali menangis. Saat dirinya telah berhasil, menemukan potongan sajak yang telah lama ia cari, yang ternyata berada di dalam sebuah buku bersampul biru milik Cana.
Cana, gadis yang selama ini selalu berada di sisinya, namun terasa begitu jauh untuk keduanya. Orion tersenyum getir, melihat bagaimana indahnya rangkaian tulisan yang entah mengapa membuat hatinya seperti tertusuk duri.
Cana yang selama ini selalu berjuang untuk bisa berada di dekatnya, Namun Orion tidak pernah menyadari semuanya.
Lirikan mata yang selama ini ia dan Cana lakukan, bukan sebatas rasa penasaran yang mendalam. Orion, terlambat menyadari semuanya.
"Cana, kamu harusnya mengerti, jika setiap tatapan punya makna tersendiri." gumam Orion Lalu menulis rangkaian kata di lembar kertas baru milik Cana.
Untukmu...
Aku tidak mengerti
Rasa apa yang kini hinggap di hati
Aku harap kamu memang mengerti
Setiap tatapan punya makna tersendiriCana, Aku menunggumu untuk hari nanti, melihat laut bersama diriku di hari yang akan datang, mendengarkan suara ombak dan kicauan burung di dekat pantai.
Ada banyak hal yang ingin ku lalui bersamamu, tapi rupanya aku sudah terlambat. Ya, aku terlambat menyadari semuanya.
***
Gara terdiam kaku, menatap sang adik yang masih tertidur lelap di atas Brankarnya. Tangannya dengan lembut mengusap pipi sang adik yang semakin lama menjadi tirus.
"Mungkin, kalau Abang ga mampir ke warung dulu, Cana pasti lagi sibuk milih kampus di Bandung." ujar Gara seraya terkekeh.
"Tapi, Abang telat jemput Cana, Maafin Abang!!" kini, Gara menangis, menyesali semuanya.
Saat Cana mengabari dirinya, memintanya untuk menjemput Cana di taman hijau dengan segera. Gara malah meledeknya, dengan menjemput Cana di lama-lamakan, berharap adiknya akan merajuk padanya nanti.
Tapi bayangan Gara sepenuhnya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Alih-alih menatap wajah ngambek Cana, Gara malah mendapatkan Adiknya terbaring lemah, dengan mata yang terpejam erat.
Gara terdiam, kala merasa pergerakan dari jari-jari milik Cana. Menatap sang adik dengan binar bahagia. Gara bergegas memencet tombol yang berada di dekat brankar, Lalu bergegas keluar menemui sang Mama.
***
Cana menangis, saat menyadari bahwa dirinya tak lagi bisa melihat. Semuanya terasa begitu gelap dan menakutkan. Mama dan Gara senantiasa berada di sampingnya, Menguatkan Cana jika Cana tidak akan berjuang sendiri.
"Cana cacat, Ma!!" lirihnya , membuat Mama menangis dalam diam.
"Cana, kamu harus sabar ya, sayang!" Mama begitu yakin jika ia akan mendapatkan pendonor untuk Cana.
Cana hanya bisa meratapi kehidupannya yang baru, tanpa warna dan tanpa cahaya, semuanya gelap.
Dua minggu dengan keadaan yang gelap, Akhirnya Cana bisa tersenyum senang. Cana menunggu hasil yang membuatnya tersenyum sedari tadi, Saat ini perban yang ada di matanya akan di buka.
Operasi kornea mata yang di nyatakan berhasil. Kini, Cana tinggal menunggu matanya menerima cahaya yang akan masuk, tidak akan ada lagi kegelapan.
"Ayo Cana, buka matanya pelan-pelan!" perintah dokter
Cana membuka matanya pelan-pelan, Cahaya yang masuk begitu menyilaukan untuk dirinya. Cana mengerjap, sebelum akhirnya dapat melihat wajah dokter yang berada di hadapannya
Cana menoleh, menatap Mama yang ada di belakang dokter, "Mama?"
Mama tersenyum, air matanya jatuh begitu saja, Mama mengangguk dengan semangat. Cana kembali mengalihkan perhatiannya, kini Gara yang berada di hadapannya.
Gara tersenyum, menyambut Cana yang akan memanggil dirinya "Abang?"
"Abang disini!!" ujar Gara yang sudah tidak bisa lagi menahan senyum lebarnya. Semuanya, nampak bahagia. Kini, Cana telah kembali seperti sedia kala, bibirnya kembali tersenyum, dengan mata baru yang sering kali mengerjap lucu.
Siang ini, setelah makan siang. Mama menyuapkan buah ke dalam mulut Cana. Saat ini Cana tengah bermain bersama Gara di sampingnya, sesekali membuka mulutnya kala Mama menyuapkan buah untuknya.
Cara begitu senang, akhirnya ia bisa kembali melihat, Namun Cana masih bertanya-tanya pada dirinya, Siapa orang baik yang telah mau mendonorkan matanya?
"Mama?"
"kamu mau apa, sayang?" tanya Mama lembut
"Aku mau tau, Siapa yang donorin matanya untukku?"
Mama terdiam "Kamu mau tau?" Cana mengangguk semangat
Mama menoleh ke arah Gara, sedangkan Gara hanya mengangguk sembari menatap Cana yang berada di sampingnya.
"Setelah keluar dari rumah sakit, kita akan menemui orang yang mendonorkan matanya untukmu!" seru Mama
"Apa dia akan buta? sama seperti aku saat itu?" lirih Cana, Mama menggeleng lalu tersenyum
"Ia melihatmu, dan senang jika kamu tersenyum!"
"Kenapa?"
"Karna ia telah berhasil!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Titik ke Koma [END]
Teen FictionCerita ini di ambil dari sudut pandang seorang gadis bernama Clarissa Nadhirva, yang menyukai teman sekelasnya sendiri. Cana menyukainya, walaupun laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan suaranya untuk Cana. Hingga akhirnya, ucapan selama...