SANG BARA | 20

943 101 21
                                    

Hujan dan kesendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hujan dan kesendirian.

Air yang menerpa kaca jendela di hadapan Bara seakan memberi tanda jika Bara tidak harus menahan air matanya karena ada suara hujan yang meredam isakan, ada air hujan yang membantunya membasahi bumi, dan ada angin yang berhembus membawa rasa sedihnya.

Bara benci pengkhianat, tapi ia di kelilingi oleh orang-orang yang berkhianat padanya.

Sakit dan kecewa sudah menjadi sahabatnya sejak dulu.

"Bara, Mamah khawatir, Bara kalau mau bilang sesuatu bilang aja, jangan diam begini," ujar Delista penuh kekhawatiran, sejak sadar Bara tidak bersuara sedikitpun.

Aura tidak mengenakkan menyelimuti Bara dan Delista merasa takut.

"Mamah harus apa? Bara mau Mamah ngapain?"

Bara menoleh, ia yang sedari tadi memandangi hujan pun mulai menampakkan wajahnya pada Delista.

"Panggil Raga sama Damar kesini," ujar Bara mengejutkan Delista..

Raga dan Damar. Bara mengucap nama itu tanpa embel-embel Papah, itu jelas mengejutkan Delista. Delista tahu, mau sejahat apapun keadaan mereka dulu, tapi Bara tidak pernah meninggalkan kata Papah atau Mamah jika berbicara.

"Bara kenapa begini? Itu gak sopan, nak."

"Panggil aja, Mah," ucap Bara lalu kembali memunggungi Delista.

Delista menyentuh dadanya, perasaan takut membuatnya tidak tenang. Dengan segera ia menghubungi suami juga mantan suaminya dengan perasaan cemas.

Butuh waktu yang cukup lama hingga pintu rawat inap Bara terbuka menampakkan Damar, Papah kandungnya.

"Bara!" panggil Damar menghampiri Bara segera.

"Untung Papah bisa pulang ke Jakarta dengan segera, ya ampun kamu penuh luka," ujar Damar memperhatikan Bara. "Sudah Papah bilang, berhenti ikut geng seperti itu, Bara. Ini yang Papah takutkan, Papah gak mau kamu begini."

Tatapan Bara tidak menunjukkan rasa rindu pada orang tuanya, ia menatap Damar dengan tatapan marah dan kecewa.

Ceklek

Pintu kembali terbuka, Raga muncul.

"Alhamdulillah," ucap Raga melihat Bara sadar, sejak semalam ia memang menemani Bara tapi harus pulang di pagi hari untuk pergi ke kantor.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Raga lembut, ia hendak menyentuh tangan Bara namun dengan kasar Bara menepisnya.

Raga terkejut, begitu juga Delista. Bara tidak pernah kasar pada Raga, selama ia sangat hormat pada Papah tirinya itu.

"Kenapa, nak?" tanya Raga pelan.

"Ada yang sakit?" tanya Damar ikut bersuara.

"Untuk apa khawatir?" tanya Bara sarkas beserta tatapan tajamnya. "Bukannya ini tujuan kalian?"

SANG BARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang