9

5.6K 583 25
                                    

"Kalau Kay yang minta tolong ante buat temenin Kay di rumah. Apa boleh?"

Kalimat itu terus terngiang memenuhi gendang telinganya. Ini sudah dua hari berlalu dan kenapa kalimat itu seolah menerornya? Berputar tanpa henti membuat frustasi.

"Haaah." Katrine mendesah penuh tekanan. Kepalanya kembali ia tumpukan di atas meja. Bibirnya meniup poni yang menutupi mata mencoba mengusir suara Kylee yang masih terdengar jelas di ingatannya. 

Hari ini toko bunga miliknya lumayan ramai. Jam sudah menunjukkan waktunya makan siang,  perutnya yang belum terisi sejak pagi mulai berteriak meminta makan. Tapi otaknya bilang ia harus tetap duduk dan melamun. Setidaknya Katrine ingin mengistirahatkan punggungnya yang terasa pegal.

Belum juga perempuan itu lima menit meletakkan kepalanya, bunyi dentingan lonceng membuatnya buru-buru duduk selayaknya. Dari balik pintu itu Katrine bisa tahu siapa yang datang. Yang ia kira pelanggan ternyata bukan.

Jeno dengan setelan jas hitam dan kemeja putih dipadukan dengan celana kain senada. Rambutnya klimis dan hitam mengkilap. Perempuan itu sempat terpukau, baru kali ini Katrine percaya jika lelaki itu memang benar penegak hukum. Rapi dan tampan.

Namun laki-laki itu tidak datang dengan tangan kosong. Di tangannya ada sebuah kotak makan yang Katrine tebak dari salah satu restoran yang cukup terkenal. 

"Hai, udah makan siang?" Sapa sekaligus tanya Jeno.

"Hai, belum hehe." Katrine meringis, mempersilahkan tamu tak diundangnya untuk duduk.

Jeno menarik satu kursi untuk ia tempati. Lantas meletakkan makan siang yang dibawanya duduk berhadapan, hanya dibatasi meja bundar kecil.

"Kebetulan lewat, terus inget kamu. Suka nasi goreng gak?" Katrine terdiam sejenak menatap lelaki itu. Ini di luar dugaannya. Sedangkan yang di tatap hanya tersenyum manis.

"Suka kok, aduh harusnya kamu nggak usah repot-repot Jeno." kata perempuan itu sungkan tapi dalam hati bersorak senang. 

Tentu kebetulan lewat hanyalah sebuah bualan. Jeno sengaja menyempatkan waktu untuk makan siang bersama Katrine. Entah apa yang membuatnya seperti ini hingga rela jauh-jauh datang hanya demi makan siang bersama.

"Nggak ngerepotin sama sekali." Tetap jawabannya semakin membuat Katrine merasa tak enak hati. Jarak antara firma milik Jeno dan floristnya cukup jauh. 

"Suka kopi susu? Sorry ya aku nggak tahu kamu sukanya apa jadi aku samain." Setelah mengeluarkan dua box nasi goreng, lelaki itu mengeluarkan dua cup kopi susu dari teras terbuka.

"Suka kok, suka." Katrine menerima kopi susu yang sudah ditusuk dengan sedotan.

Lelaki itu dengan telaten mengelap sendok dan garpu, lalu menatanya dalam box milik Katrine baru kemudian ia serahkan pada perempuan itu.

"Makasih.." Katrine menerimanya dengan canggung. Bau harum rempah menusuk penciumannya dan perutnya yang lapar semakin lapar.

Lelaki itu tanpa ragu menyendok makan siangnya sambil sesekali mencuri padang pada Katrine. Jeno punya nyali yang cukup berani datang tanpa Kylee dan membawa makan siang. Terlalu kentara dengan ketertarikannya. 

"Biasanya tutup toko jam berapa?" Tanya Jeno di sela suapannya.

Lelaki itu sedikit lucu saat makan, ditambah senyumnya yang tak luntur sedikitpun. Membuat matanya yang sipit bertambah sipit.

"Jam delapan, tapi kalau lagi males atau bosen ya sore udah tutup." 

Jeno mengangguk paham. "Kenapa milih buka toko bunga? Bukannya papa kamu di kejaksaan?" 

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang