19

4.2K 519 14
                                    

Untuk beberapa saat perempuan itu terdiam di tempatnya berdiri, membiarkan pasangan ayah dan anak itu kembali membaur dalam keadaan yang super canggung. Perasaan Katrine tak karuan, merasa aneh karena tiba-tiba terlibat dalam urusan keluarga orang lain.

Dulu, sebelum anak itu datang padanya Katrine hidup dalam kata monoton. Hanya florist yang ada dalam benaknya tanpa kisah cinta karena terakahir kali berkencan dia dihianati oleh mantan pacarnya. Itu pun sudah hampir lima tahun yang lalu.

Bukan berarti Katrine menyesali pertemuan mereka. Hanya saja, dia merasa terbawa ke dalam kondisi dimana dia belum cukup mengerti. Hubungan percintaan saja dia kandas, apalagi hubungan dingin antara anak dan ayah?

Dalam tempatnya berdiri Katrine tidak mendengar suara selain suara kucing yang mengeong sejak tadi, kucing itu mengendus kakinya sesekali menekan-nekan kakinya dengan kaki kecil itu.  

"Hai, harusnya kamu bantu majikan kamu baikan. Bukannya ngendus-ngendus kakiku." Kucing itu lantas mendongak, menatap dengan mata bulat seperti kelereng.

Katrine menggelengkan kepala saat kucing itu tiba-tiba berjalan menjauhinya dengan langkah kemayu menuju singgasananya yang berada di dekat tangga. 

"Aneh." Perempuan itu mengendik. Terakhir kali ia datang kemari Katrine belum menemukan atensi kucing abu itu. 

"Ayah minta maaf ya?" Setelah diamnya yang lama Jeno mulai bersuara pelan, laki-laki itu menatap sendu putranya. 

"Ayah nggak tahu kalau sikap ayah selama ini ternyata melukai kamu. Ayah kira selama ini kamu baik-baik aja karena nggak pernah protes sama ayah." Jeno benar-benar menyesal. Terdengar dari cara lelaki itu berbicara dan tatapan matanya menyiratkan sebuah penyesalan begitu dalam.

"Nggak pernah protes bukan berarti baik-baik aja." Kylee membalas cepat sembari menatap sang ayah. Berbeda dengan Jeno yang terlihat tenang, ternyata masih ada sisa-sisa emosi dari Kylee.

Sejenak, Katrine menarik napas panjang, mendengar ketusnya nada bicara Kylee membuat perasaannya mencelos. Ia tahu Kylee masih marah pada Jeno, terlebih saat tahu Jeno yang mencoba menghindar.

"Kay, ayah minta maaf. Lain kali kamu bisa bilang sama ayah-"

"AKU MAUNYA AYAH NGERTI TANPA AKU BILANG DULU!" 

Teriakan itu menggema ke seluruh penjuru rumah. Membuat sang kepala keluarga membeku karena terkejut, Katrine yang berdiri agak jauh pun terkejut dengan sentakan Kylee. 

Dada anak itu naik turun sebab emosinya menggebu. Tanpa mengatakan apapun lagi Kylee beranjak dengan kasar, lalu pergi begitu saja meninggalkan sang ayah yang masih terdiam. Bunyi pintu yang ditutup secara kasar pun terdengar keras hingga dasar. 

Katrine menggigit bibir bawahnya, benar-benar tidak berkutik setelah menyaksikan pertengkaran secara nyata. Di tempatnya duduk Jeno menarik napas panjang laki-laki itu berusaha setenang mungkin karena baru kali ini Kylee begitu marah padanya karena biasanya anak itu hanya marah merajuk. 

"Jeno, you okay?" Katrine tidak pandai dalam hal menenangkan orang lain. Perempuan itu tidak bisa melakukan banyak hal kecuali membiarkan orang itu tenang sendiri.

"Mungkin kamu harus biarin dia sendiri dulu, baru setelah itu bicara baik-baik sama dia." Yang dilakukannya hanya mengusap bahu si lelaki berharap sentuhan lembut itu mampu menenangkan Jeno.

"Aku beneran nggak tahu kalau selama ini dia kecewa sama aku Kate, aku pikir yang aku kasih udah cukup buat dia." 

"Jeno, boleh aku bilang sesuatu? Aku nggak bermaksud ikut campur tapi..." Perempuan itu terdiam sesaat. Menatap Jeno ragu, takut apa yang akan dia bicarakan menyinggung lelaki itu. Tapi saat si lelaki terlihat mengangguk, Katrine akan mengatakan apa yang ada dalam kepalanya.

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang