18

4.1K 493 5
                                    

Beberapa saat kaki lelaki itu tidak bisa bergerak bebas Ia ingin melangkah lebih dalam, meminta maaf dan memeluk putranya. Tapi seolah mati rasa, kaki itu tak bisa ia gerakan sama sekali. Saat lelaki itu mengangkat wajahnya, lalu bertemu dengan mata Katrine, Jeno sadar bahwa ia tidak akan pernah bisa melangkah maju.

Di dalam putranya menangis keras, mengatakan ia jahat dan tidak peduli. Ulu hatinya seperti baru saja ditancap oleh benda tajam menikam dan membuatnya sulit bernafas.

Kaki itu berjalan mundur secara perlahan, menghindar dalam sekejap dari pandangan Katrine yang terlihat khawatir padanya. Lelaki itu pergi padahal baru saja kembali dengan beberapa kotak sarapan yang ia bawa dari rumah orang tuanya.

Kotak-kotak itu berakhir diletakkan di depan pintu florist lalu si pembawa pergi lagi tanpa sebuah kata. Padahal sejak keluar dari rumah sang mama, membawa sarapan untuk dimakan bertiga, lelaki itu merasa bahagia luar biasa.

Mendengar bagaimana putranya menangis begitu keras. Lalu semua yang ia berikan selama ini untuk anak itu sama sekali tidak diterima dengan baik membuat hatinya marah. Marah pada dirinya sendiri yang tidak pernah becus menjadi seorang ayah.

Lelaki itu memukul stirnya kuat, menginjak pedal gas lebih dalam hingga mobilnya melaju di atas rata-rata. Kepalanya dipenuhi ingatan-ingatan saat mereka bersama dan caranya memperlakukan putranya ternyata terlalu jauh dari kata sempurna.

Suara putranya menggema dalam kepala, cara anak itu mengerang marah, meremat kuat kemeja Katrine untuk menyalurkan perasaan kecewanya. Lalu air mata itu Jeno baru sekali melihatnya seolah tidak memiliki harapan.

Kylee tidak pernah menangis selama ini, kecuali saat ia masih balita dulu. Bahkan ketika ada segerombol perundung yang merundungnya di sekolah anak itu tidak pernah sekalipun menangis. Kylee juga tidak pernah semarah itu padanya jika ia terlambat menjemput atau tidak bisa menjemputnya, Kylee tidak pernah terlihat sekacau itu ketika bersamanya.

Ternyata tenang yang selama ini Jeno kira adalah baik-baik saja, justru salah besar. Pada kenyataannya Kylee hanya berpura-pura hingga pada akhirnya Kylee meledakkan semua yang ditahan selama ini. 

Sebuah bangunan bernuansa klasik dengan tiga lantai menjadi pemberhentian lelaki itu. Tempat yang sudah lama tak ia jamah. Saat pintu berdecit karena ia membukanya sang pemilik menatap tak percaya memastikan berkali-kali jika yang datang benaran Jeno, bukan makhluk halus yang menyerupai lelaki itu.

"Weeh tumben kesini? Dihh jelek banget muke lu kayak orang abis kemalingan." Jaemin beranjak dari depan komputernya, meninggalkan setumpuk pekerjaan demi kawan karibnya yang tiba-tiba datang ke studio miliknya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jaemin, Jeno lebih memilih untuk duduk dan meraih bungkusan rokok milik Jaemin yang diletakkan begitu saja di atas meja, kemudian mematiknya hingga ujung benda itu terbakar. 

"Ngapain sih lu? Galau? Di tolak lu sama cewek penjual bunga itu?" Jaemin geleng-geleng kepala dengan asumsinya sendiri, ikut meraih sebatang rokok dan menyalakannya. Kebetulan pagi ini ia belum merokok hanya meminum kopi sebagai penyelamat kantuk karena ia belum tidur sejak semalam.

"Ternyata selama ini gue nggak becus ngurus anak gue." Desis Jeno tiba-tiba.

"Emang." Saut sang teman tapi Jaemin langsung menggulung bibirnya begitu mendapat tatapan menusuk dari Jeno. 

Lalu yang ia lakukan hanya kembali bersandar, terdiam beberapa saat karena ia mulai paham kemana arah bicara kawannya. Mereka sangat dekat untuk berbagi kisah masing-masing, Jaemin tahu seperti apa jatuh bangunya seorang Jeno saat masih muda dan begitupun sebaliknya.

"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak akan pernah bisa jadi orang tua yang sempurna." Jaemin kembali bersuara ketika keterdiaman mereka hanya dipenuhi bau tembakau.

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang