4

6.3K 687 20
                                    

"Mau keluar sama ayah, gak?" Kylee yang tengah membaca buku matematika mendongak.

"Kemana?" Tanyanya mengernyit, sebab Jeno tidak pernah mengajaknya pergi jika bukan ke sekolah.

"Keluar aja, nongkrong sama om Nana." Jawab Jeno yang masih setia berdiri di ambang pintu.

"Nggak ah, mau belajar aja." Kylee menggeleng kembali membaca buku paket matikanya sekalipun besok libur.

Jeno menghela napas jengah. Apa keputusannya menyekolahkan Kylee lebih cepat ternyata membawa dampak buruk?

"Ini sabtu Kylee." Ingat Jeno

"Ya terus?"

"Ini malam minggu, besok libur. Ngapain belajar?"

"Ya emangnya kenapa? nggak boleh belajar kalau besok libur?" 

Jeno semakin jengah. Setelan kaos dan ripped jeans sudah ia pakai, persis seperti anak muda yang akan menongkrong sampai tengah malam dengan teman seperjuangannya.

Tetapi Jeno tetap tidak akan melupakan jati dirinya sebagai seorang ayah. Mana mungkin dia tega meninggalkan anaknya sendirian rumah. Ya walaupun biasanya begitu sih.

Kali ini lelaki itu mendekat dan menarik buku paket yang tengah dipelajari putranya.

"Ayah!" Teriak Kylee tidak terima lantaran buku paketnya diangkat hingga tidak bisa ia jangkau.

"Udahlah, jangan belajar terus. Sesekali keluar nongkrong sama ayah."

Kylee yang tadinya tengkurap kini berbalik. Anak itu merengut karena acara belajarnya terganggu.

"Males ah."

"Ayo, nanti kalo nggak sama kamu ayah bisa lupa rumah." Jeno menarik lengan putranya hinga mau tak mau bangun.

"Yaudah gausah pulang sekalian." Kylee bangun dengan ogah-ogahan. Menghentakkan kaki bahwa ia sungguh kesal.

Kadang Jeno juga menginginkan interaksi kecil seperti ini untuk dilakukan. Tidak hanya bertemu tapi saling melempar kekesalan. Membuat kesal satu sama lain ternyata tidak begitu membosankan.

Sayangnya Kylee sudah terlanjur membangkang padanya, sulit dimengerti dan mengerti. Anak itu lebih suka sendirian ketimbang duduk berdua dengannya walau sekedar untuk menonton acara tv bersama.

Seperti kota-kota lain saat malam minggu, penjuru ibu kota daerah selalu ramai dengan anak-anak muda maupun paruh baya.

Ada banyak Cafe di sepanjang Jalan Jakarta. Namun satu yang selalu menjadi andalan Jeno dan kawan-kawan. Namanya Cafe Teras Terbuka.

Cafe bernuansa modern minimalis dengan tempat separuh tanpa atap. Menunjang setiap pengunjung yang bebas ingin merokok tanpa perlu keluar ruangan.

Cafe ini cukup digandrungi anak muda karena tempatnya yang aesthetic. Tapi bagi Jeno bukan itu yang jadi poin utamanya. Semua orang harus tahu jika kopi susu di cafe ini sungguh nikmat luar biasa.

Jeno bukan pecinta kopi, namun racikan barista Teras Terbuka patut dihadiahi dua jempol. Sesuai dengan seleranya yang tidak terlalu menyukai kopi.

"Ayo."

Hanya Jeno satu-satunya orang yang membawa anak kecil ke tempat ini. Bukan karena ini kawasan terlarang bagi anak kecil. Tapi siapa yang suka mengajak anak kecil untuk nongkrong bersama teman?

Kylee bisa tahu bagaimana ramainya tempat ini, di ujung sana anak itu melihat Jaemin atau yang kerap ia panggil om Nana tengah sibuk dengan laptop dan segelas americano.

Kylee melirik ayahnya sebentar. Penampilan ayahnya sama sekali tidak mencerminkan seorang duda beranak satu yang usianya menyentuh kepala tiga. Lebih cocok di juluki anak muda semester akhir yang berjuang melawan skripsi.

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang