17

4.4K 524 14
                                    

Rasanya sudah lama Kylee tidak mencium bau segar bunga-bunga itu. Minggu pagi yang cerah, akan ia habiskan sehari penuh untuk menemani Katrine di florist. Sejak datang bibirnya sudah tersenyum lebar. 

Sejak pertama kakinya menginjak tempat ini, lalu bertemu dengan Katrine. Kylee merasa ia akan menemukan sebuah kata cukup. Sebuah cukup untuk teman mengobrol, sebuah cukup untuk perhatian yang ia dapat, sebuah cukup karena merasa Katrine bersikap begitu baik padanya.

Kylee menatap secangkir coklat hangat yang selalu Katrine sajikan di pagi hari setiap ia berkunjung, padahal Kylee tidak pernah mengatakan ia ingin sesuatu tapi perhatian kecil perempuan itu mampu membuatnya merasa dihargai.

Kylee cukup tersanjung saat orang lain begitu memperdulikannya, memperlakukannya dengan baik tanpa melihat latar belakangnya yang justru sangat susah ia dapat dari keluarganya sendiri.

"Ante." Setelah keterdiamannya yang lumayan lama akhirnya Kylee membuka suara. Panggilan itu berbalas senyum. 

"Kenapa Kay? Butuh sesuatu?" Tak urung Kylee menggeleng cepat, ia memang sedang tak ingin apa-apa.

"Terus?" Katrine yang awalnya berdiri kini duduk di hadapan anak itu, memperhatikan embun yang menempel pada dinding kaca.

"Kalau Kay disini, ganggu ante nggak?" Pertanyaan itu membuat Katrine menatap bingung. Sebaliknya Kylee butuh tempat dimana ia berani mengutarakan isi hatinya.

Lalu terkekeh pelan, Katrine memang bukan perempuan yang menyukai anak kecil, baginya anak kecil adalah makhluk yang merepotkan. Tetapi saat perempuan itu kedatang seorang anak laki-laki di malam yang mendung, duduk diam tanpa banyak bicara padanya dan menerima secangkir coklat hangat, Katrine mulai merubah pola pikirnya.

Ternyata tidak semua anak merepotkan, ternyata tidak semua anak berisik seperti bayangannya dan ternyata tidak semua anak semenjengkelkan dugaannya.

"Selama kamu nggak gangguin ante waktu kerja, ya enggak ganggu lah." Pagi ini benar-benar cerah, mataharinya bersinar penuh semangat walau embun masih memberi selimut.

"Tapi ayah juga selalu bilang gitu, padahal kenyataannya Kay selalu ganggu ayah. Sekalipun Kay cuma duduk di ruangannya." Seolah belum cukup dengan jawaban perempuan itu Kylee kembali bersuara.

"Dari mana kamu tahu kalau ayah keganggu?" Katrine menatap dengan kening berkerut, rasanya Jeno tidak mungkin seperti itu.

Katrine sadar bagaimana hubungan keduanya terasa sangat canggung sekalipun tidak ada yang mengatakannya. Tapi Katrine jelas tahu Jeno menyayangi putranya hanya dari bagaimana cara lelaki itu menatap putranya.

"Dari sikap ayah. Ayah selalu lihat Kay lalu berdecak." Katrine mengendarkan tatapannya. Perempuan itu tidak lagi duduk dengan posisi maju, ikut bersandar pada sandaran kursi dan mengamati bagaimana Kylee mencoba ingin bercerita padanya.

"Kay nggak bermaksud buat mengganggu ayah dengan cara ikut ke kantor. Tapi Kay lebih suka di kantor dari pada di rumah sendirian. Walau sama-sama di rundung kesepian, setidaknya Kay sama ayah." 

Anak itu menunduk, dalam kepalanya berputar ingatan dimana Jeno akan selalu bersikap acuh pada kehadirannya. Padahal anak itu akan diam duduk di sofa yang terletak jauh dari tempat lelaki itu. Namun setiap kali Kylee mengamati cara ayahnya bekerja dan sesekali melihatnya dengan decakan, Kylee selalu merasa kehadirannya tidak pernah Jeno harapkan.

Sedangkan Jeno memang pergi setelah mengantarkan Kylee padanya, lelaki itu hanya turun sebentar dan meninggalkan putranya. Katrine dengar lelaki itu akan berkunjung ke rumah orang tuanya, maka itu menjadi salah satu alasan Kylee duduk bersama dirinya, karena Kylee tidak akan pernah mau ikut Jeno pergi ke rumah itu.

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang