34 unfinished story

4.6K 366 36
                                    

Sore di hari minggu Kylee habiskan bersama sang ayah di taman dekat rumah mereka. Taman yang selalu sepi kali ini terasa lebih hidup, sebagian dari mereka sedang berlari atau sekedar duduk dan mengobrol.

"Ayah itu beneran serius sama mama kan?" Tanya Kylee yang kini menggantung di punggung sang ayah.

Posisi gendong belakang seperti beberapa hari lalu selepas ia pingsan di sekolah. Bedanya kali ini Kylee merasa nyaman, tidak malu seperti saat itu.

"Kenapa nanya gitu?" Jeno menoleh pada putranya yang bertumpu pada bahunya.

"Ya nanya aja, Kylee seneng aja kalau ayah serius sama mama."

Lelaki itu terus berjalan pelan tanpa tujuan, hanya mengitari taman degan Kylee di gendongan belakang. Padahal tujuan mereka datang kesini untuk berolahraga, tapi Jeno tidak protes saat putranya minta untuk di gendong sembari berjalan.

"Aku mau digendong ayah, boleh gak?"

Tanpa protes lelaki itu langsung berjongkok dan membiarkan punggungnya memberat.

"Serius kok, sebentar lagi kamu beneran punya mama sambung. Gak apa-apa kan ayah nikah lagi?"

"Gak apa-apa, Kay seneng biar ada yang nemenin ayah juga. Kan selama ini ayah pasti juga kesepian, ayah juga pasti capek urus aku sendirian kan?"

Jeno tersenyum saat ini, putranya benar-benar tidak bisa ia duga, banyak sekali kata bijak yang keluar dari mulutnya.

"Nanti bisa sarapan bareng atau makan malam bareng, terus kita bisa foto keluarga di studio, ayah mau kan foto keluarga?" Jeno mengangguk, ia tidak ingin menyela dan membiarkan putranya terus berbicara tentang semua keinginannya.

"Kalau sabtu minggu kan libur, kata mama kita bisa piknik bertiga, main sepeda, ke taman wahana atau gak ke pantai. Kay pengen ke pantai sama-sama."

"Ayah, jangan diem aja dong ayo bicara ayah mau melakukan apa kalau nanti mama udah jadi keluarga kita. Nanti kita wujudkan bersama-sama."

Setiap langkah sangat berarti untuknya, dengan Kylee di gendongannya, berceloteh ria tentang masa depan mereka dan itu semua terasa sangat membahagiakan.

Jika bisa Jeno ingin waktu berhenti sejenak, membersamai mereka dalam hangat yang selalu didambakan.

Aurora tampak sangat kuat di atas sana, pancaran merah yang indah serta sinar yang lembut akan selalu menjadi memori tak terlupakan jika keduanya tidak bisa lagi melakukan hal seperti ini nanti.

"Ayah cuma mau, kita bahagia. Bahagia sampai akhir."

Kylee tampak diam sejenak, dengan lembut ia meletakkan kepalanya pada bahu sang ayah, menoleh sedikit untuk menatap wajah milik ayah yang selalu terlihat kuat.

Kylee selalu kagum dengan wajah yang tidak pernah terlihat sedih, ya sekalipun dulu Jeno sering pulang dengan keadaan mabuk dan kacau. Tapi setiap lelaki itu sadar, kekacauan itu entah hilang kemana. Ayahnya selalu kuat dan tidak lemah.

"Ayah suka gak sama aku?" Pertanyaan itu membuat Jeno yang terus melangkah kini terhenti.

"Kenapa nanya gitu?"

"Mau nanya aja, aku suka sama ayah, ayah hebat, ayah kuat. Kalau besar Kay gak mau jadi seperti ayah tapi pengen kayak ayah."

"Kay selalu dengar pujian untuk ayah, gak di sekolah, gak di media, gak di keluarga ayah selalu unggul. Ayah orang yang hebat dalam berusaha, ayah bisa punya segalanya."

"Bukan bisa punya segalanya, tapi ayah mengusahakan semampunya." Jawab Jeno diselingi kekehan.

Lelaki itu kembali melangkah, membawa putranya di bawah aurora yang sayang sekali untuk di tinggalkan.

Jeno tidak pernah tahu jika putranya menilai dirinya sedemikian, ia kira Kylee hanya tau tentang ia yang tak pernah becus mengurus keluarga. Tentang kesepian yang selalu ia bawa, hampa yang membekas serta ketidak pahaman tentang perasaan keduanya.

"Tetap aja, ayah bisa dapat semuanya berkat usaha itu. Aku bangga tahu jadi anak ayah." Pujian yang sangat tulus ia terima untuk pertama kalinya.

"Ayah juga bangga karena Kay yang jadi anak ayah."

Diam-diam Kylee tersenyum di belakangnya, semakin mengeratkan kalungannya seolah memeluk dari belakang.

"Ayah...."

"Kenapa?"

"Ayah...."

"Iya Kay?"

"Cuma mau manggil aja."

Di bawah aurora keduanya tidak lagi bercakap, hanya saling tersenyum dengan bunga-bunga yang mekar dalam hati. Langkah yang semakin melambat serta beban yang sedikit terangkat, Jeno ingin keduanya di potret dalam ingatan yang membahagiakan.

Jeno sedikit menyesal, sebab ia tidak bisa memutar waktu. Ia melewatkan masa pertumbuhan putranya yang menggemaskan, tidak pernah menggendongnya dan kini ia menyadari bila putranya sangat cepat menjadi besar.

Tubuh kecil yang selalu ia tolak, kini menjadi penyesalan mengapa selalu ia hiraukan. Jika ada yang lebih berharga dari kata maaf, mungkin Jeno sudah memberikannya atas rasa berdosa.

"Ayah, aku berat gak?"

"Enggak, kenapa?"

"Nggak papa, cuma pengen terus digendong ayah."

"Ayah minta maaf ya Kay."

"Kenapa, yah? Ayah kan nggak salah."

"Maaf karena ayah telat merawat kamu, ayah salah karena kurang memperhatikan kamu."

Memangnya selain kata maaf apa yang bisa Jeno mohonkan?

"Nggak, nggak ada kata terlambat dalam kamus manusia. Ayah nggak ada salah sama Kay."

Luas yang terlalu luas, Jeno akan lebih baik jika Kylee marah padanya seperti beberapa waktu lalu. Mengamuk atas kasih sayang yang tidak pernah didapatkan serta tamparan atas ketidak sadarannya, lebih baik Kylee seperti itu dari pada meluaskan hati hanya agar ia tidak sakit hati.

Monolog-monolog kecil menjadi kenangan yang sungguh berharga, menyusuri jalan setapak di bawah aurora, menikmati indahnya matahari tenggelam dengan duduk bersama ditemani segelas kopi susu, serta kelegaan yang memperbaiki perasaan.

"Terima kasih, karena kamu terlahir sebagai milik ayah."

Kylee yang duduk dengan jarak kini mengikisnya. Mendekati sang ayah serta memberi sentuhan hangat yang tidak pernah Jeno duga.

"Terima kasih juga, ayah, sebab tanpa ayah Kay tidak akan pernah terlahir dan memiliki sosok yang kuat."

Pelukan yang diterpa angin sepoi-sepoi sungguh menyejukkan, melihat bagaimana deretan gigi itu terlihat bersama senyum lebar tanpa lama Jeno membalas pelukan dari tangan mungil putranya.

"Ayah tahu, selama ini aku selalu memendam kesepian. Di rumah kosong sendirian dan hanya berteman kehampaan. Aku kira aku yang kesakitan, ternyata ayah jauh lebih berdarah dari aku, ayah berdiri menopang dua raga yang dihantam egois, ayah bertahan dengan tanggung jawab sendirian, ayah terluka sebab tidak ingin membaginya, ayah yang aku kira tidak peduli nyatanya menjadi yang pertama saat aku terluka. Ayah yang aku kira tidak ada bedanya dengan mami ternyata jauh lebih baik di segala sisi. Ayah hidup untuk menghidupiku, ayah berdarah untuk menutupiku dari tikaman. Ayah memang sedikit egois, tapi tetap mengalah untuk putranya yang tak tahu apa-apa."

"Kata sayang selalu terasa kurang, jika ada kata yang bisa menjelaskan perasaan terima kasihku pada ayah, maka aku akan mengucapkannya setiap hari sampai ayah bosan mendengarnya. Sampai ayah marah saat aku hendak mengucapkannya di pagi hari, saat kita berada pada satu meja untuk sarapan bersama."

- perasaan Kylee yang enggan tersampaikan.

SELESAI

Terima kasih karena sudah menemani sampai akhir, sampai jumpa di versi e-book!
Tanggal 28 juni - 8 juli 2023
see you and thank you

Hi Dad! || Lee Jeno [e-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang