Keenam Belas

1.9K 254 37
                                        

Ditemani pancaran mentari di kala senja, Bintang duduk tenang di ranjang pesakitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditemani pancaran mentari di kala senja, Bintang duduk tenang di ranjang pesakitan. Tangan pemuda itu terus membuat goresan indah pada kertas di buku sketsanya. Jika diingat, sejak detik pertama Bumi, Ayah, dan Antariksa keluar dari ruang rawat hingga puluhan detik yang berlalu saat ini, Bintang sudah menggambar sebanyak 9 kali. Sebuah kegiatan yang pastinya akan membuat tangan Bintang yang lemas semakin mati rasa. Namun, nampaknya Bintang sama sekali tak perduli, baginya menggambar adalah hal menyenangkan yang bisa ia lakukan ketika rasa bosan menguasai.

Menatap pantulan senja yang menyinari sebagian wajahnya, Bintang menarik napas pelan. Ada rasa rindu yang tiba-tiba memberat, tentang sosok seorang wanita hebat yang dahulu kala juga mencintai senja. Mentari Gladisia, wanita cantik yang menjadi cinta pertama Bintang. Dia Bunda Bintang, sosok wanita paling kuat yang pernah Bintang temui. Sayang sekali Bunda sudah pulang lebih dulu, sayang sekali Tuhan tak memperbolehkan Bunda menemani saat-saat terakhirnya nanti.

"Yah ... jadi kangen lagi sama Bunda. Kayaknya otak Bintang isinya cuma Bunda, deh. Sampai semua tentang dunia ini Bintang anggap persis seperti Bunda."

Termasuk torehan sandyakala. Warna memerah di langit barat yang memanjakan mata. Bintang menyebutnya seperti Bunda, karena garis memerah yang menemani senja itu hanya hadir untuk beberapa jam saja. Dan jika Bunda adalah sandyakala, maka Bintang merupakan suasana senjanya. Karena keduanya sama-sama hadir untuk sementara waktu.

Kepala pemuda itu tertunduk, ia usap pelan sketsa seseorang yang baru saja rampung ia buat. Menggambar wajah cantik yang sangat mirip dengan miliknya itulah yang membuat Bintang mengingat sosok Bunda. Jika saja saat itu Bunda tak terbang, mungkin Bunda masih ada di samping Bintang hingga sekarang.

"Bunda, maaf Bintang belum bisa pergi ke tempat istirahatnya Bunda. Bintang dateng ke sana nanti aja, tunggu sebentar lagi ya, Bun."

Bintang menghembuskan napas, memejamkan mata sejenak. Kala manik legam yang semula terpejam itu terbuka, suara langkah kaki datang mengacaukan ketenangan yang semula terasa. Bintang menoleh, menatap sosok itu dalam suasana hening yang melanda. Bahkan hingga si gadis dengan rambut terurai itu meletakan buket aster di dalam vas bunga, Bintang tetap diam memperhatikan.

"Bintang kenapa diam?"

"Udah baikan?"

Setelahnya barulah Bintang mengangguk. Lelaki itu tak pernah paham, Bintang tak pernah mengerti mengapa Tuhan membuat segala tingkah laku Asya menjadi persis seperti Bunda. Apakah dunia memang sesempit itu? Atau memang Tuhan yang sengaja mengirimkan Asya sebagai pengganti Bunda untuk menemani hari-hari terakhirnya?

Rambut panjang bergelombang milik Asya yang terurai membuat Bintang kembali mengingat sosok Bunda. Bunga aster yang gadis itu bawa kembali membuat Bintang bernostalgia. Dress simple yang Asya kenakan juga semakin menambah kemiripan sosok Asya dengan Bunda. Bintang sangat ingat, dulu Bunda suka sekali memakai rok selutut atau dress selutut seperti anak muda usia dua puluhan.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang