Ketiga Belas

1.8K 286 79
                                        

Dalam gelapnya malam yang terlihat dari dalam jendela, seorang pemuda duduk diam di atas ranjang seraya mendengarkan ribuan rintik hujan yang menghantam bentala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam gelapnya malam yang terlihat dari dalam jendela, seorang pemuda duduk diam di atas ranjang seraya mendengarkan ribuan rintik hujan yang menghantam bentala. Di tangannya terpegang sebuah foto lusuh yang selama hampir 4 tahun ini menemani hari-harinya, foto yang terus membuatnya ingat bahwa di dunia ini dirinya masih memiliki keluarga yang suatu hari akan menjemputnya. Hingga ketika hujan lebat menghantam raganya yang sibuk berlari menyelematkan diri, sosok yang selama ini ia nanti datang padanya, merengkuhnya dan membawa dirinya pulang.

Senyuman yang persis seperti milik seseorang itu terbit, diiringi air mata harunya yang kembali menetes. Memang, jika dibandingkan sang kakak, si bungsu lebih emosional dalam segala hal. Pemuda bersurai selegam malam itu buru-buru menghapus air matanya kala derap langkah milik seseorang memasuki kamar rawat.

Di dekat saklar berdiri sosok pria berusia kepala empat yang tersenyum teduh. Kemudian sosok yang merupakan Ayahnya itu melangkah menghampiri dirinya, duduk di samping tubuhnya yang ringkih setelah mengusap surai lepeknya simpul.

"Bumi udah baikan? Masih ada yang sakit?"

Anak muda itu menggeleng, tubuhnya sungguhan sudah lebih baik setelah dirawat di sini selama beberapa hari. Hatinya juga turut menghangat, Bumi dapat merasakan kenyaman yang tak dapat ia rasa selama dirinya hidup terasingkan bersama para manusia bejat, juga sepasang suami istri yang katanya akan selalu menjaganya.

Menjaga apa? Pada kenyataannya di rumah yang seperti penjara itu Bumi hanya disiksa. Dia tidak disekolahkan, juga tidak diperbolehkan melihat dunia luar. Hidupnya benar-benar terisolasi, Bumi sama sekali tidak tau apa yang terjadi di luar pagar tinggi rumah itu.

Hingga pada suatu malam, akhirnya dia bisa meloloskan diri melewati pagar yang lupa dikunci. Bumi ingat seberapa kencang dia berlari, dan seberapa jauh kakinya menempuh. Mereka yang menyadari dirinya menghilang akhirnya pergi mengejar. Tentu saja, para manusia berdarah dingin itu tidak mau mangsanya lolos. Jika Bumi lolos, dendamnya gagal di balas. Itulah yang anak itu dengar dari mulut wanita ular yang mengaku akan menjaganya dengan penuh kasih sayang.

"Aku udah baikan, Yah," jawabnya. Lega sekali karena akhirnya Bumi dapat melihat wajah tegas pria berdarah Jepang yang merupakan Ayah kandungnya ini. Sosok yang paling ia tunggu selama hidup terisolasi.

Ayah tersenyum kecut. Bumi banyak berubah, Ayah tau anak itu tidak seceria dulu. Ayah juga faham, pastinya Bumi trauma. Karena itulah, mungkin setelah ini Ayah harus berkerja lebih keras lagi.

"Syukur kalau gitu, Ayah seneng dengernya." Pria itu mengusap surai Bumi, lagi.

Ayah tidak menyangka, 4 tahun ternyata membawa banyak perubahan pada diri Bumi. Entah di sana apa yang orang-orang itu beri hingga membuat Bumi berubah banyak seperti ini, yang Ayah syukuri saat ini adalah Bumi yang telah kembali dan dapat ia rengkuh lagi.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang