(#HUGMESTARSERIES)
Perihal sebuah asa yang dilenyapkan semesta. Juga tujuan yang tak lagi ada. Bagi Bintang, hidupnya hanya tentang sampai kapan ia akan bertahan dan kapan kepergian itu terlaksana.
Kendati gadis itu hadir untuk mengukir tawa, menc...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi ini, Bintang benar-benar terlihat lebih segar. Pemuda itu sangat bersemangat, menyambut Asya yang baru saja datang bersama ibu dan adiknya. Di genggaman Ghafa sudah terpegang dua buah mainan mobil-mobilan berukuran kecil, yang katanya oleh anak itu akan digunakan untuk bermain bersama Bibinnya. Bintang mengangkat tubuh bocah itu, meski sudah tak memakai nasal canul di hidungnya, Bintang masih tetap terlihat kesulitan.
Ghafa memeluk Bintang untuk melepas rindu, keduanya memang sudah cukup lama tak bertemu karena kesibukan Bintang dan kondisinya yang terkadang menurun. Bintang mengecupi wajah balita itu tanpa henti, kemudian mendudukan tubuh mungil Ghafa di depan tubuh tinggi miliknya sendiri.
Pemuda itu dibuat tergelak, belum satu menit bocah itu duduk di pangkuannya tapi Ghafa sudah memamerkan mainan baru itu kepada Bintang. Kelakuan anak itu membuat sikap jahil Bintang lagi-lagi muncul, pemuda itu akan kembali membuat bocah imut ini berkompetisi dengannya.
"Siapa bilang enggak punya? Punya Bibin lebih besar. Gapa mau liat enggak?"
Bocah itu nampak tertarik, terbukti dari kepalanya yang mengangguk hingga membuat poni rambutnya ikut bergerak. Bintang yang melihat itu makin dibuat berapi-api, pemuda itu menunjuk ke luar jendela, tepat di mana parkiran mobil berada.
"Punya Bibin di sana tuh, banyak, 'kan? Gapa punya enggak yang enggak bisa diangkat pakai tangan gitu? Pasti enggak punya, Gapa'kan masih bocil."
"Ghafa puna, tau! Ayah puna dua, walna putih cama oyen."
"Hah?"
Kening pemuda di hadapan si balita berkerut, sejenak Bintang diam, berpikir apa yang salah dari ucapan si bocah.
"Cil, dua itu jarinya yang dilipat tiga. Kalo jarinya yang dilipat dua berarti tiga. Terus mobil Gapa warnanya hitam putih bukan putih jingga. Aduh, ini bocah satu kenapa gemes banget, sih?"
Bintang menduselkan wajahnya ke perut Ghafa, membuat si bocah tertawa kegelian seraya meminta ampun karena terlalu lelah tertawa. Bocah itu kemudian bergerak mundur, mencoba menghindari Bintang yang masih saja mengincar perutnya untuk digelitiki.
"Ibu, toyongin Ghafa ada cinga! Kak Aca, toyoooong!" Anak itu terus saja berteriak sambil tertawa kencang. Sesekali Ghafa menjewer telinga Bintang hingga telinga si pemuda berakhir memerah.
"Makanya kamu jangan pamer ke Kak Bibin. Gini nih, balesan anak pamer."
Itu Asya yang membalas. Sejak tadi dirinya berada di sini, belum sempat suaranya mengudara untuk Bintang. Pun Ibunya, wanita yang merupakan istri dokter Arka itu juga belum sempat memulai obrolan.
"Ghafa, turun dulu, Sayang. Kak Bibin harus istirahat, supaya cepat sembuh."
"Bibin cakit apacih?"
"Demam," balas Bintang, seraya mengusak surai Ghafa yang dicukur seperti mangkuk.