Kesepuluh

1.9K 285 61
                                    

Kala bulan telah berpendar menampakkan sinarnya, Bintang membawa langkah itu ke dalam sebuah ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kala bulan telah berpendar menampakkan sinarnya, Bintang membawa langkah itu ke dalam sebuah ruangan. Di dalam sana, semua lukisan terpajang rapi tanpa debu juga daki. Sengaja Bintang tak menyalakan lampu agar ketenangan dalam gulita dapat ia rasa. Ditambah sebuah kesan sunyi yang merayap lalu mendominasi, Bintang sungguhan mendapatkan apa yang ia cari.

Di sudut tersorot sinar rembulan, pemuda itu menarik kursi, membawa biola yang ia pegang bersama bownya menemui sinar rembulan. Ketika tubuh rapuh itu sudah duduk dengan sempurna, Bintang menyiapkan biolanya.

Lalu perlahan namun pasti, nada tenang yang menenggelamkan setiap jiwa di dalam melodinya terdengar, mengalun pelan mengikis sunyi yang semula menguasai. Kala diri telah sepenuhnya tenggelam dan menikmati, Bintang menutup mata guna mencoba menghayati. Agar sebuah kata bernama fokus dapat menguasai diri sehingga dia bisa menyelesaikan permainan dalam satu kali latihan.

Hari di mana acara bazar dan pensi itu tiba sudah semakin dekat, dan Bintang yang perfectionist tak pernah ingin setiap yang ia persiapkan secara matang malah menemui kegagalan. Meski awalnya merasa enggan dan sama sekali tak minat, pada akhirnya Bintang tetap konsisten berlatih agar tak mengecewakan club musik dan menjatuhkan imagenya sendiri.

Tepat saat permainan biolanya selesai, pintu putih yang terlihat gelap itu terbuka. Di ambangnya berdiri sosok Antariksa yang membawa nampan berisi makanan. Sudah jelas, makanan itu tentu saja untuk Bintang yang memang belum menyantap apapun sejak pulang sekolah.

Antariksa hadir sambil menarik meja kecil di sudut ruangan, juga satu kursi untuknya setelah nampan ia letakkan di atas meja. Ditatapnya wajah ogah-ogahan Bintang yang menatap tak suka dirinya juga makanan yang ia bawa.

"Enggak usah sok main kucing-kucingan. Gue tau lo belum makan dari pulang sekolah."

Di tempatnya duduk, Bintang mendesah berat. Ada alasan mengapa dirinya tak mau makan, Antariksapun sebenarnya dapat menebak. Namun, tentu saja kakaknya itu tak menyukai alasan Bintang. Makan bubur setiap hari saja masih membuat penyakit Bintang kerap kambuh, apalagi jika makan yang aneh-aneh? Bisa-bisa waktu hidup yang tinggal sebentar itu semakin dibuat menipis oleh Tuhan.

"Tumben mau repot nganterin makanan. Biasanya lo cuma nyuruh gue makan dan enggak peduli bakal gue lakuin atau enggak."

Tatapan malas yang ditunjukan Bintang tentu sudah menjawab segala rasa pemuda itu. Bahwa di sini, Bintang masih tetap bersikap seperti orang asing di hadapan Antariksa. Karena memang seperti itu kenyataannya, mereka sudah sangat asing meski berada dalam satu atap yang sama. Bahkan untuk mengobrol saja sebenarnya sangat sulit dilakukan kendati keduanya bersaudara.

"Gue juga mau ngobrol sama lo, udah lama enggak bercanda bareng. Sebenarnya gini-gini gue tetap kangen diri lo yang dulu. Gue juga kangen momen-momen kita ngehabisin waktu bareng seperti dulu. Heran juga sebenarnya. Kenapa sejak Bunda meninggal kita jadi seasing ini, ya?"

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang