Kelima

3K 456 252
                                    

Dulu sekali, saat Bintang pertama kali memberikan sketsa wajahnya yang ditulisi 'buronan' oleh pemuda berdarah Jawa itu, Asya sangat ingat akan wajah judes Bintang yang tampak angkuh dan sangat percaya diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu sekali, saat Bintang pertama kali memberikan sketsa wajahnya yang ditulisi 'buronan' oleh pemuda berdarah Jawa itu, Asya sangat ingat akan wajah judes Bintang yang tampak angkuh dan sangat percaya diri. Ketika Asya menanyakan alasan mengapa si pemuda memberikan kata tak pantas itu di bawah sketsa wajahnya, Bintang hanya mengedikan bahu, menggelengkan kepala sekali kemudian terkekeh.

Wajah Asya lucu katanya. Dan hari itu, yang sebenarnya merupakan hari Selasa biasa, menjadi hari pertama Asya menangkap semburat senyum manis sang Antasena. Yang menurut rumor beredar, hanya terbit beberapa kali. Karena dahulunya, Bintang sungguh sangat dingin, angkuh dan sombong.

Asya akui hari pertamanya mendapatkan sketsa memang hari biasa yang mungkin bagi sebagian orang tetap terasa hambar, seperti biasanya. Awalnya pun Asya berpikir demikian, baginya lukisan itu hanya cara iseng Bintang untuk mendekati dirinya yang dahulu memang sulit diajak bicara oleh orang baru. Namun lambat laun, ketika hatinya mulai terbuka untuk orang baru dan Bintang telah berhasil masuk ke dalamnya, barulah Asya menyadari seberapa penting, seberapa berkesan dan seberapa berharga setiap menit dan detik di hari itu.

Seraya mengingat momen itu, Asya tak henti-hentinya tersenyum mendengarkan cerita Bintang tentang ayahnya. Pemuda itu berkata, ayahnya sekarang sangat baik. Kata Bintang ayahnya yang dulu sangat menyayanginya kini sudah kembali. Asya sungguh senang mendengarnya, ditambah ketika gadis itu berkunjung kemari Bintang terlihat sangat ceria walau tentu saja pergerakannya masih sangat terbatas. Bahkan untuk menuju ke taman ini saja Asya harus mencarikan kursi roda untuk Bintang, agar lelaki itu tak kelelahan dan kembali drop. Namun Asya tetap bersyukur, untuk sekarang melihat senyum itu terbit di bibir Bintang sudah lebih dari cukup untuk Asya.

"Bintang yakin enggak mau kembali ke kamar inap? Udah makin malam, nanti tambah dingin."

Pemuda yang masih anteng di atas kursi roda itu menggeleng pelan. Bintang masih ingin menatap butiran bintang itu lebih lama. Setidaknya sampai dirinya mengantuk, sebentar lagi saja.

"Seharusnya gue bawa kanvas, iya'kan?"

"Bintang mau ngelukis apa malam-malam?"

"Langit. Gue suka senja, tapi langit malam ini bagus banget Sya," jawab Bintang.

Bintang bangkit, ikut duduk ke kursi taman di samping Asya. Tangan pemuda itu terangkat, seperti sedang menggenggam sesuatu. Bintang jadi ingat kata Bunda dulu. Bunda berkata bahwa seseorang yang sudah pergi akan menjadi bagian dari banyaknya butir bintang di angkasa sana. Bintang penasaran, jikalau nanti dirinya sudah pergi, dia akan menjadi bintang yang mana?

"Bintang sekarang selain suka senja juga suka bintang yang di angkasa sana, ya?"

Pemuda itu terkekeh menanggapinya. Maniknya bergulir menatap Asya yang hari ini entah kenapa terlihat begitu cantik. Padahal si gadis hanya memakai balutan kaos olahraga sekolah dan celana sama yang dipadukan dengan sepatu convers serta rambut yang digerai. Bintang semakin menyesal tak membawa kanvas serta buku sketsa miliknya karena tak bisa melukis Asya hari ini. Tapi jika dipikir-pikir lagi, Asya jauh lebih cantik saat rambutnya dicepol. Pipi gadis itu akan berubah tembam seperti mochi.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang