Saat dua netra yang semula terpejam itu terbuka dengan tatapan sayu, orang yang pertama kali Antariksa lihat adalah Ayah yang sekarang tengah menatap panik ke arah dirinya juga Bintang. Merasa atmosfer yang semula hangat telah berubah, netra Antariksa beralih tatap. Seraya bangkit dari posisinya, taruna usia 19 itu melirik sang adik tepat saat Ayah menarik tungkai mendekati keduanya.
"Bintang?"
Rematan kuat dirasakan Antariksa, saat itulah si pemuda tau bahwa Bintang sedang tidak baik-baik saja. Segera Antariksa turun dari ranjang, memberikan lebih banyak ruang untuk Bintang agar dapat berbaring nyaman.
"Sa-kit, A-yah."
Untuk pertama kali dalam sejarah, Bintang bersuara untuk mengadu. Saat genggaman itu semakin menguat, Antariksa tentu dapat mengerti seberapa sakitnya Bintang saat ini.
"Bintang bisa sembuh lagikan, Ayah?"
"Nanti kalau Bintang ikut Bunda, Ayah gimana? Kalau Bintang mati, gimana?"
Suara-suara itu kembali hadir memutari fikirannya, Antariksa menggeleng kuat, mensugesti diri bahwa semua akan baik-baik saja. Mengalihkan fikiran, Antariksa sedikit menunduk untuk mengecek suhu tubuh sang adik. Dahi Bintang terasa panas, pantas anak itu juga merasa tak nyaman. Mata sayu jejaka 16 tahun itu nampak berair, Antariksa tau Bintang pasti kesakitan.
"Bintang, tahan ya, tunggu sebentar lagi."
Ayah yang berusaha menenangkan nampaknya terlihat percuma lantaran Bintang seperti tak mengindahkan. Rematan di lengan Antariksa semakin menguat, Bintang terus meracau tanpa henti.
"Sa-kit banget, Yah."
Setelah suara itu berhasil lolos dari kerongkongan, giliran napas Bintang yang seperti tersengal. Bintang sendiri seperti hilang akal, tangannya yang terbalut infus ia gunakan untuk memukul dada berulang kali.
"Sakit ...."
Kala deru napas itu kian tersengal semakin parah, kedua manik Antariksa panas sekali rasanya. Pemuda itu berjongkok, tepat di samping Bintang wajahnya saat ini. Antariksa menghapus kasar air matanya, menatap Ayah penuh permohonan meski dirinya tau Ayah juga tak mungkin dapat berbuat apa-apa.
Ayah menahan tangan Bintang, mengusap lembut dada putra tengahnya seraya mengucapkan kalimat penenang. "Jangan dipukuli, nanti sakitnya hilang. Percaya sama Ayah."
Bintang tak kuat lagi rasanya, remaja itu hanya mampu menggelengkan kepala. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit, Bintang sungguhan dibuat tersiksa.
"Panggil dokter Arka, Ayah."
"Bumi udah manggil, Bang. Mungkin sebentar lagi mereka kemari."
"Bintang." Ayah semakin mendekat, agar Bintang yang tengah berusaha meraih tangannya dengan mudah mendapat pegangan. "Tarik napas pelan-pelan, Nak. Ikuti Ayah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Hug Me Star [END]
Random(#HUGMESTARSERIES) Perihal sebuah asa yang dilenyapkan semesta. Juga tujuan yang tak lagi ada. Bagi Bintang, hidupnya hanya tentang sampai kapan ia akan bertahan dan kapan kepergian itu terlaksana. Kendati gadis itu hadir untuk mengukir tawa, menc...