(#HUGMESTARSERIES)
Perihal sebuah asa yang dilenyapkan semesta. Juga tujuan yang tak lagi ada. Bagi Bintang, hidupnya hanya tentang sampai kapan ia akan bertahan dan kapan kepergian itu terlaksana.
Kendati gadis itu hadir untuk mengukir tawa, menc...
Hari pertemuan itu telah tiba. Menyambut Bintang yang juga kembali membuka mata. Semua akan kembali bahagia, pada sedikit lagi waktu tersisa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di depan ruang rawat sekat tubuhnya dengan milik Bintang, Bumi berdiri diam seraya meremat kedua tangan. Air matanya kembali jatuh, menemani rasa harunya hendak bertemu sang kakak kembar. Di samping Bumi, Ayah mengusap punggung lebarnya. Ketika Bumi menoleh dan menatap, pria itu menganggukan kepala, dengan tangan yang bergerak mengusap air mata sang anak.
"Kejutin abangmu, Bumi. Dia pasti seneng banget, setelah sadar yang dateng ke dia itu kamu."
Bumi mengangguk, menatap Ayah dengan senyum diiringi tangisan bahagia. Pemuda itu kemudian memeluk Ayah sebentar, sebelum akhirnya membawa langkah itu masuk ke dalam ruang rawat. Di atas ranjang pesakitan, sosok yang sangat Bumi rindukan tengah duduk bersila sambil mencoreti kertas, dihidungnya terpasang alat bantu pernapasan yang sejenak sempat membuat Bumi berhenti melangkah.
Ketika langkahnya semakin mendekat, Bumi meremat bunga aster di genggaman. Senyumnya terbit perlahan saat melihat gambaran Bintang yang sangat indah. Bumi meletakan bunga aster itu pada vas bunga di atas nakas, seraya menatap Bintang yang belum menyadari kehadirannya.
"Ayah, katanya mau beli makan, kok kembali ke sini bawa aster?"
Setelah rangkaian kata itu mengudara, barulah Bintang menoleh dan mendongak. Pensil di genggamannya terlepas begitu saja, Bintang hanya sanggup mengedipkan matanya, berusaha mencerna situasi terkini yang berada di depan mata. Di hadapannya, secara tiba-tiba yang entah dari mana datangnya, berdiri sosok pemuda tinggi yang memiliki wajah sama seperti wajahnya.
Bintang sudah benar-benar sadarkan diri. Bintang tidak mungkin bermimpi lagi seperti saat sebelum bangun. Sosok dihadapan Bintang tersenyum dengan kedua mata yang sudah dipenuhi air. Hal itulah yang membuat Bintang yakin kalau ini bukan mimpi.
"Tuhan ...." Bintang berseru, napasnya tercekat.
Tangan yang berlapis infus itu bergetar, satu persatu air mata Bintang telah tumpah dari tempatnya bertahan. Di hadapannya, tangan kekar penuh sayatan terbentang, merentang meminta pelukan. Dengan napas naik turun, Bintang menarik tubuh penuh luka sang adik ke pelukan. Tangisan keduanya pecah, namun Bintang yang lebih parah. Semesta baik, Tuhan baik, Tuhan mengembalikan Bumi padanya. Tuhan mengabulkan doa panjang Bintang.
Ketika pelukan itu terlepas, Bintang menangkup wajah Bumi, memastikan kembali apakah dirinya sedang bermimpi atau tidak kali ini. Wajah itu dipenuhi air mata, Bumi tak mampu bersuara, dia hanya sanggup menangis seraya tersenyum menatap wajah pucat Bintang yang hidungnya memerah.
"Ini beneran Bumi?"
"Bumi adik gue?"
Bumi mengangguk, pemuda itu membuktikannya lewat rengkuhan yang kembali menghantam tubuh Bintang. Terasa hangat dan nyaman, Bintang mengeratkan pelukan, kembali menangis haru bersama. Bahkan kehadiran Ayah dan Antariksa tak membuat keduanya sadar. Mereka terlalu larut dalam rasa bahagia, melepas rindu yang mencekik 4 tahun lamanya.