Ahza berdiri mematung dibalik rak buku yang menjulang tinggi, sesekali tatapannya mengarah pada Alvin dan Kara yang tengah menelan banyak materi untuk mereka presentasikan. Ahza berkali kali melirik kearah arlojinya, jam menunjukkan pukul 5 dan keduanya belum menyelesaikan pertemuannya.
Ahza:
Ra, gue tunggu di parkiran yaAhza mengirimkan pesan untuk Kara sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi menuju parkiran.
Ahza menghela nafas panjang, matanya menerawang kearah lapangan basket. Sore ini tak ada jadwal latihan, timnya memilih untuk istirahat karna tiga pekan mendatang mereka harus menghadapi tanding basket antar sekolah. Sesekali Ahza tersenyum sambil merutuki dirinya sendiri, menanyakan alasan mengapa ia masih tetap ingin bersama Kara meski ia tak terlalu peduli dengan keadaannya. Ahza mendongakkan kepalanya kearah langit seraya memejamkan matanya khidmat, senyumnya merekah penuh ketulusan.
"semuanya ga bakal sia siakan? " tanyanya dalam hati, mencoba tuk kembali memupuk alasan yang sempat memudar. Tak lama sebuah derap langkah membuatnya tersadar dari lamunan, spontan ia menoleh kesumber suara.
"udah selesai? " tanya Ahza pada perempuan yang kini sudah berdiri dialsampingnya, yang ditanya hanya mengangguk.
"oke.. Sekarang kita pulangg" sambung Ahza kemudian naik keatas kuda besi kesayangannya dan menyodorkan sebuah helm kearah Kara.
Sore itu tak ada obrolan hangat yang biasanya mengalir begitu keduanya bertemu, Ahza diam karna takut Kara lelah dan Kara diam karna takut Ahza sedang tak ingin banyak bicara dengannya mengingat ekspresi yang ia tunjukkan saat kemarin Kara menceritakan Alvin dilorong sekolah.Sesampainya didepan gerbang rumah Kara, ia menyodorkan helm yang barusaja ia lepas.
"Za.. Boleh minta pendapat? " tanya Kara tiba tiba, Ahza berdehem tanda membolehkan.
"mmm... Tadi, Alvin nembak gue" jawaban Kara membuat pergerakan Ahza terhenti begitu saja, seolah ada nyeri yang berdenyut begitu kuat.
"menurut lo gimana? " tanya Kara lagi, Ahza tak langsung menjawab. Ahza diam dan memberi sedikit waktu pada hatinya untuk merasakan kepedihan yang baru saja tercipta. Beberapa detik kemudian ia mengangguk seraya tersenyum simpul kearah Kara, matanya menatap manik mata Kara dalam.
"selagi menurut lo baik, kenapa enggak? Dia orang baik... " jawab Ahza, kenyataannya ia tak dapat mempertahankan senyum simpulnya. Memudar lalu tergantikan dengan senyum getir .
" tapi gue masih ga yakin" imbuh Kara, Ahza kembali membangun senyum tulusnya.
"lo bisa kasih dia waktu, semua pernyataan ga perlu lo telen gitu aja. Lo ada hak buat memilah dan memilih" timpal Ahza, Kara mengangguk mengerti.
" oke.. Makasih ya sarannya" mungkin Kara benar benar tak peduli dengan ucapan Ahza hari itu, "sahabat" menjadi dinding kokoh yang Ahza bangun diantara dirinya dan Kara.
"yaudah gih sana masuk, mandi badan lo bau" ujar Ahza membuat Kara cemberut kesal sambil mendengus pada tubuhnya.
"lo kali yang bau.. Gue ga bau tuhh.. Lo kan tadi istirahat terakhir maen basket" Kara mencoba tuk membela dirinya. Ahza terkekeh kecil.
"gue becanda Ra.. Udah sana masuk"
Ucap Ahza sambil memutar tubuh Kara kearah panggung dan mendorongnya pelan seakan ingin agar sahabatnya itu segera beristirahat. Begitu Kara masuk dan memberikan lambaian tangan perpisahan,Ahza mencoba untuk menghirup oksigen banyak banyak. Banyak yang perlu ia pastikan, bahunya harus tetap kuat dan hatinya harus terus menerima.Pagi itu mendung nampak hadir memenuhi langit Surabaya, Ahza pun memutuskan untuk pergi kesekolah dengan mobil putih miliknya. Ia mengetukkan jarinya di setir mobil menikmati dendangan musik yang dipitar distereo mobilnya, 15 menit berlalu kini mobilnya berhenti tepat didepan gerbang rumah Kara. Ia meraih ponsel disakunya dan mencoba tuk menghubungi Kara agar segera menemuinya.
Drrrrttt.....
Drrrrttt.....
Ahza memutuskan untuk turun dari mobil karna Kara yang sejak tadi tak mengangkat panggilan darinya, begitu pintu terbuka Ahza terhenyak saat sebuah mobil sedan berlalu dihadapannya, mata Ahza mendapati sosok Kara dan Alvin didalam sana. Ahza tersenyum kecut lalu kembali masuk kedalam mobilnya, ia memukul setir mobil kuat. Seharusnya ia tak melihat ini semua bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
On Your Smile
Teen Fiction"Tidak Ra, ini bukan hanya perihal aku bersedia disampingmu bahkan lebih dalam dari itu aku akan selalu siap" Batin Ahza tak pernah hening, selalu berisik jika harus berhadapan dengan wanita indah satu ini. Jika suatu hari ia harus jatuh hati, Ahza...