#22

15 2 0
                                    

   Ahza merapatkan jaketnya, angin malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Disisi lain Aldi menatapnya dengan tatapan menelisik seakan siap melayangkan pertanyaan pada laki-laki dihadapannya ini,

  "Tumben lo kesini sendirian, biasanya ama Bondan?" Tanya Aldi sambil menyesap rokok disela jarinya.

  "Kos-annya kosong makanya gue langsung kesini" jawab Ahza sekenanya, tatapannya tertuju pada kampus yang terletak diseberang jalan. Mata Aldi mengekor pada tatapan sahabatnya itu, ia mengangguk faham.

  "Afran ngomong apa aja?, Gue liat lo pada ngobrol abis latihan" terka Aldi membuat Ahza tersenyum tipis.

  "Ngomongin tanding ama univ samping" jawab Ahza singkat,

  "Duh Za, ampe kapan sih lo mau tertutup sama gue? Lo masih ngga percaya ya sama gue?"
Ahza menghela nafas dalam, tatapannya kini beralih pada Aldi.

  "Gue ngga kenapa-napa, ngga ada yang perlu diceritain juga. Gue percaya sama lo, Affran, Aidan, Alvin jadi ngga ada yang gue sembunyiin dibelakang kalian" jelas Ahza dengan tatapan meyakinkan, Aldi hanya terdiam melihat betapa lihainya Ahza meyakinkan dirinya padahal jauh didalam fikiran Aldi ada khawatir yang amat pada Ahza.

  "Ngga usah diliatin terus kampusnya, entar kalo udah selesai pasti nelpon. Mending lo ngobrol ama gue, dari pada kita diem-dieman gini kaya ngga kenal" ujar Aldi yang berhasil mengukir senyum simpul Ahza, laki-laki itu mengangguk menurut kemudian mengubah duduknya sepenuhnya menghadap pada Aldi.
Ditatapnya sahabatnya itu yang tengah menikmati pisang goreng hangat, Ahza perlu berterimakasih untuk laki-laki satu ini.

   Cepat atau lambat semua masa akan berganti, kan diisi dengan orang-orang baru, dan cerita yang tak sama. Namun bersama para sahabatnya, Ahza sungguh menikmati semua pergantian masa itu. Ahza tahu betapa hancurnya Aldi saat ini, namun apapun kebutuhan Ahza dan Aidan, Aldi akan menjadi kakak yang selalu ada untuk adik-adiknya. Dan Ahza hanya tak ingin laki-laki itu khawatir dengan perasaannya yang tak seberapa ini.

  "Aidan apa kabar ya, udah lama tu bocah ngga nelfon gue" ucap Aldi,

  "Chatt gue terakhir dibales minggu lalu, dia bilang ada bisnis" jawab Ahza,
 
  "Dih, punya temen somplak udah mau sukses duluan aja" keduanya terkekeh bersama,
 
  "Berarti kita nih yang harus nyusul"
Aldi mengangguk pelan,"bener juga lo".

Tak berselang lama, sebuah sepeda motor berhenti tepat disamping mobil Ahza dan menampilkan sosok laki-laki dengan jaket hitam yang menutupi tubuhnya. Langkahnya tertuju pada bangku yang diduduki Ahza, tanpa disuruh ia mendaratkan bokongnya mulus.
  "Hadehhh, kopi gua belom dipesen apa?" Ujar Afran, laki-laki yang baru saja datang dengan motor kesayangannya.

  "Dih, dikira kita babu lo apa?" Ujar Aldi ngegas.

  "Oitt, santai broo, bercanda gua. Lahh lu disini Za? Kan gua udah bilang buat mantengin cewe lu, ahh elahh udah kelar dari tadi kelasnya. Buruan kejer"
Pergerakan Ahza terhenti, begitupun Aldi. Bolamatanya menatap tajam kearah Ahza yang kini diam mematung dengan kepala tertunduk, Aldi sudah menduga bahwa ia menutupi sesuatu darinya. Ahza menghela nafas dalam, lalu sejurus kemudian bangkit dari duduknya. Ditepuknya pelan pundak Aldi,

  "Nanti gue jelasin, gue cabut dulu ya , Ran, Al" ujar Ahza pamit, Afran mengangkat tangannya tinggi tanda mengiyakan sedangkan Aldi terus menghembuskan asap dari mulutnya.

  "Nanti gue jelasin, gue cabut dulu ya , Ran, Al" ujar Ahza pamit, Afran mengangkat tangannya tinggi tanda mengiyakan sedangkan Aldi terus menghembuskan asap dari mulutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


   Ahza menepikan mobilnya, jika Afran pikir Ahza akan menemui dan meminta penjelasan pada Kara maka itu adalah hal yang Ahza salahkan. Kini mobilnya terparkir ditepi jalan, matanya sudah sejak lama menatap kontak Kara namun tak ada pergerakan yang pasti darinya. Hingga akhirnya, entah keberanian dari mana Ahza memutuskan untuk menghubungi wanitanya itu.

"Hallo" sapa Kara,
"Hallo,"
"Za? Kenapa?" Tanya Kara,
"Kamu udah selesai kelas?"
"Udah, aku lagi sama temen aku. Kamu ngga usah jemput, udah malem nanti kalo udah sampe rumah aku kabarin" jelas Kara, Ahza diam cukup lama kemudian deheman kecil menjadi jawaban bahwa ia menyetujui ucapan Kara, sambungan terputus tepat setelah Kara memberikan salam padanya. Hening, benar-benar hening rasanya hanya kepala Ahza yang ramai. Harusnya ia tak secemas ini, karena dulu jauh sebelum ia memacari Kara, wanita itu terbiasa pergi bersama temannya.
   Tujuan Ahza bukan lagi rumah Kara, setelah mandek beberapa saat ditepi jalan kini ia harus kembali menepikan mobilnya ditempat yang tak bisa dijangkau semua mata. Matanya sedikit memanas saat tak sengaja melihat adegan rangkulan antara wanitanya dan teman laki-lakinya yang biasa ia panggil Jeffrey.
   Terhitung dua bulan terakhir Kara selalu menolak jemputan Aldi jika Ahza berhalangan hadir, selalu ada alasan tersendiri bagi Kara menolak Aldi. Ahza pikir ia tak ingin membuat laki-lakinya cemburu, ternyata dugaan Ahza salah ia menolak karena sudah ada oranglain yang bersedia.

Ahza :
Jangan malem-malem ya, nanti dicariin mama.
Malem ini dingin banget, kamu lupa pake jaket.
Ra,

Ahza hanya tak ingin masalahnya berlanjut panjang, toh hatinya sudah terlampau percaya jadi, apa yang harus dikhawatirkan?.
Ia menghidupkan mesin mobilnya dan kembali menyusuri rute pulang.

   Pukul 2 dini hari hujan deras turun menghujam bumi, gelap dan tebal selimut pastinya menjadi tempat terbaik saat ini. Ahza berusaha keras menyusup dalam kenikmatan yang sudah sedemikian rupa ia ciptakan, nihilnya rasa kantuk tak juga datang padahal ia ingin mengistirahatkan kepalanya yang ramai.
  "Srakk" laki-laki itu bangkit dari kasurnya dan membuka sedikit tirai kamarnya dengan tangan kirinya, menampilkan dengan jelas penampakan curahan hujan. Tak sedikitpun ia kedinginan, sesaat kemudian dua pil obat tidur mulai memasuki mulutnya tertelan begitu saja tanpa air yang mengalirinya.
   Ahza mengerang pelan saat tiba-tiba denyut nyeri muncul dikepalanya, tubuhnya hampir limbung mungkin karna intensitas cahaya kamarnya sangat gelap. Dengan perlahan ia berjalan kearah kasur lalu penuh kehati-hatian merebahkan tubuhnya diatas sana.

"Ra, hari-hari aku baik, bahkan lebih dari itu. Sampe-sampe kadang ngga ada waktu tidur, aku berhasil jadi mahasiswa yang dibanggakan sampe lupa kalo kebanggaan juga butuh istirahat. Cuma mau cerita, karena setiap ketemu cuma aku yang penasaran sama perasaan dan kebahagiaan kamu. Aku percaya, sampe saat ini selalu ada dukungan penuh dari kamu meskipun hadirnya kamu ngga selalu tertangkap lensaku. Kalo aku berusaha mati-matian jaga ini semua kamu juga ngga?"

Ahza bermonolog, panjang sekali keluh kesahnya malam ini. Namun, senyuman selalu menjadi akhir perbincangannya dengan sunyi mungkin karena dalih Kara dalam imajinasi.

  

On Your Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang