#21

18 2 0
                                    


   Jam menunjukkan pukul 13:00  dan Ahza masih menunggu Kara keluar dari perpustakaan. Entah sejak kapan wanita itu berubah, mungkin karna menyadari usianya yang beranjak dewasa ia semakin hari semakin mencintai perpustakaan seolah telah jatuh cinta begitu dalam ketempat itu bahkan melebihi perasaannya pada Ahza. Ahza sudah berkali-kali menghubungi Kara namun tak kunjung diangkat olehnya, hingga akhirnya laki-laki itu mengiriminya sebuah pesan.

Ahza:
Aku tunggu didepan perpus ya, jangan pulang sendiri aku pulang ke Surabaya juga karna kamu.

   15 menit berlalu dan Kara belum juga keluar dari perpustakaan, tak ada pilihan lain bagi Ahza selain keluar dari dalam mobil dan pergi kedalam perpustakaan. Langkah Ahza tampak luwes meskipun ia jarang sekali menilik gedung sakral satu ini, matanya langsung menangkap sosok Kara yang tengah mengetikkan sesuatu di laptopnya. Ahza tersenyum dan menambah kepercayaannya pada Kara sebab ia tak bersama laki-laki yang Afran bicarakan melainkan seorang diri.
"Rajin banget pacar aku?" Sapa Ahza dengan tatapan dalamnya, Kara sontak menoleh dan tersenyum begitu menyadari bahwa yang baru saja datang adalah Ahza, kedua tangannya langsung melingkar dipundak Ahza tubuhnya pun dengan nyaman melesak kedalam pelukan.
"Kamu tahu dari mana kalo aku disini?" Tanya Kara balik, Ahza tersenyum seraya mengangkat bahunya.
"Udah jam segini kamu belum mau pulang?" Kara berpikir sejenak dengan tatapan yang menatap laptop dan buku secara bergantian.
"Pulang sekarang juga boleh" balas Kara,
"Selesaiin dulu aja tugasnya, aku tunggu sampe selesai." Ahza menawarkan diri, namun Kara menolaknya dengan sebuah gelengan. "No no, aku gamau pacar aku nungguin kelamaan" elak Kara.
"Kamu emang lagi sendirian kan? Atau ada yang lain?" Tanya Kara penuh kehati-hatian.
"Tadi ada temen aku sih, dia bilang mau ketoilet bentar tapi ngga tau kok ga dateng-dateng" jawab Kara seraya merapikan bawaannya, "udah kita duluan aja, sama dia mah ga pamitan juga ga papa" Kara meyakinkan Ahza,
"Beneran ngga papa?" Ahza berusaha tuk memastikan, "iyaaaa," Kara menarik gemas tangan Ahza dan membawanya keluar perpustakaan. Keduanya berlari melintasi beberapa rak buku tinggi juga sesosok laki-laki jangkung yang tengah menggenggam dua cangkir kopi ditangannya, nyatanya keinginannya untuk membagi kepada Kara harus urung. Rahangnya mengeras dan sorot matanya tajam, "sialan" batinnya.

   Selama perjalanan pulang Ahza seolah tengah dikacaukan oleh kalimat Afran, teman kelas Kara. Ia menutup rapat mulutnya beberapa saat, enggan untuk bicara.
  "Em... Aku besok ada kelas malem" ujar Kara tiba-tiba, Ahza berdehem pelan.
  "Besok malem aku free kok, kamu mau dianter kemana? Nanti aku jemput" tawar Ahza tanpa berfikir panjang.
  "Ngga usah, aku udah janjian sama temen aku. Mau berangkat bareng jam setengah tujuh" elak Kara, Ahza menghela nafas panjang dengan tatapan lurus yang tak teralihkan. Mulutnya ingin sekali bertanya, lebih tepatnya memastikan.
  "Yaudah, ati-ati ya. Jangan kemaleman nanti dicariin mama, kalo mau aku jemput telfon aja" Ahza gagal, gagal menanyakan tanda tanya yang mencuat dikepalanya.

  "Bang, gua kata cewe lu mending dijagain lagi dah" ujar Afran usai menenggak air mineral miliknya,
  "Ngomong apa sih lo" ledek Ahza,
  "Yee bang, lu gua kasih tau dari pada ntar lu nyesel. Gua kan udah dari kita kelas 12 kenal sama elu, sama Kara juga. Udah nyampe bosen kali liat lu pada barengan. Tapi bang, gua juga gini-gini sayang ama elu, buktinya gua koin basket lagi juga gegara ada elunya" ucap Afran panjang lebar,
  "Elah lo mau ngomong apa sih, panjang amat pembukaan nya, kalo ngga penting gue cabut ni" Ahza yang mulai kesal mencoba bangkit dari duduknya dan mengemasi barang-barangnya yang tergeletak dipinggir lapangan basket.
  "Ati-ati bang ama temen kelas gua yang namanya Jeffrey, gua rasa dia demen ama cewe lu. Jagain, firasat gua kaga bener ama tuh cowo. Besok malem mau ada diskusi ama dosen, mending lu intilin ampe kelar takutnya lanjut" Afran berbicara dengan nada rendah namun terdengar jelas digendang telinga Ahza. Laki-laki itu terdiam beberapa saat, menghentikan pergerakannya untuk kembali mencerna ucapan Afran namun dengan cepat ia menggeleng kuat sebelum akhirnya menoleh kearah Afran.
  "Makasih ya infonya, gue terima. Tapi sorry Ran, cewe gue ga bakal nerima temen lo gitu aja. Udah ya gue cabut ketemu lagi besok!"
Ahza mengakhiri pertemuannya bersama Afran dengan argumen yang selalu menjadi kebanggannya, ya dia kan selalu percaya pada sosok Kara yang bersedia menjaga eksistensi dan komitmen bersama.



On Your Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang