Aldi menghempaskan tubuhnya keatas sofa, sudah seminggu Ahza dan dirinya menginap diBandung, menghabiskan waktu untuk menikmati semua wisata di Bandung. Aidan datang dari arah dapur bersama Ahza dengan tiga botol minuman.
"Lusa kita pulang" ujar Ahza pada Aldi yang tengah memejamkan mata.
"Ya Allah cepet banget" keluh Aldi,"Cepet bapak lo, gue udah diteror dosen, makalah ngga kelar kelar, kayanya harus cepet ngadep deh" ujar Ahza,
"Ngadep dosen ?, Lo mau ngajuin judul skripsi apa gimana?" Tanya Aidan,
"Gua mau resign"
"Hah?!" Aldi dan Aidan menatap Ahza dengan tatapan tak percaya, karena semasa SMA Ahza lah yang paling menuntut teman-temannya untuk kuliah, apapun jurusannya. Namun sekarang, ia ingin menyudahi proses belajarnya itu?."Dua tahun lagi Za, sayang udah ditengah jalan gini" timpal Aldi,
"Mau gimana lagi? Gua udah dapet kerjaan, lagian gua banyak jadwal freenya" jelas Ahza,
"Hadehhh, serah lo deh Za, asal kalo nyesel ngga usah cerita-cerita" imbuh Aldi,
"Siapp boss" jawab Ahza mantap.
Setelah menikmati minuman dan cemilan, Aidan dan Aldi memilih untuk menikmati acara sepakbola ditelevisi, saling memilih tim kebanggaan dan bersorak lepas. Ahza yang sedari tadi terfokus pada ponselnya kini memilih untuk memasang earphone milik dan memutar musik favoritnya.
Hanya berselang beberapa saat, Ahza merasa perutnya terlampau mual. Ia melepas earphone miliknya kasar hingga terbanting keatas lantai, ia kari tunggang langgang kearah kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sontak hal itu membuat Aldi menoleh kearah Aidan, tatapannya menyelidik.
"Gue ngerasa ngga enak , Dan" ucapnya.Dikamar mandi Ahza memutar kran penuh, membuat suara gemericik air menggema di seisi ruangan seakan tengah menyamarkan Ahza yang tengah memuntahkan isi perutnya. Rasa sakit yang menyerang tak lagi karuan, perutnya mual bukan main, kepalanya pusing, dadanya terasa amat sesak seakan tengah dihimpit dua benda besar. Sepertinya Ahza terlalu banyak konsumsi obat selama satu minggu ini.
Tangan Ahza mencoba menahan tubuhnya yang hampir ambruk, tubuhnya lemas, tak ada lagi energi yang tersisa semuanya dikuras habis oleh rasa sakit.
Dengan penuh kehati-hatian ia tutup kran yang sedari tadi menyala, lalu mengatur nafasnya dengan susah payah. Sayangnya semua usaha yang ia lakukan tak mengurangi sedikitpun rasa sakit, ia pukul dadanya yang semakin berdenyut nyeri. Hatinya merutuki dirinya yang tak menyisakkan sedikitpun obat pereda nyeri disaku celananya.
Nyatanya sekuat apapun Ahza melawan, rasa sakit itu terus memeluknya erat, Ahza tak mampu bertahan lebih lama, ia menyerah pada rasa sakit yang terus menderanya. Nafas Ahza memelan, pandangannya kabur lalu sedetik kemudian tubuhnya terhuyung duatas lantai. Aldi dan Aidan yang mendengar suara dari kamar mandi lantas berlari kearahnya, berkali-kali pintu itu diketuk tapi tak ada jawaban apapun, keduanya dirayap khawatir tak ada cara lain selain mendobrak paksa pintu kamarmandi.
"Mundur Dan," titah Aldi sebelum mendobrak kasar pintu kamar mandi.
"Brakk" pintu itu terbuka dan menampilkan sosok Ahza yang sudah terkapar diatas lantai.
"Za, lo kenapa?" Tanya Aldi panik, Aidan menyentuh denyut nadi Ahza.
"Dia pingsan, ayo bawa ke rumah sakit!" Ujar Aidan yang langsung diiyakan oleh Aldi, keduanya membawa tubuh Ahza kedalam mobil dan segera melaju menuju rumahsakit.200 joule" -dug-
Teriak salah seorang dokter.
Sesampainya di rumah sakit, Ahza harus mendapat kejut jantung sebab detak jantungnya yang melemah. Dokter sangat berterimakasih pada Aldi dan Aidan yang tak terlambat mengantarkan Ahza, nyawanya masih bisa diselamatkan.
Diluar ruangan keduanya mondar-mandir dengan perasaan cemas,
"Lo ngapa ngga bilang kalo dia komplikasi jantung sih?!" Tanya Aidan,
"Gue mana tau? Lo tau sendiri kan Ahza gimana? Dia ngga bakal biarin kita kasihan sama dia" balas Aldi tak mau kalah, Aidan menghela nafas panjang. Keduanya terdiam cukup lama,
"Hubungi dulu aja tante Linda" ujar Aidan, Aldi terdiam sebab bimbang, sudah dapat dipastikan jika Ahza takkan pernah mengizinkan.
"Nanti dulu, kita tunggu dia sadar.. gue gak mau tante Linda khawatir, ini Bandung" Aidan mengangguk dan setuju akan usul Aldi.Aldi baru saja dipanggil untuk menghadap dokter, sedangkan Aidan tengah memandang lamat wajah pucat sahabatnya, suara monitor menggema diseisi ruangan menggambarkan betapa lemahnya laki-laki itu saat ini.
Pandangan Aidan teralihkan pada ponsel milik sahabatnya yang tergeletak diatas nakas, diraihnya dan mulai mencari kontak milik wanita yang Aldi pikir ia harus faham kondisi Ahza.
Setelah mencoba berkali-kali Aidan dihadapkan pada kekecewaan karena Kara mengabaikan panggilannya, jarinya mulai mengetikkan pesan untuk Kara.Ahza:
Ini gue Aidan,
Angkat telfonnya bentar gue mau ngomong.Setelah ditunggu beberapa saat, Aidan kembali menghubungi nomor Kara. Dering menggema beberapa detik lalu telfon tersambung,
"Hallo" Aidan membuka percakapan, namun tak ada sepatah katapun yang ia dengar dari seberang seolah sambungan dibiarkan begitu saja.
"Ra, lo denger gue ? Ini gue Aidan. Woy! Lo denger gue ngga sih?" Aidan mulai naik pitam.
"Woy, jangan bilang lo lagi sama cowok lain! Laki lo disini lagi--"
Aidan terdiam saat tangan kiri Ahza menyentuhnya pelan, Aidan menoleh pelan.
"Jangan kasih tau dia" ujar Ahza dengan suara paraunya. Aidan menggenggam kuat ponsel Ahza dan dengan berat hati ia memutus sambungan telepon.
Diletakkannya ponsel Ahza diatas nakas lalu duduk diatas kursi yang berjarak tak jauh dari ranjang Ahza.
"Jangan kasih tau dia, Dan. Biar gue yang cerita sama dia, gue udah janji" ujar Ahza.
"Za, tapi lo ngga bisa kaya gini terus, kalo lo berjuang sendirian lo bakal jatoh" Aidan menimpali.
Mereka bakal tau kok, tapi ngga sekarang".2 hari kemudian.
Ahza dan Aldi pamit pulang, Aidan sebenarnya masih ingin mereka menginap lebih lama tapi Aldi dan Ahza juga harus melanjutkan rutinitas mereka.
Selama perjalanan Aldj terus berceloteh, menceramahi temannya agar ia tidak semena-mena dengan kesehatannya.
"Lo masih muda, Za. Sayang kalo udah rusak. Masa depan lo masih panjang, insomnia boleh jadi alesan lo capek, tapi ngga konsumsi obat yang ngga jelas dong. Lagian lo sering kan konsultasi sama bang Zayn, kenapa masih ngga nurut sih?" Oceh Aldi panjang lebar.
"Udah lah Al, udah terlanjur juga" jawab Ahza tanpa dosa.
"Lo masih bisa sembuh, Za. Mulai besok pagi gue jemput lo buat jogging dialun-alun" ucap Aldi tegas,
"Gue besok mau ngadep,.."
"Ngga ada alesan! Kalo mau sembuh gausah nolak ajakan gue, kecuali emang lo mau mati muda"
Ahza menghela nafas dalam, tekad temannya sudah bulat mau tidak mau ia harus menurut dan pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
On Your Smile
Teen Fiction"Tidak Ra, ini bukan hanya perihal aku bersedia disampingmu bahkan lebih dalam dari itu aku akan selalu siap" Batin Ahza tak pernah hening, selalu berisik jika harus berhadapan dengan wanita indah satu ini. Jika suatu hari ia harus jatuh hati, Ahza...