#14

17 4 0
                                    

Seorang perawat masuk dan melepas alat bantu pernapasan yang Ahza pakai sejak kemarin, mengganti kantung darah yang telah habis dengan kantung darah yang baru dan mengecek tensi darah. Setelah usai sang perawat pamit pergi pada dua orang yang berdiri tak jauh dari sang perawat.
Desyca membujuk Kara untuk menjenguk Ahza sekaligus menjaganya untuk beberapa jam. Suatu perjuangan bagi Desyca karna berhasil membawa Kara masuk kedalam ruangan dimana Ahza dirawat, karna di lobby Rumah Sakit Desyca harus menenangkan Kara yang ketakutan karna menyadari rumah sakit yang terlalu ramai bahkan tak hanya keningnya yang berpeluh namun kedua tangannya juga turut berkeringat.
Kara mendekat kearah Ahza yang belum tersadar dari tidur panjangnya, ditariknya kursi yang berjarak tak jauh darinya. Manik matanya menatap lembut wajah sendu Ahza, sayangnya kedua kelopak mata Ahza menarik sekelebat bayangan tragedi kemarin kedalam memori Kara. Ia tertunduk dalam dengan telapak tangan yang mencengkram kuat ranjang rumah sakit. Desyca yang menyadarinya langsung mendekat kearah Kara dan meraih pundaknya.
"Ra jangan takut, ada gue disini, lo ga boleh bikin Ahza tambah khawatir okay? " Desyca berusaha untuk menenangkan.
"gue tunggu diluar ya" setelah sekiranya Kara tenang, Desyca pamit untuk menunggu diluar seolah tau bahwa akan ada obrolan diantara mereka berdua.
Setelah Desyca menghilang dibalik pintu Kara belum juga angkat bicara, ia masih terdiam memandang wajah Ahza yang tertidur pulas. Sampai akhirnya Kara mencoba untuk mendekatkan wajahnya kedaun telinga Ahza, hendak berbisik.
"Za bangun, gue takut" bisiknya pelan. Kara terdiam, mata indah itu belum juga terbuka.
"Za maaf ya udah buat Lo kena imbasnya"
"Cepet bangun ya, gue kangen" imbuhnya sebelum akhirnya memberi sentuhan hangat untuk Ahza. Kara bangkit dari duduknya lalu beranjak meninggalkan ruangan dan menanggalkan secarik kertas diatas nakas.

   6 hari pasca tragedi, belum ada kabar jika Ahza sudah sadar, Alvin sudah mempersiapkan untuk hadir di pengadilan dan Kara masih menolak tawaran Alvin untuk turut hadir dalam persidangan.
"Serangan panik " ujar Kara memberi alasan pada Alvin yang kini sudah duduk dihadapannya. Alvin menunduk penuh penyesalan.
"Sekali lagi gue minta maaf Ra" ucap Alvin lirih nyaris tak terdengar.
"Gue ga pernah berfikir kalo Mike bakal ngira kalo lo pacar gue, nyulik lo dan buat kalian ikut kedalam masalah gue, gue bener bener minta maaf Ra, gue bersalah penuh dimasalah ini" ungkap Alvin panjang lebar. Kara menatap wajah Alvin dalam, "kita nopang masalah ini bareng bareng, gue ga bisa hadir di persidangan tapi gue bisa bantu lo nyiapin semua berkas yang lo perluin"
"Ra lo bisa istirahat dulu, ngga usah dipaksain gue bisa ngundurin tanggal. Lo ngga perlu bertanggung jawab penuh, gue ga mau Lo kenapa kenapa ... Kita bisa nyelesain semuanya pelan pelan.." Timpal Alvin yang dibalas anggukan tanda setuju.

   Suara monitor terdengar normal untuk beberapa hari ini, Ahza tak lagi membutuhkan kantung darah semua turut senang karena semuanya kian membaik.
Setelah kurang lebih satu Minggu tak sadarkan diri , perlahan mata indah itu terbuka. Ia sedikit mengatur nafas lalu mulai mengamati sekitarnya, tak banyak yang tertangkap lensa matanya hanya Linda dan Aldi temannya yang tengah tersenyum kearahnya. Saat tangan kanannya mencoba untuk bergerak seketika rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya, membuatnya meringis kesakitan. Sontak Aldi dan mendekat,
"Kenapa sayang?" Tanya Linda dengan gurat kekhawatiran yang begitu kentara. Ahza tak menjawab, matanya terpejam dengan kerutan dikeningnya seolah rasa nyeri yang ia rasakan semakin menjadi. Dengan sigap Aldi menekan tombol darurat dan mengabarkan pada dokter jika Ahza butuh penanganan.
Tak lama seorang dokter ditamin perawat masuk , memeriksa kondisi Ahza dan memberinya suntikan pereda nyeri. Setelah beberapa menit Linda mendekat lalu mengusap kening Ahza pelan ,membuat kerutan dikeningnya semakin mengendur dan mata indah itu kembali terbuka.
"Ahza kamu denger mama ?" Tanya Linda kesekian kalinya , kali ini ia mengangguk pelan. Sebelum Ahza angkat bicara Aldi sudah lebih dulu pamit meninggalkan ruangan karns ia tahu akan ada obrolan diantara keduanya.
Linda meraih punggung tangan anaknya dan mengusapnya pelan.
"Aldi yang nemenin mama?" Tanya Ahza
" Aidan dan Desyca juga" imbuh Linda, Ahza terdiam ingin rasanya menanyakan sosok yang membuatnya bertanya namun ia memilih untuk bungkam.
"Kemarin mama ketemu Alvin," begitu mendengar nama Alvin, Ahza menghela nafas panjang seolah mencoba tuk benar benar melepas rasa sakit yang merusak memori nya. Linda yang faham akan kondisi anaknya pun meraih puncak kepala Ahza dan mengusapnya perlahan.
"Dia butuh dukungan kita untuk bawa masalah ini kepengadilan" lanjut Linda penuh kehati hatian, Ahza menggeser pandangannya dari wajah Linda.
" Mama siap jadi pendukung Alvin ,mama siap kalo seandainya harus Dateng mewakilkan kamu" Ahza sontak kembali menatap wajah ibunya beriringan dengan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat.

On Your Smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang