19

1.7K 220 8
                                    

Sementara jauh ditempat sana, Jennie kembali meringis ditengah isakannya begitu seorang lelaki kejam kembali memukulinya. Wajahnya penuh dengan memar dan darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun sepertinya lelaki itu sama sekali tidak perduli dengan keadaan Jennie.

Jennie lelah, kepalanya pusing, dia juga tidak tahu dimana dirinya berada sekarang. Sudah sekitar dua puluh menit dirinya diperlakukan seperti ini. Diluar juga begitu berisik. Ia terus memanggil nama Lisa ditengah-tengah rasa sakitnya.

Lelaki dengan postur tubuh yang tak bisa disebut bagus itu menendang Jennie hingga si kucing itu terbaring dan tersungkur di lantai kotor dan basah.

Jennie yang memang pada dasarnya tak bisa diperlakukan dengan kasar itu hanya bisa menangis dan terus menangis, dia menunggu Lisa membawanya, memeluknya, menenangkannya... Dia ingin Lisa, dia membutuhkan Lisa nya.

    "Yakk! Brengsek ini.... Hentikan! Keluar dan siapkan semuanya, semua orang sudah menunggu" ucap seorang lelaki lain, menampakkan dirinya yang hanya sampai di dekat pintu, tak berani untuk masuk lebih jauh kedalam ruangan.

Si lelaki yang sedari tadi menyakiti Jennie hanya berdecak, ia kemudian berjongkok, menghadap Jennie dengan tertawa kecil.

Ia menarik dagu si kucing dan meniup lukanya, "aigo... Kasihan sekali, gadisku. Diam disana, eoh? Aku akan menjemputmu lagi nanti" katanya.

Si lelaki menatap Jennie. Jennie yang tak bergerak dan tak merespon membuatnya mengerutkan kening, tapi ia tak mengambil pusing hal itu. Mungkin Jennie pingsan, pikirnya.

Si lelaki meninggalkan Jennie seorang diri, menutup pintu itu dan membuat ruangannya menjadi gelap, tak ada sedikit pun cahaya yang masuk ke dalamnya.

Jennie ternyata tidak pingsan. Ia kembali menangis lagi, berusaha melepaskan ikatan ditangannya yang begitu menyakitkan. Bahkan ia sudah yakin jika sekarang ini pergelangan tangannya sudah berdarah.

     "B-bagaimana ini? Hiks... Sakit sekali" ringis Jennie begitu merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Jennie mengalihkan pandangannya ke sekeliling, gelap. Dan itu membuatnya takut. Ia tak suka kegelapan.

    "Lisaaaa!! Mengapa harus disini? Aku--- aku tidak suka. L-lisa, tolong aku...."

Tampaknya ruangan ini juga kedap suara. Memberontak hanya akan membuatnya kembali merasakan sakit, lagi dan lagi.

Jennie lelah. Ingatan-ingatan buruknya kembali. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan tangisannya.

    "Andwae! A-andwae!" Teriaknya, tak ingin ingatan itu kembali.

Jennie menangis tanpa suara, "L-lisa tidak akan membuatku merasakan nya lagi--- kan?" Monolognya, bertanya tanpa mendapatkan jawaban.

Lelah karena terus berteriak dan menangis sedari tadi, Jennie menutup kedua matanya dengan perlahan, entah kenapa rasanya sekarang ia mengantuk sekali.

Jennie menghela nafas dan mulai terlelap setelahnya. Harapannya, setelah ia membuka mata, ia akan berada dalam pelukan Lisa.

Dan semoga Tuhan mendengar suara hati kecilnya...

.
.
.

Di sebuah ruangan yang luas, ada panggung yang menghadap tempat duduk, seperti tangga.

Beberapa orang yang dapat dipastikan bahwa mereka semua adalah dari kalangan atas mulai berbisik-bisik begitu seorang lelaki berdiri ditengah panggung dengan cahaya yang sepenuhnya bersinar pada dirinya seorang.

Wajah lelaki itu terlihat ceria dan bahagia. Ia mengangkat mic nya,

     "hi everybody! Apa kabar? Jika baik, katakan ya!" Katanya dengan suara lantang dan keras.

NEW ZEALAND CAT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang