16

38 9 2
                                    

Anis menyandarkan kepala dibahu Mr. A nya, air matanya terus menerus keluar tanpa henti, sesekali tangannya menghapus jejak nya.

"Gue serendah itu ya?"

"Engga, pandangan orang beda-beda, Nis. Kayak gue gini, orang lain liatnya cewe cantik, lah gue liatnya bidadari," Anis langsung mengangkat kepalanya dan menampar pelan wajah tampan itu.

"Jijik gue dengernya," kesal nya.

"Ini yang gue suka dari lo, udah sini nyender lagi. Enak disenderin bidadari,"

"Gue aduin papa ya,"

"Engga engga, yang ada mati dipenggal gue,"

"Penakut,"

Nyaman, itu yang menggambarkan suasana hatinya saat dekat dengan pemuda ini. Rasa aman dan nyamannya diberikan semuanya kedia. Ga ada kata kita beda, kita jauh, yang ada cuma aku dan kamu jadi kita. Anis tau, hubungan nya akan sangat terlarang jika diteruskan ke jenjang yang serius.

"Gue sayang lo, Nis,"

"Bosen dengernya,"

"Mau denger ijab kabul nya aja," lanjut Anis setelah beberapa saat terdiam.

"Anjir Aan!" kesal Anis saat pemuda itu sedikit menjauh alhasil Anis agak ngejengkang.

"Eh, maaf Nis, kaget gue, jadi lo nerima?"

"Iya, Aan! Sakit ini,"

"Maaf maaf, eh kok Aan, nama gue cakep gitu diganti!"

"Bagusan Aan, eh," Anis terkejut kala 'Aan' menjadikan pahanya sebagai bantal. Lebih baik julukannya Aan daripada Mr. A, terlalu elit untuk anak somplak cem JAA.

"Nis, nikah yuk,"

"Lo masih kuliah kan?"

"Udah wisuda!" kesalnya. Anis terkekeh melihat ekspresi menggemaskan itu.

"Ga ada wibawanya lo jadi anggota Rexsan,"

"Jangan aduin Arkan,"

"Sini baring,"

"Kenapa bisa suka gue? Gue lebih tua loh,"

"Ga tau, cinta ga perlu alasan," terdengar suara dari salah satu mereka. Ponsel 'Aan' lah yang berbunyi.

"Siapa?"

"Ade gue, gue pulang, ade gue kena lagi,"

*:..。o○ ○o。..:*

Anis kembali dengan senyum palsu. Ya supaya tidak ditanya macam-macam. Malas jika harus menjawab, apalagi jika papanya tau, bisa ngamuk tuh orang. Taukan, kalau Fenly paling ga suka wanitanya diusik, apalagi sampai ada air mata.

"Arkan!" Anis langsung memeluk pemuda tersebut dan merangkulnya.

"Ya Allah gue baru nyampe," keluh nya.

"Gue ada kabar gembira nih,"

"Apa?"

"Gue abis jalan sama salah satu anak buah lo,"

"Udah tau, nih bawa," ucap Arkan seraya berlalu.

"Arkan sialan!"

Anis nurut? Oh tentu saja, tidak, Anis malah nyuruh Fajri. Durhaka nya mereka berdua. Tak masalah, udah biasa juga, lagian Fajri punya banyak pengawal yang ngekor sampe rumah, apa gunanya mereka?

"Ga shoping, kak?" tanya Alya saat Anis hendak membuka pintu kamar.

"Buat?"

"Ntar malem ada acara kalau lo lupa,"

"Aan terima gue apa adanya, jadi baju seadanya, yang penting cantik,"

"Mau ada lamaran?"

"Ada, pengennya 2 atau 3 hari setelah nya. Terus tahun depan nikah,"

"Nah iya, buruan, abis itu gue,"

"Siap,"

*:..。o○ ○o。..:*

Malam menyapa. Anis tengah bingung memilih pakaian. Ia rasa semuanya tak ada yang cocok, mana kebanyakan baju cowo. Semua baju sudah ia keluarkan dari lemari.

"Mama, bantu Anis," lirihnya. Sudah dipastikan Kaila tak akan mendengar. Ya iyalah, orang Kaila ada di lantai bawah.

"Astaghfirullah, kakak!" suatu keajaiban. Atau memang naluri seorang ibu?

"Bingung, ma," kekeh Anis.

"Nih pake, baju mama dulu, kayaknya muat," Anis mengangguk pasrah. Ia menuju kamar mandi untuk berganti pakaian. Ia keluar dengan wajah cemberut, atasan hitam dipadu dengan rok berwarna pink gelap menambah kesan cantiknya.

"Mama pendek banget,"

"Cantik, sini mama makeover," Anis menurut. Demi tampil perfect pokoknya. Abis ini harus langsung hapus make up.

"Si Aan udah dateng noh," ucap Alya sedikit terkekeh.

"Allahu akbar, kamar atau kapal pecah?"

"Diem!" dengan perasaan gugup, Anis didampingi Kaila dan Alya menuruni anak tangga. Ia mengerutkan keningnya, kenapa sendiri? Kemana orang tuanya?

"Orang tua gue datengnya nanti, pas kita lamaran," ucapnya seakan tau isi pikiran Anis. Anis hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Cantik,"

"Basi," terdengar tawa dari Kaila dan Alya, bisa-bisanya dipuji jawabannya gitu.

"Tunggu Gryan, Nis," ucap Fenly saat Anis hendak mengutarakan isi hati nya.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam,"

"Berhubung udah lengkap, bismillah jawabannya, iya. Tapi, gue mau lo yang ikut gue bukan gue yang ikut lo, sampai sini paham?"

"Paham, Nis, gue juga lagi belajar sama Arkan,"

"Tambah sesat dong," timpal Zuan. Pemuda itu ikut, ikut kepo maksudnya, makanya ngekor.

"Kapan lo mau lamar anak gue?" tanya Gryan.

"Anak gue," timpal Fenly.

"Iya,"

"3 hari lagi, gimana, Nis, lo siap?"

"Insya Allah, dan untuk nikahnya gue mau nya tahun depan. Sesederhana mungkin, ga perlu kayak pas papa maupun aunty Raya. Ijab selesai langsung resepsi dan selesai,"

"Oke,"













Cie mencium aroma happy ending nih.
Btw btw, udah bisa nebak belum. Padahal, udah dikode juga dicerita AA Davendra loh.
Yuk main tebak-tebakan

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang