27

41 9 5
                                    

Suasana kediaman Adiputra mendadak ramai. Tenda sudah terpasang dengan bendera kuning disalah satu sudut rumah. Suara tangis terdengar dari dalam rumah. Seorang wanita tengah menanti kehadiran jenazah putranya dengan memeluk anak laki-laki. Dialah Angel, seorang ibu yang di tinggal pergi putra sulungnya. Hati ibu mana yang tak hancur mendengar putranya tewas.

Angel tak menyalahkan Rexsan maupun siapapun itu. Ia percaya kalau ini sudah takdir putranya. Ia terus memeluk Agam yang juga ikut menangis.

"Mami, siapa yang bakal jaga kita dari papi?" tanya Agam ditengah tangisnya.

"Ada Tuhan sayang,"

Di depan rumah juga sudah ada rangkaian bunga dari berbagai kalangan. Ada dari Rexvers, Rexsan, Ganapati, serta dari kolega bisnis Adi. Namun, herannya mereka tak melihat Adi diantara kerumunan tetangga maupun kerabat. Ntahlah, lelaki itu pergi kemana.

Suara sirine ambulan membuat tetangga serta kerabat Jeno berdiri. Tepat pukul 9 pagi, jenazah Jeno telah tiba dirumah duka. Jeno akan dimakamkan menurut syariat islam, dikarenakan beberapa minggu yang lalu Jeno resmi mualaf. Jenazah Jeno akan disolatkan dirumah duka dan akan dimakamkan sehabis dhuhur.

Beberapa motor nampak mengawal mobil ambulan tersebut. Tangis mulai terdengar saat keranda yang ditutupi kain hijau mulai diturunkan dari ambulan. Anggota Rexsan yang berjumlah ratusan itu ikut membantu prosesi pemakaman wakil mereka. Anis juga ada diantara mereka. Ia langsung mendekati Angel dan memeluknya.

"Maaf," lirih Anis.

"Kamu ga salah sayang,"

Keranda yang ditutupi kain hijau itu mulai memasuki ruang tengah. Tangis Angel terdengar kembali, ia tak bisa memberikan kebahagiaan untuk putranya sampai-sampai Jeno mencari kebahagiaan diluar dengan caranya sendiri.

"Arkan,"

"Saya tante,"

"Maafin anak tante ya, tante tau Jeno banyak salahnya,"

"Insya Allah tante, tante yang sabar ya. Arkan yakin, sekarang Jeno berada disisi Allah,"

Waktu berlalu, beberapa anggota Rexsan bergiliran menjaga dan beribadah. Tepat pukul satu siang nanti, mereka akan menyolati jenazah wakil ketua mereka dan dimakamkan di tempat pemakaman umum terdekat. Arkan menjadi imam dikarenakan komplek ini mayoritas non-muslim dan jauh dari masjid atau mushola.

Setelah jenazah disolatkan, empat inti Rexsan lainnya mengangkat keranda ditambah dua anggota lainnya. Dari pintu utama sampai gerbang, beberapa anggota Rexsan berbaris disisi kanan dan kiri, membiarkan keranda lewat. Mereka juga memberikan hormat terakhir untuk Jeno, wakil ketua yang amat mereka segani.

"Kamu orang biasa, tapi pemakaman mu seperti seorang petarung, nak," lirih Angel. Ia berjalan tepat dibelakang keranda dengan Agam yang membawa foto Jeno. Prosesi pemakaman dikawal penuh oleh Rexsan, bahkan penghormatan terakhir, sampai liang lahat. Kalian tau kan sebanyak apa anggota Rexsan.

"Siapa yang bakal adzanin Jeno?" tanya Adrian saat sampai di pemakaman.

"Gue," ucap seorang pria yang baru saja datang. Ia langsung bergabung dengan Arkan dan Fajri. Dia adalah pendiri Rexsan, Boim.

Pemakaman telah selesai. Tersisa anggota inti Rexsan, inti Ganapati dan para senior yang ikut andil. Angel dan Agam sudah lebih dulu pulang. Anis merogoh saku gamisnya dan mengeluarkan sebuah cincin. Cincin yang sempat digunakan Jeno.

"Aan, secepet ini ya? Baru cincin tunangan yang lo kasih," lirih nya. Arkan mengusap pundak Anis, mencoba menguatkan.

"Selamat jalan, partner gue. Makasih, lo selalu ngasih saran yang bagus. Maaf, selama ini gue terlalu egois,"

"Jen, maafin gue yang selalu julit sama lo,"

"Jen, tenang disana ya. Lo bakal tetap jadi Jeno NCT kw gue,"

"Jen, lo pergi ya, yang julit sama gue siapa?"

Lihat, banyak yang merasa kehilangan. Jeno Akrian Adiputra, sosok pemuda yang amat bertanggung jawab terhadap adik dan ibunya. Ia rela di tuntut macam-macam demi kebahagiaan keduanya. Ia rela mendapatkan luka batin dari ayahnya demi kelangsungan hidup adiknya.

"Jeno, makasih ya udah lindungi gue dari jauh. Gue tau dari mama, love you,"

*:..。o○ ○o。..:*

Malam kembali menyapa, acara doa bersama atau biasa disebut tahlilan dilakukan di markas Rexsan. Bukan tanpa sebab, Angel sendiri yang memintanya. Tidak hanya mayoritas tetangga nya yang non-muslim, ia hanya tak mau melihat Adi. Ia akan menggugat cerai suaminya itu. Ia tak mau menderita lagi.

Sementara itu, Anis terduduk lemas dikamarnya. Ia hanya ingin sendiri tanpa siapapun. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kekasihnya. Andai saja Jeno tak menyelamatkan nya, mungkin sekarang ia yang berada didalam kubur.

"Jeno," lirihnya, saat seseorang menepuk pundaknya.

"Eh, papa,"

"Jangan dipikirin terus, do'ain dia,"

"Jeno pergi karena gue,"

"Sstt, jangan ngomong gitu lagi ya. Sekarang, kamu wudhu terus sholat, do'ain Jeno," Anis hanya mengangguk pelan. Rasanya sudah tak ada semangat untuk menjalankan harinya.














Hari selanjutnya, cuma ada 4 inti Rexsan.

Ada yang nangis?

Ada yang mau nitip sesuatu buat Jeno?

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

See you kesayangan Madilll

Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang