5

59 9 3
                                    

Suasana sebuah rumah terlihat begitu sepi, beberapa anggota keluarga tengah sibuk dengan aktivitas nya. Seorang anak perempuan tengah menggambar diruang keluarga.

"Hei, anak mama lagi ngapain?"

"Gambar ma," balasnya dengan senyuman.

"Wah, bagus banget. Pinter banget sih anak mama,"

"Hehehe, makasih ma,"

"Ini siapa aja, kak?"

"Ini mama, Kak Ganteng, Anis, Kak Raya, dan Kak Fajri,"

"Bagus banget ya, sini, mama foto terus kirim ke Kak ganteng gimana?"

"Boleh, ma, ih udah kangen banget sama Kak ganteng,"

"Sabar ya sayang, Kak ganteng kan lagi sibuk,"

"Anis do'ain, biar mama sama kak ganteng bersatu biar Anis selalu ketemu kak ganteng,"

"Aminn,"

*:..。o○ ○o。..:*

Taman, tempat yang nyaman untuk menghilangkan beban pikiran. Setelah subuh, Anis memilih untuk sedikit berkeliling, menghirup udara segar.

"Huft, berat banget jadi gue," gumamnya.

"Pagi,"

"Pagi, tumben?"

"Lah, gue mah tiap hari joging, apa kabar?"

"Insya Allah baik,"

"Nis, boleh ga sih, gue berharap sama lo?"

"Buat?"

"Ya semuanya, termasuk hati lo,"

"Kesambet apaan sih? Abis minum ya?"

"Ya Tuhan, walaupun Arkan doyan minum di markas, ga akan pernah tergoda kali. Gue anak baik-baik,"

"Bacot,"

"Astaga mulut lo,"

"Masalah buat anda?" ucap Anis sambil meninggalkan pemuda tersebut.

"Bang Fen, anak lo cakep banget, bisa gila gue," gumamnya.

Setelah berkeliling, ia menyempatkan untuk pergi ke makam Kaila. Sekedar melepas rindu. Ia tak pernah membenci Kaila atas semua yang ia dapat, dari mulai cemooh, bullying, dan beberapa tindakan yang sempat membuatnya down.

"Assalamu'alaikum ma," ia meletakan setangkai bunga yang ia beli dijalan.

"Ma, makasih ya, udah mau lahirin aku. Aku tau, aku bukan anak yang mama harapkan, bahkan gara-gara aku, mama dan Papa Fen sempet pisah. Walaupun mama pernah nitipin aku dipanti, tapi aku yakin ma, kalau mama sayang banget sama aku, kalau ga sayang ga mungkin kan mama pertahanin aku sampai 9 bulan," Anis menarik napas sejenak. Menghilangkan sesak didadanya.

"Maafin aku ya ma, belum sempet bahagiain mama, aku juga bukan gadis anggun yang mama impikan. Sekali lagi makasih dan maaf, mama bahagia disana ya, love you," sebelum pergi, Anis memeluk serta mencium batu nisan Kaila dengan air mata.

"Aku pulang ya, assalamu'alaikum," seorang pemuda memperhatikan nya dari jauh. Ia langsung membuka ponselnya dan memberi kabar kepada seseorang.

*:..。o○ ○o。..:*

Perfect boys

Anis baru saja mendatangi sebuah makam dan menangis disana

Baiklah, tetap awasi dia dari jauh.
Mungkin, saya sudah percaya kalau kamu bisa menjaga putri saya, tapi saya tidak yakin kamu mendapat restu dari Fenly
Dan satu lagi, putri saja sudah mempunyai kekasih

Saya akan mendapatkan restu itu.
Seperti yang pernah saya ucapkan sebelumnya, selama saya yang ditakdirkan untuk bersamanya, maka yang lain hanya singgah sesaat

Baiklah
Yang penting, terus awasi putri saya, paham?

Tanpa disuruh

Ponsel ia lempar kearah sofa. Sulit baginya menjalankan ini, namun bagaimana lagi? Ia harus membiasakan putrinya tanpa dirinya.

*:..。o○ ○o。..:*

Mentari semakin meninggi, sebuah motor berwarna abu-abu berhenti didepan sebuah cafe. Sudah menjadi rutinitasnya untuk mengecek perkembangan bisnisnya yang sudah berjalan 2 tahun belakangan ini.

"Siang," Anis hanya tersenyum dan mulai masuk ruangannya.

"Ca, biasa," ucapnya pada orang disebrang sana. Ia menatap sebuah foto yang berdiri di mejanya. Sebuah foto keluarga.

"Lo harus kuat, Nis, demi Alya dan papa," gumamnya. Ia menelisik kejadian satu tahun lalu, dimana Kaila meninggal namun jenazahnya dimakamkan dengan peti. Hal itu membuat pihak keluarga tak bisa melihat jenazahnya untuk yang terakhir kalinya. Terdengar pintu diketuk, Anis sedikit berdecak. Mengganggu saja.

"Masuk," seorang pria datang dengan senyumannya. Siapa lagi kalau bukan papanya, Fenly. Dia datang membawakan sebuah paperbag.

"Nih buat dimakan, sama papa mau izin, selama seminggu papa ga dirumah,"

"Kemana?"

"Singapura, ada urusan disana," Anis hanya mengangguk pelan. Sudah biasa.

"Oh ya, tadi ada kurir yang nganter sesuatu buat kamu," Fenly memberikan paperbag yang lainnya. Anis mengerutkan keningnya. Tak biasanya ada yang mengirimkan paket seperti ini, kalau pun itu kekasihnya, biasanya dia sendiri yang mengantarkan.

"Sepatu?"

Hai Nis,
Maaf gue ga berani nunjukin diri gue, gue bukan Raja yang siap dengan amarah bokap lo.
Gue juga bukan Arkan yang siap akan semua resiko yang akan dia hadapi.
Gue cuma seorang pengecut yang sedang memperbaiki diri supaya gue layak masuk dalam kategori mantu kepercayaan bokap lo.
Jujur, gue sayang dan cinta banget sama lo, gue sakit pas denger kabar kalau lo punya hubungan sama Raja.
Gue akan datang nanti,

Salam
JAA

"JAA?"

"Siapa, Nis?" Anis menggeleng. Siapa pemuda dibalik nama JAA?

"Kamu ngerasa terancam ga?"

"E-engga pa, biarin aja, selama dia ga ngusik kehidupan aku, ga masalah," Fenly hanya mengangguk pelan.










Siapa JAA? Ada yang bisa nebak?
Kalau bisa Madil kasih Raja

Weh, Raja punya aing! ~ Anis

Eh maaf lupa. Yuk votmen, jangan lupa buat terus aktif ya. Jangan jadi silent readers. Males banget kalau kebanyakan dari kalian tuh silent readers.

See youu

Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang