25

35 8 11
                                    

Pukul 22.30, pasukan yang dipimpin Boim, Shandy, Arkan, dan Anis sudah tiba diarea. Tanpa perintah, mereka langsung menyebar sesuai taktik yang sudah direncanakan. Pasukan yang berjumlah kurang lebih 620 ini, dibagi menjadi 3.

Pasukan pertama dipimpin oleh Achaz dan Rain yang akan menjadi penyerang pertama. Tugas mereka adalah menguras tenaga Btiger.

Pasukan kedua diisi oleh anggota inti Ganapati dan Rexsan. Hanya anggota inti, mereka sengaja keluar dibagian kedua agar tidak terlalu kehabisan tenaga untuk menghabisi sasaran mereka.

Pasukan ketiga diisi oleh senior ReGa, tanpa terkecuali. Mereka akan muncul ketika keadaan mendesak dan penyerangan akhir.

Seperti itulah taktik yang digunakan Ganapati serta Rexsan untuk menghadapi Btiger. Bukan maksud mengorbankan Achaz serta Rain. Mereka sendiri yang meminta untuk memimpin pasukan pertama. Padahal, niat awal mereka akan diletakkan ditengah bersama anggota inti, namun menolak.

"Arkan, jangan kresak-kresek, ntar Btiger tau," peringat Anis. Mereka bersembunyi disemak-semak yang tak jauh dari sana.

"Boy, lo kentut ya," lirih Candra, namun bisa didengar 9 orang yang lain.

"Kaga, astaga,"

"Brisik anjing!" kesal Arkan.

"Rexsan brisik mulu, ntar ketauan, bangsat," ucap Fikri. Ia kesal sendiri mendengar perdebatan kelima inti Rexsan itu.

"Janji selamat," lirih Anis sambil menepuk pundak seseorang yang ada didepannya.

"Insya Allah, Nis. Tapi, kalau gue ga selamat lo jangan nangis ya,"

"Ga lucu anjing!" bukan Anis melainkan Arkan. Ia berada di sebelah Jeno, makanya ikut nimbrung.

"Kita, bakal selamat bareng-bareng," lanjut nya.

"Siap?" ucap Zuan menginstruksi. Kesembilan orang lainnya mengangguk.

"Semuanya, bersiap,"

"REGA! MAJU!" teriak Arkan.

Raja mendekati Anis. Seperti mantannya itu ingin menghabisinya sekarang. Dapat ia baca dari tatapan Raja yang begitu membunuh.

"Akhirnya bertemu lagi kita, kangen ga sama gue?"

"Najis!" sarkas Anis.

Perkelahian antara dua mantan kekasih itu berlangsung. Beberapa pukulan Anis dapatkan dan berhasil ia tangkis. Namun, Anis tetaplah perempuan yang tenaganya lebih kecil daripada Raja. Beberapa kali ia tersungkur dan beberapa memar sudah ia dapatkan.

"Anis!" teriak Jeno saat sebuah balok hendak mengenai tubuh Anis dari belakang.

"Pengecut, anjing!" sarkas Jeno pada pemuda yang sudah tersungkur itu. Anis masih fokus pada perkelahian nya dengan Raja sedangkan Jeno berjaga dibelakang Anis, jaga-jaga kalau ada pengecut yang akan menyerang Anis dari belakang lagi.

Mata coklat milik Jeno menangkap beberapa orang yang berlari kearah Anis dengan senjata yang beragam. Dan Anis sudah tersungkur akibat pukulan Raja.

"Anis!" Jeno kembali berteriak dan langsung memeluk tubuh gadisnya itu. Ia melindungi Anis dari berbagai benda tumpul. Alhasil, tubuh Jeno lah yang menjadi sasaran.

"Je-jeno,"

Bugh

Pukulan terakhir mengenai bagian belakang kepala Jeno, hingga membuat Jeno tersungkur diatas Anis dengan mulut mengeluarkan darah.

Bugh

"Anjing! Mainnya keroyokan!" sarkas Fenly yang baru saja datang. Ia datang bersama Arkan dan Febri. Anis mengubah posisi mereka. Ia memangku Jeno yang masih ada sedikit kesadaran.

"Jen, lo harus bertahan, gue mohon," Anis berusaha menghapus darah yang keluar dari mulut kekasihnya itu.

"Sa-sakit, Nis," lirih Jeno.

"Iya gue tau, harusnya, lo ga nolongin gue,"

"Le-lebih sakit luka ba-batin gue, Nis. Gu-gue titip Agam sama lo,"

"Engga Jen, lo harus kuat. Lo udah janji sama gue,"

"Uhuk uhuk uhuk, Nis lo perempuan terakhir yang gue cintai. Setelah ini, jangan sedih, gu-gue sayang sama lo," perlahan mata coklat itu menutup matanya perlahan.

"Jen, Jeno! Buka mata lo! Lo ga boleh pergi Jeno!"

"Jeno! Lo udah janji sama gue," Fenly mendekati Anis yang tengah histeris. Ia nampak memeriksa denyut nadi Jeno ditangan serta lehernya. Ia menatap nanar putrinya.

"Jeno tewas," lirih Fenly.

"Gilang!" Fenly mengangkat tangannya. Gilang mengangguk, beberapa saat kemudian, terdengar sirine polisi yang menghentikan peperangan itu. Btiger mulai meninggalkan area serta anggota mereka yang sudah terkapar.

"Kenapa, Fen?" tanya Shandy yang baru saja mendekat.

"Jeno tewas," Anis menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya.

"Engga pa, Jeno cuma pingsan. Jeno! Bangun!"

Anis semakin histeris dengan keadaan Jeno yang tak merespon panggilannya, bahkan perlahan tubuhnya dingin.

"Kita bawa korban ke RS, semoga aja ada keajaiban," ucap Shandy. Mereka langsung membawa korban luka kerumah sakit terdekat. Mereka telah menyewa beberapa ambulan yang akan membantu.

"Jeno, lo harus bertahan demi Agam, dia masih butuh lo," lirih Arkan. Dia tau banyak tentang wakilnya itu.

"Gue ikut mobil ambulan nya Jeno, kalian yang ga luka langsung ke markas aja,"

"Siap bos!"












Jeno selamat ga nih?

Btw, kalau Jeno idup lagi kalian mau apa?

Kalau beneran meninggal, kalian mau apa dari Madil?

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

Anis Shakila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang